Memaafkan: Tantangan berat atau justru langkah paling berani dalam hidup? Simak lebih lanjut di sini!
Rumput tetangga selalu tampak lebih hijau. Begitu pula dengan masalah kita dan orang lain. Terkadang, kita merasa masalah kita lebih berat, lebih rumit, dan lebih sukar dicerna. Apalagi kalau masalah itu ada kaitannya dengan perasaan disakiti atau merasa bersalah. Ya, dua hal yang kerap membuat kita pusing tujuh keliling: memaafkan dan menerima maaf. Apa pasal? Yuk, kita kupas tuntas!
Unjuk Gigi ke Realitas: Kenapa Mengampuni Itu Berat?
Nah, kalian tahu nggak sih, sebenarnya banyak dari kita yang merasa berat untuk memaafkan? Alasannya macam-macam, mulai dari rasa sakit yang mendalam, hingga ego yang membara. Psikologi mencoba menjelaskan ini dengan konsep yang disebut “bias konfirmasi”. Bias konfirmasi ini adalah kecenderungan kita untuk mencari dan menafsirkan informasi yang sesuai dengan keyakinan atau pendapat yang sudah kita miliki sebelumnya. Jadi, kalau kita merasa sakit atau dikhianati, kita akan cenderung mencari bukti yang membenarkan rasa sakit tersebut.
Makanya, proses memaafkan jadi terasa berat. Selain itu, faktor ego juga ikut andil. Coba bayangkan, siapa yang mau dikatakan salah, terlebih lagi jika itu berarti harus memaafkan orang lain yang kita rasa telah salah? Ego kita menginginkan pengakuan, dan memaafkan bisa terasa seperti kekalahan. Ini juga berlaku sebaliknya, ketika kita merasa kesalahan ada di pihak kita dan kita harus menerima maaf orang lain.
Namun, bagaimana kalau kita lihat dari sisi lain, bahwa memaafkan bukanlah tanda kelemahan, melainkan kekuatan? Betul, ini bisa jadi sesuatu yang baru dan mungkin terasa aneh. Tapi, kalau dipikir-pikir lagi, memaafkan dan menerima maaf adalah bagian dari proses belajar dan tumbuh sebagai individu.
Terima, Maafkan, dan Tumbuh: Mengubah Paradigma
Lantas, bagaimana caranya mengubah paradigma tersebut? Salah satu cara yang bisa dicoba adalah dengan melakukan reframing. Reframing adalah teknik psikologi dimana kita berusaha melihat situasi dari sudut pandang yang berbeda. Jadi, kalau biasanya memaafkan dianggap sebagai tanda kelemahan, coba deh kita lihat sebagai tanda kekuatan.
Pada akhirnya, memaafkan bukan berarti melupakan atau membiarkan diri kita terus menderita. Memaafkan adalah proses di mana kita melepaskan beban emosi negatif yang telah menumpuk dan berubah menjadi rasa sakit. Dengan memaafkan, kita bisa menemukan kedamaian dan merasa lebih lega.
Menerima maaf juga sejatinya adalah proses yang sama. Kita tidak perlu merasa rendah atau malu ketika menerima maaf. Justru, kita bisa melihat ini sebagai kesempatan untuk belajar dan tumbuh. Dengan begitu, kita akan menjadi lebih bijaksana dan matang.