Mohon tunggu...
Deny Oey
Deny Oey Mohon Tunggu... Administrasi - Creative Writer

Seorang pembelajar, pecinta alam dan penikmat makanan pedas. Sesekali mengkhatamkan buku dan membagikan pemikirannya dalam tulisan. Beredar di dunia maya dengan akun @kohminisme (IG) dan @deNocz (Twitter).

Selanjutnya

Tutup

Bola featured Pilihan

Ranieri, Leicester dan Mimpi yang "Kebablasan"

29 April 2016   20:31 Diperbarui: 26 Februari 2017   02:00 1471
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Now or Never!

“Kami harus mengumpulkan 40 poin untuk tetap bertahan di Premiere League,”

Itulah misi utama yang dicanangkan oleh Ranieri. Baginya, 40 poin cukup untuk mengamankam posisi The Foxes dari degradasi. Akan tetapi Leicester berubah menjadi kejutan, bukan hanya sebagai kuda hitam penjegal tim-tim besar tetapi menjadi calon juara. Sesuatu yang mungkin tidak berani diimpikan oleh punggawa Leicester dan para fansnya sekalipun.

Setelah kemenangan 4-2 atas Sunderland serta deretan hasil imbang dan sesekali menang melawan tim ‘sekelasnya’, Leicester ternyata juga mampu menjungkalkan tim-tim besar seperti Liverpool, Chelsea dan Manchester City. Nama Jamie Vardy dan Riyad Mahrez menjadi kunci kesuksesan The Foxes. Tak hanya itu, mereka juga memiliki pemain ‘melejit’ lainnya seperti N’Golo Kante, Danny Drinkwater, Wes Morgan, Leonardo Ulloa, Shinji Okazaki dan kiper yang terus berada di bawah bayang-bayang ayahnya, Kasper Schmeichel.

Sejatinya Liga Primer Inggris memang dikenal sebagai liga kompetitif (kalau bukan yang terbaik), dan para pemenangnya pun hanyalah tim-tim tradisional yang tak perlu saya sebut pasti Anda sudah hafal siapa-siapa saja mereka. Di setiap awal musim biasanya selalu ada tim ‘lain’ yang menjadi kejutan, meski di pertengahan dan akhir musim namanya mulai tenggelam.

Namun Premiere League musim ini boleh dibilang sangat ‘aneh.’ Juara bertahan, Chelsea, seakan lupa bahwa musim lalu mereka adalah kampiun dan malah sibuk merencanakan kudeta terhadap pelatihnya. Manchester City dan Arsenal sempat meyakinkan sebagai kandidat juara tetapi masing-masing menunjukkan inkonsistensi. Bedanya, para pemain City sedang galau pasca penunjukkan pelatih anyar di awal musim nanti yang membuat posisi mereka menjadi tidak aman. Sementara Arsenal seperti sedang kesulitan meraih kemenangan, atau bolehlah kita sebut sebagai kaset baru dari lagu lama berjudul ‘kehabisan bensin.’ Manchester United? Lupakan! mereka bukan lagi tim kandidat juara setelah memperagakan permainan putar-putar bola tanpa arah yang jelas di lapangan dengan pemain berambut kribo sebagai sentral permainan (meski bermain amat sangat dan teramat jelek banget sekalipun!), menurut filosofi sang pelatih.

Tak pelak, hal ini ‘memuluskan’ langkah Leicester ke tahta juara. Sejak pekan ke-20, target 40 poin sudah terealisasi dan Vardy dkk terus melaju. Hingga Premiere League menyisakan beberapa pekan lagi, praktis bursa calon juara menjadi milik Leicester City dan Totenham Hotspurs (well, ini juga kejutan kedua di Premiere League). Leicester sudah terlanjur basah, mereka sudah memastikan tempat di Liga Champions musim depan. Lalu kenapa tidak ‘nyemplung’ saja sekalian! Toh mereka juga sudah ‘kebablasan’ dari mimpi awal mereka. Liga tinggal menyisakan tiga pekan lagi, dan mereka hanya membutuhkan tiga poin lagi dari kejaran Spurs yang berada di posisi kedua dengan perbedaan tujuh poin.

[caption caption="Let's celebrate it!"]

[/caption]

“Saya katakan kepada pemain saya: Sekaranglah saatnya atau tidak sama sekali!”

Ranieri sadar bahwa kisah Leicester City sudah menjadi dongeng. Dari tim yang musim lalu hampir terdegradasi berubah menjadi calon juara musim ini. Dan hal yang sama belum tentu bisa terulang kembali. Mungkin lebih baik Leicester menjadi juara (demi menciptakan kenangan manis) lalu musim berikutnya compang-camping dan terdegradasi ketimbang gagal juara kemudian kembali ke habitat semula, sebagai tim medioker. Setidaknya banyak orang (kecuali fans Totenham) berharap Leicester City juara karena mereka memang pantas mendapatkannya, apalagi jika melihat awal perjalanan mereka. Leicester bukan lagi olok-olokan, Leicester adalah sebuah cerita, yang akan dikisahkan oleh ayah para fans dan pemain-pemainnya saat ini kepada anak-cucu mereka nanti (Mengutip kata-kata Jurgen Klopp).

Akhir pekan ini, mimpi kebablasan Ranieri dan Leicester akan terukir. Sebuah mimpi yang akan membuat nama Ranieri tercatat dengan tinta emas dalam sejarah klub serta rekam jejak karirnya. Juga sebuah mimpi dari tim kejutan yang akhirnya mencapai puncak kejayaan setelah 132 tahun berdiri. Dan kami semua berharap, bahwa mimpi tersebut akan dapat kita saksikan setelah wasit meniup peluit panjang tanda berakhirnya pertandingan di Old Trafford.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun