Dalam kehidupan, humor bukan hanya soal tawa, tapi juga jembatan yang menghubungkan hati.
Tertawa. Tiga suku kata sederhana yang membawa dampak luar biasa. Bukan hanya mengundang ekspresi wajah yang ceria, tetapi juga mampu meruntuhkan tembok yang menjaga jarak antara dua hati. Memang, siapa sangka, bahwa humor---tawa, canda, dan gelak---bisa menjadi jembatan yang mampu menyatukan, mendekatkan, dan mempererat hubungan antarmanusia?
Membedah Esensi Humor
Memahami humor tak semudah menikmati lelucon yang disampaikan komika di panggung stand-up comedy. Uniknya, humor bukanlah konsep yang tegas dan mudah diartikan, namun lebih merupakan sebuah fenomena sosial dan psikologis. Kita tertawa bukan hanya karena mendengar kata-kata lucu, tapi juga berkat berbagai faktor lain seperti konteks sosial, suasana hati, dan sebagainya.
Untuk memahami humor secara lebih dalam, ada baiknya merujuk pada teori yang diungkapkan oleh Sigmund Freud, bapak psikoanalisis. Menurut Freud, humor adalah mekanisme pertahanan yang memungkinkan individu untuk mengatasi situasi yang menegangkan atau mengancam. Ini menunjukkan bahwa humor memiliki fungsi psikologis yang sangat penting.
Namun, di sisi lain, tak jarang humor juga menjadi sumber konflik dan kesalahpahaman. Misalnya, seseorang yang gagal menangkap humor dalam suatu lelucon bisa merasa tersinggung atau diperlakukan tidak adil. Itulah mengapa, memahami dan menggunakan humor dalam komunikasi interpersonal perlu dilakukan dengan bijaksana.
Humor dalam Hubungan Interpersonal
Sejak dini, kita diajarkan bahwa membuka hati dan berbagi perasaan dengan orang lain adalah cara terbaik untuk membangun hubungan yang kuat dan sehat. Tapi, adakah yang pernah berpikir bahwa humor bisa menjadi jembatan emosional yang sama kuatnya? Humor memiliki kemampuan untuk meredakan ketegangan, menumbuhkan rasa empati, dan bahkan mengubah suasana hati yang buruk menjadi lebih baik.
Salah satu penelitian oleh Martin, Puhlik-Doris, Larsen, Gray, dan Weir (2003) menunjukkan bahwa orang yang memiliki rasa humor cenderung memiliki tingkat kebahagiaan dan kepuasan hidup yang lebih tinggi. Selain itu, mereka juga memiliki tingkat stres yang lebih rendah dan lebih mampu mengatasi tantangan hidup.
Contoh nyata yang bisa dilihat dalam kehidupan sehari-hari adalah saat teman yang sedang mengalami kesulitan atau berada dalam kondisi stres, sering kali humor yang bisa membantu meredakan ketegangan dan memulihkan suasana hati. Tentunya humor yang digunakan harus tepat dan tidak menyinggung.
Humor Sebagai Alat Komunikasi
Humor bisa menjadi alat komunikasi yang efektif jika digunakan dengan bijak. Lebih dari sekadar membuat orang tertawa, humor bisa menjadi alat untuk menyampaikan pesan atau kritik sosial yang pedas sekalipun dengan cara yang lebih ringan dan mudah diterima.
Bahkan dalam konteks pendidikan, banyak penelitian yang menunjukkan bahwa penggunaan humor dalam proses belajar mengajar dapat meningkatkan motivasi dan pemahaman siswa. Tak heran jika banyak guru atau dosen yang mencoba melibatkan humor dalam penyampaian materi.
Namun, perlu diingat bahwa penggunaan humor harus selalu mempertimbangkan konteks dan pemahaman penerima pesan. Penggunaan humor yang tidak tepat dapat menimbulkan kesalahpahaman dan konflik, dan justru merusak hubungan.
Menanamkan Humor dalam Keseharian
Menyuntikkan humor dalam keseharian mungkin terdengar mudah, tetapi membutuhkan praktik dan kesadaran yang tinggi. Ini melibatkan pemahaman tentang apa yang mungkin lucu bagi orang lain, sensitivitas terhadap suasana hati dan kondisi mereka, serta kemampuan untuk memanfaatkan momen yang tepat.
Misalnya, di tengah percakapan yang serius, mungkin ada ruang untuk melonggarkan suasana dengan sedikit humor. Atau, saat teman merasa sedih, humor yang tepat dapat menjadi cara untuk menunjukkan empati dan mendukung mereka. Namun, tentu saja, ini semua memerlukan kepekaan dan pengertian.
Berlatihlah menjadi pendengar yang baik, dan belajarlah untuk merespons dengan humor yang tepat dan sensitif. Dengan demikian, kita dapat merasakan manfaat positif humor dalam hidup sehari-hari dan dalam membangun hubungan yang lebih baik dengan orang lain.
Humor dan Intelegensi Emosional
Dalam dunia psikologi, ada istilah yang disebut "intelegensi emosional". Ini merujuk pada kemampuan seseorang untuk mengidentifikasi, memahami, dan mengelola emosi sendiri dan orang lain. Lalu, apa hubungannya dengan humor? Cukup banyak, ternyata. Orang yang memiliki intelegensi emosional yang tinggi sering kali mampu menggunakan humor secara efektif dalam komunikasi.
Menurut penelitian yang dilakukan oleh Petrides, Vernon, Schermer, Veselka, & Saucier (2009), ada hubungan positif antara penggunaan humor dan intelegensi emosional. Dengan kata lain, orang yang mampu mengolah dan menghadapi emosi dengan baik cenderung lebih mampu menangkap dan menggunakan humor dalam interaksi mereka.
Namun, perlu diingat bahwa intelegensi emosional ini bukanlah kemampuan bawaan, melainkan bisa dipelajari dan dikembangkan. Itulah sebabnya, mengasah kemampuan humor juga bisa menjadi cara untuk meningkatkan intelegensi emosional.
Humor dalam Budaya dan Sosial
Humor tidak hanya berfungsi dalam konteks individu, tetapi juga dalam konteks sosial dan budaya. Dalam berbagai masyarakat di seluruh dunia, humor memiliki fungsi penting sebagai alat untuk mempertahankan norma-norma sosial, menyampaikan kritik sosial, dan bahkan sebagai sarana resistensi terhadap kekuasaan.
Humor juga dapat menjadi bagian integral dari identitas budaya suatu kelompok. Contohnya, di Indonesia, setiap daerah memiliki jenis humor yang khas dan mencerminkan keunikan budayanya. Contoh lainnya adalah bagaimana humor Jepang yang sering berisi sarkasme dan ironi, mencerminkan nilai-nilai sosial dan norma-norma budaya mereka.
Namun, seperti halnya dalam konteks individu, humor dalam konteks sosial dan budaya juga harus digunakan dengan bijak. Humor yang tidak sensitif terhadap perbedaan budaya dapat menimbulkan konflik dan ketegangan.
Humor dan Kesehatan Mental
Siapa yang tidak suka tertawa? Tertawa adalah ekspresi kebahagiaan yang paling murni dan alami. Tapi, tahukah bahwa tertawa ternyata juga baik untuk kesehatan mental? Menurut penelitian oleh Berk, Tan, Fry, Napier, Lee, Hubbard, Lewis, & Eby (1989), tertawa dapat menurunkan tingkat hormon stres dan meningkatkan hormon yang membuat kita merasa bahagia.
Dalam konteks hubungan interpersonal, humor yang sehat dapat menjadi alat yang efektif untuk meredakan stres dan konflik. Dengan kata lain, humor dapat menjadi semacam "obat" yang alami dan menyenangkan untuk kesehatan mental kita.
Jadi, jangan ragu untuk memasukkan humor dalam kehidupan sehari-hari. Selain membuat hari lebih ceria, humor juga bisa membantu kita menjaga kesehatan mental.
Mencapai Keseimbangan dalam Menggunakan Humor
Seperti halnya bumbu dapur, humor adalah alat yang kuat namun perlu digunakan dengan bijak. Terlalu banyak humor dapat merusak komunikasi dan merendahkan makna pesan yang ingin disampaikan. Di sisi lain, kurangnya humor dapat membuat komunikasi menjadi kaku dan membosankan.
Keseimbangan dalam menggunakan humor adalah kunci. Sebagai individu, kita perlu belajar bagaimana memasukkan humor dalam komunikasi tanpa merusak esensi dari pesan yang ingin disampaikan. Dan sebagai bagian dari masyarakat, kita perlu memahami bagaimana humor dapat berfungsi sebagai jembatan emosional yang menghubungkan kita dengan orang lain.
Ingat, humor bukanlah tujuan akhir, melainkan alat yang dapat membantu kita mencapai tujuan tersebut. Dengan memahami dan menggunakan humor dengan bijak, kita bisa membangun hubungan yang lebih baik dengan orang lain dan menjalani hidup yang lebih bahagia.
Referensi:
- Freud, Sigmund. (1928). Humor. International Journal of Psychoanalysis, 9, 1-6.
- Martin, R. A., Puhlik-Doris, P., Larsen, G., Gray, J., & Weir, K. (2003). Individual differences in uses of humor and their relation to psychological well-being: Development of the Humor Styles Questionnaire. Journal of Research in Personality, 37, 48--75.
Petrides, K. V., Vernon, P. A., Schermer, J. A., Veselka, L., & Saucier, G. (2009). Trait emotional intelligence and the dark triad traits of personality. Twin Research and Human Genetics, 12(1), 35-41.
Berk, L. S., Tan, S. A., Fry, W. F., Napier, B. J., Lee, J. W., Hubbard, R. W., ... & Eby, W. C. (1989). Neuroendocrine and stress hormone changes during mirthful laughter. The American journal of the medical sciences, 298(6), 390-396.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI