Mohon tunggu...
Den Reza Alfian Farid
Den Reza Alfian Farid Mohon Tunggu... Lainnya - Digital Marketer

Terkadang ku lupa pernah berpikir apa.

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Bagaimana Social Comparison Theory Memengaruhi Rasa Percaya Diri Kita?

16 Juli 2023   19:00 Diperbarui: 17 Juli 2023   02:53 510
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Photo by Christopher Campbell on Unsplash

'Social Comparison Theory' mempengaruhi rasa percaya diri? Simak pembahasan serunya dalam artikel ini.

Tentunya kita semua pernah merasa seperti sedang diukur dengan penggaris yang tidak adil, bukan? Ketika melihat orang lain yang terlihat lebih sukses, lebih cantik, atau lebih pintar, kadang kita merasa tertekan. Nah, ilmuwan sosial merumuskan fenomena ini ke dalam apa yang mereka sebut 'Social Comparison Theory'. Mari kita petakan dan uraikan apa itu dan bagaimana hal ini bisa mempengaruhi rasa percaya diri.

'Social Comparison Theory', apa itu?

Dikemukakan oleh psikolog Leon Festinger pada tahun 1954, 'Social Comparison Theory' menjelaskan bahwa manusia memiliki kecenderungan untuk membandingkan diri dengan orang lain. Kita melakukannya untuk membentuk dan memahami identitas serta mengevaluasi kemampuan dan pendapat kita.

Tidak ada yang salah dengan membandingkan. Ini alami dan manusiawi. Namun, persoalannya muncul ketika kita mulai mengandalkan perbandingan tersebut untuk menilai diri sendiri, khususnya jika kita selalu merasa kalah dalam perbandingan tersebut.

'Social Comparison Theory' menjelaskan ini melalui dua jenis perbandingan: perbandingan ke atas dan perbandingan ke bawah. Perbandingan ke atas terjadi ketika kita membandingkan diri dengan orang yang kita anggap lebih baik dalam beberapa aspek. Sementara perbandingan ke bawah adalah ketika kita membandingkan diri dengan orang yang kita anggap berada di bawah kita dalam beberapa aspek.

Pengaruh Perbandingan ke Rasa Percaya Diri

Bagaimana cara kita membandingkan diri bisa berdampak besar pada rasa percaya diri. Ketika membandingkan diri ke atas, bisa menimbulkan rasa cemas dan tidak puas dengan diri sendiri. Seringkali, perbandingan ini melahirkan rasa iri dan kekurangan.

Namun, dalam kasus yang lebih positif, bisa memicu motivasi untuk menjadi lebih baik dan berkembang. Pada akhirnya, efek perbandingan terhadap rasa percaya diri sangat bergantung pada bagaimana kita memahami dan menangani perbandingan tersebut.

Perbandingan ke bawah, meskipun tampaknya bisa meningkatkan rasa percaya diri dengan memberikan perasaan superioritas, juga memiliki sisi gelap. Bisa menciptakan rasa angkuh dan meremehkan orang lain. Belum lagi, jika selalu merasa perlu merasa lebih baik daripada orang lain untuk merasa baik tentang diri sendiri, bukankah itu berarti rasa percaya diri sebenarnya bergantung pada kelemahan orang lain?

Mengatasi 'Social Comparison Theory'

Mengatasi 'Social Comparison Theory' bukan berarti menghentikan perbandingan. Yang penting adalah bagaimana mengendalikan dan menggunakan perbandingan tersebut untuk hal yang lebih baik. Mulailah dengan menyadari bahwa setiap orang punya jalannya sendiri dan tujuan yang berbeda.

Gunakan perbandingan sebagai alat motivasi, bukan alat penyiksaan. Ketika melihat orang lain sukses, biarkan itu menginspirasi untuk mencapai tujuan, bukan membuat merasa kalah. Dan ingatlah, tidak ada yang sempurna. Semua orang punya kelemahan dan kelebihan masing-masing.

Cobalah untuk mengubah fokus dari perbandingan ke luar ke perbandingan ke dalam. Daripada membandingkan diri dengan orang lain, bandingkan dengan diri sendiri di masa lalu. Lihatlah sejauh mana perkembangan dan pertumbuhan yang sudah dicapai. Ini akan memberikan penilaian yang lebih realistis dan sehat terhadap diri sendiri.

Dampak 'Social Comparison Theory' dalam Kehidupan Sehari-hari

Di era digital saat ini, fenomena 'Social Comparison Theory' semakin mudah terjadi. Dengan media sosial, setiap orang memiliki akses untuk 'mengintip' kehidupan orang lain, yang seringkali hanya memperlihatkan sisi positif dan menarik saja.

Sebut saja Galuh, seorang remaja yang sering merasa tidak cukup cantik dan sukses dibandingkan teman-temannya di Instagram. Galuh sering merasa tidak bahagia dan kurang percaya diri. Padahal, yang Galuh lihat hanyalah momen terbaik yang dipilih teman-temannya untuk ditampilkan.

