Mohon tunggu...
Den Reza Alfian Farid
Den Reza Alfian Farid Mohon Tunggu... Lainnya - Digital Marketer

Terkadang ku lupa pernah berpikir apa.

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Apa Itu "Stockholm Syndrome" dan Mengapa Hal Itu Bisa Terjadi?

11 Juli 2023   19:00 Diperbarui: 11 Juli 2023   19:02 402
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Selain itu, penting juga untuk membangun jaringan dukungan sosial yang kuat. Teman-teman dan keluarga dapat membantu korban untuk melihat situasi mereka dari perspektif yang berbeda dan memberikan dukungan emosional yang dibutuhkan.

Mari Kita Bicara Lebih Banyak Tentang 'Stockholm Syndrome'

'Stockholm Syndrome' adalah topik yang rumit dan sering disalahpahami. Tapi dengan memahami fenomena ini, kita bisa menjadi lebih empati terhadap mereka yang mungkin mengalaminya. Kita juga bisa membantu diri kita sendiri untuk menghindari jebakan 'Stockholm Syndrome' dalam kehidupan sehari-hari.

Mari kita mulai dengan berbicara lebih banyak tentang 'Stockholm Syndrome'. Kita bisa memulai diskusi di kelas, di tempat kerja, atau bahkan di media sosial. Dengan berbicara lebih banyak tentang fenomena ini, kita bisa membantu menciptakan lingkungan yang lebih aman dan mendukung bagi semua orang.

Menyimpulkan dan Melangkah Maju

'Stockholm Syndrome' adalah fenomena psikologis yang unik dan menantang. Meski tidak diakui secara resmi oleh ilmu psikologi, fenomena ini tetap penting untuk dipahami karena sering terjadi dalam kehidupan sehari-hari.

Dengan memahami 'Stockholm Syndrome', kita bisa lebih memahami bagaimana otak kita bekerja dalam situasi tekanan. Kita juga bisa lebih empati terhadap orang-orang yang mungkin mengalaminya dan membantu mereka untuk mencari solusi.

Menutup dengan Bijaksana

Kita semua adalah manusia yang memiliki kemampuan untuk empati dan mencintai. Tapi, ada kalanya empati kita digunakan dalam cara yang tidak sehat, seperti dalam kasus 'Stockholm Syndrome'.

Untuk itu, mari kita belajar untuk memahami diri kita dan orang lain dengan lebih baik. Kita bisa mulai dengan memahami fenomena seperti 'Stockholm Syndrome' dan bagaimana kita bisa mencegahnya. Kita juga bisa memulai diskusi tentang topik ini untuk membantu menciptakan lingkungan yang lebih aman dan mendukung bagi semua orang.

Referensi:

  1. Graham, D. L. R., Rawlings, E., Rigsby, R., & Le Roux, J. (2019). Loving to Survive: Sexual Terror, Men's Violence, and Women's Lives. Feminist Press at CUNY.
  2. Graham, D. L. R., & Eisenstat, S. A. (2015). Your Secret Self: Understanding Yourself and Others Using the Myers-Briggs Personality Test. Touchstone.
  3. Simpson, P. (2018). Psychopaths: Inside the Minds of the World's Most Wicked Men. Hachette UK.
  4. Adler, A. (2021). The Practice and Theory of Individual Psychology. Routledge.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun