Pep tahu betul cara membuat sensasi. Di awal musim saja ia berani menepikan dua pilar utama Manchester City. Joe Hart dengan alasan tidak mampu ikut andil membangun serangan dan Yaya Toure karena berseteru dengan agennya. Joe Hart akhirnya terbuang ke kota juara Serie A, meski bukan bergabung bersama tim juara tersebut. Sementara Pep menjilat ludah sendiri dan akhirnya memainkan Yaya Toure.
[caption caption="Pep dan Joe Hart || (sumber: www.dailystars.co.uk)"]
Tak hanya itu, Pep juga membuat Sergio Aguero merasakan hangatnya bangku cadangan. Padahal Aguero adalah top skor dalam beberapa musim terakhir, namun pemikiran Pep sepertinya berubah hanya karena aksi bocah ajaib dari Brasil. Beruntunglah si mantan menantu Maradona itu, karena sang bocah ajaib tiba-tiba mengalami cedera dan ia kembali menjadi pilihan utama.
Awal perjalanan Pep bersama Manchester Cuty terbilang mulus di awal. Meraih rentetan kemenangan bahkan sempat berada di puncak klasemen namun mengalami inkonsistensi karena mungkin para pemain yang belum beradaptasi dengan taktiknya. City harus angkat koper karena ulah tetangga di ajang piala kaleng biskuit, tersisih lebih awal (yang merupakan pencapaian terburuknya) di kompetisi elit Eropa, ditambah disingkirkan oleh tim yang pelatihnya sedang berencana dikudeta oleh para fansnya sendiri di ajang piala lokal, sementara gelar juara Liga Inggris sangat jauh dari harapan. Imbasnya di musim ini Pep akhirnya merasakan apa yang harusnya dirasakan oleh semua pelatih (top), nirgelar.
Pangalaman Buruk atau Pelajaran Berharga?
Pep sadar para petinggi The Citizens tidak puas pada kinerjanya musim ini. Alasan para konglomerat Arab mengontraknya tentu berdasarkan prestasi dan CV-nya yang mentereng. Selalu meraih gelar domestik serta sukses membawa tim besutannya mencapai minimal semifinal Liga Champions. Ditambah sepakbola yang indah dan memanjakan mata, tentu si Sheik ingin melihat Manchester City berjaya baik di Inggris maupun Eropa.
Namun kenyataan kadang tak sesuai harapan. Iklim sepakbola yang berbeda dengan kompetisi yang ketat (bermain di 4 kompetisi, jadwal padat dan juga boxing day) mungkin membuat Pep mengalami Soccerlag (saudaranya jetlag). Pep mengerti bahwa ia butuh adaptasi, setidaknya musim ini menjadi pelajaran berharga baginya. Karena benar bahwa pengalaman buruk selalu menjadi guru terbaik.
Mungkin Pep harus merasakan bagaimana rasanya gagal mengangkat piala, sesuatu yang rutin ia lakukan di akhir musim. Bagaimanapun kota Manchester masih tetap biru baginya, meski si tetangga merah bisa tersenyum lebar karena setidaknya mereka berhasil meraih piring cantik, piala kaleng biskuit, ditambah potensi meraih gelar Eropa kelas dua.
[caption caption="The Citizens || (sumber: www.express.co.uk)"]
Sekarang, Pep harus mengangkat kepala. Perjuangan masih panjang. Meski tercoret dari persaingan juara, setidaknya ia harus membawa City finis minimal empat besar, sesuatu yang diperebutkan oleh tiga tim lainnya. Sementara Pep sedang bekerja keras untuk menjaga asa timnya, Sheik sedang berbicara melalui percakapan telepon. Dan terdengar jelas jawaban dari pria di ujung telepon.
"Maaf, saya tak tertarik kembali ke Manchester. Saat ini saya sudah bahagia bersama amoy-amoy cantik dan bermain dengan panda yang lucu di Hebei."