Namun, dengan menyadari adanya 'Social Comparison Theory' dan bagaimana memanfaatkan perbandingan untuk perkembangan diri, Galuh bisa menanggulangi rasa cemas dan tidak puas dengan dirinya. Galuh mulai menghargai dirinya sendiri dan menghentikan penilaian diri berdasarkan penampilan dan prestasi orang lain.

Media Sosial dan 'Social Comparison Theory'

Media sosial telah menjadi platform yang semakin memudahkan kita untuk membandingkan diri dengan orang lain. Selalu ada seseorang dengan pencapaian baru, penampilan baru, atau kehidupan yang tampak lebih baik. Ini tentu saja mempengaruhi cara pandang kita terhadap diri sendiri dan orang lain.

Misalnya, postingan tentang liburan mewah, mobil baru, atau perayaan ulang tahun yang mewah dapat membuat kita merasa tidak mencapai cukup banyak atau tidak seberuntung orang lain. Ini bisa sangat merusak rasa percaya diri dan mengganggu keseimbangan emosional kita.

Namun, penting untuk diingat bahwa apa yang kita lihat di media sosial bukanlah gambaran lengkap tentang kehidupan seseorang. Itu adalah highlight reel mereka, momen-momen terbaik yang mereka pilih untuk ditampilkan. Tidak ada yang memposting tentang hari-hari buruk mereka, keraguan mereka, atau kesalahan mereka.

Memahami Pentingnya Self-Compassion dalam Konteks 'Social Comparison Theory'

Di tengah aliran perbandingan yang konstan, satu kunci untuk menjaga rasa percaya diri adalah dengan mempraktekkan self-compassion atau belas kasihan terhadap diri sendiri. Ini berarti menerima bahwa kita manusia yang tidak sempurna dan memaafkan diri sendiri ketika melakukan kesalahan atau menghadapi kegagalan.

Self-compassion membantu kita untuk merasa lebih baik tentang diri sendiri tanpa perlu merasa superior dari orang lain. Ini berarti kita bisa merasa percaya diri dan puas dengan diri sendiri tanpa perlu membandingkan diri dengan orang lain.

Kita semua punya kelebihan dan kekurangan, dan itu bukanlah hal yang perlu ditakutkan. Yang terpenting adalah bagaimana kita memperlakukan diri sendiri dengan penuh kasih sayang dan pengertian, sama seperti bagaimana kita memperlakukan orang yang kita cintai.

Langkah Konkret untuk Mengatasi 'Social Comparison Theory'

Setelah memahami 'Social Comparison Theory' dan dampaknya terhadap rasa percaya diri, ada beberapa langkah konkret yang bisa diambil. Pertama, mulailah dengan menyadari ketika kita membandingkan diri dengan orang lain. Hanya dengan menyadari bahwa kita melakukan itu, kita sudah melangkah satu langkah maju.

Kedua, alihkan fokus kita dari orang lain ke diri kita sendiri. Apa yang bisa dilakukan untuk menjadi versi terbaik dari diri sendiri? Apa tujuan dan impian kita? Apa langkah-langkah konkret yang bisa diambil untuk mencapai tujuan tersebut?

Terakhir, praktikkan self-compassion. Ingatlah bahwa kita semua manusia yang tidak sempurna dan kita semua berjuang dengan cara kita sendiri. Memberi diri sendiri sedikit belas kasihan bisa menjadi cara yang sangat efektif untuk mengatasi 'Social Comparison Theory' dan membangun rasa percaya diri yang sehat.

Kesimpulan

'Social Comparison Theory' adalah fenomena alami yang ada dalam kehidupan manusia. Perbandingan bisa menjadi pedang bermata dua yang bisa membantu pertumbuhan atau menghancurkan rasa percaya diri. Bagaimana kita memahami dan menangani perbandingan tersebut yang menjadi kunci.

Ingat, kita adalah individu unik dengan jalannya sendiri. Tidak ada pengukuran standar yang adil untuk menilai setiap individu karena kita semua berbeda. Jadikan perbandingan sebagai alat motivasi, bukan alat untuk merendahkan diri sendiri.

Semoga artikel ini memberikan pandangan baru dan membantu dalam memahami 'Social Comparison Theory' serta bagaimana memanfaatkannya untuk hal yang lebih baik. Karena pada akhirnya, kita semua sama: manusia yang terus berusaha menjadi versi terbaik dari diri sendiri.

Referensi:

  1. Festinger, L. (1954). A theory of social comparison processes. Human Relations, 7(2), 117-140.
  2. Suls, J., Martin, R., & Wheeler, L. (2002). Social comparison: Why, with whom, and with what effect? Current Directions in Psychological Science, 11(5), 159-163.
  3. Gibbons, F. X., & Buunk, B. P. (1999). Individual differences in social comparison: development of a scale of social comparison orientation. Journal of personality and social psychology, 76(1), 129.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun