Mohon tunggu...
Den Reza Alfian Farid
Den Reza Alfian Farid Mohon Tunggu... Lainnya - Digital Marketer

Terkadang ku lupa pernah berpikir apa.

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Artikel Utama

Mengapa "Deja Vu" Sering Terjadi dan Apa Penyebabnya?

26 November 2023   09:00 Diperbarui: 27 November 2023   00:57 520
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Penting untuk dicatat bahwa meskipun ada banyak teori, belum ada yang bisa menjelaskan secara pasti mengapa dan bagaimana deja vu terjadi. Ini menambahkan unsur misteri dan keajaiban pada pengalaman manusia.

Jadi, kenapa kita harus peduli dengan semua ini? Karena memahami deja vu membantu kita mengerti lebih dalam tentang diri kita sendiri dan otak kita. Ini membuka jendela ke dalam kerumitan dan keajaiban proses mental kita. Dengan memahami deja vu, kita tidak hanya mendapatkan wawasan tentang bagaimana memori kita bekerja, tapi juga mengapresiasi setiap aspek misterius dan menarik dari kehidupan kita sehari-hari.

Mengapa 'Deja Vu' Sering Terjadi dan Apa Penyebabnya? (Lanjutan)

Masuk ke dalam dunia deja vu lebih dalam lagi, mari kita pertimbangkan aspek neurologisnya. Dalam studi neurosains, deja vu sering dikaitkan dengan fungsi temporal lobe di otak. Temporal lobe memainkan peran penting dalam pembentukan memori jangka panjang. Ketika ada gangguan, meskipun sangat singkat, di area ini, bisa muncul sensasi deja vu. Faktanya, pada orang dengan epilepsi temporal lobe, deja vu sering terjadi sebelum serangan. Ini menunjukkan bahwa ada kaitan antara aktivitas otak tertentu dan pengalaman deja vu.

Selain itu, penelitian tentang deja vu juga membuka jalan untuk memahami kondisi neurologis lainnya. Misalnya, dengan memahami bagaimana deja vu terjadi, peneliti dapat mempelajari lebih lanjut tentang cara kerja memori dan bagaimana gangguan memori terjadi dalam kondisi seperti Alzheimer.

Juga, perlu dipertimbangkan faktor usia dalam fenomena deja vu. Menariknya, deja vu lebih sering terjadi pada orang yang berusia lebih muda, terutama mereka yang berusia antara 15 dan 25 tahun. Ini bisa dikaitkan dengan proses perkembangan otak yang masih berlangsung, di mana otak masih sangat aktif dalam membentuk jaringan dan koneksi baru. Mungkin saja, ketika otak masih dalam fase ini, lebih rentan terhadap 'korsleting' yang bisa menyebabkan deja vu.

Lantas, apa hubungan antara deja vu dan kreativitas? Beberapa teori menyatakan bahwa orang yang sering mengalami deja vu cenderung memiliki imajinasi yang lebih aktif dan kreatif. Ini karena otak mereka lebih terbiasa dengan mengolah berbagai skenario dan menghubungkannya dengan memori yang ada. Dengan demikian, memahami deja vu bisa juga membantu kita menghargai keunikan cara kerja otak setiap individu dan bagaimana ini mempengaruhi proses kreatif.

Menariknya lagi, dalam konteks psikologis, deja vu juga bisa diinterpretasikan sebagai refleksi dari keinginan untuk mencari koneksi dan makna dalam kehidupan. Dalam dunia yang serba cepat dan penuh informasi, terkadang otak mencari cara untuk membuat sense dari segala sesuatu yang terjadi. Deja vu bisa jadi adalah salah satu cara otak mencoba membuat koneksi antara masa lalu, masa kini, dan masa depan, walaupun cara ini bisa terasa misterius dan membingungkan.

Terakhir, memahami deja vu juga memberikan wawasan tentang bagaimana kita, sebagai manusia, memproses waktu dan realitas. Apakah waktu itu linear atau lebih kompleks dari yang kita pikirkan? Apakah mungkin ada dimensi lain dari realitas yang kadang-kadang kita 'intip' melalui pengalaman seperti deja vu? Pertanyaan-pertanyaan ini mungkin belum bisa dijawab sekarang, tapi dengan terus mengeksplorasi fenomena seperti deja vu, kita membuka pintu ke pemahaman yang lebih luas tentang alam semesta dan tempat kita di dalamnya.

Jadi, deja vu bukan hanya tentang perasaan telah mengalami sesuatu sebelumnya. Ini tentang cara kita menghubungkan pengalaman, memori, dan imajinasi. Ini tentang bagaimana otak kita bekerja, bagaimana kita memproses informasi, dan bagaimana kita mencari makna dalam kehidupan kita. Deja vu, dengan semua misteri dan keajaibannya, mengingatkan kita bahwa masih banyak yang perlu kita pelajari tentang diri kita sendiri dan dunia di sekitar kita.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun