Mohon tunggu...
Den Reza Alfian Farid
Den Reza Alfian Farid Mohon Tunggu... Lainnya - Digital Marketer

Terkadang ku lupa pernah berpikir apa.

Selanjutnya

Tutup

Nature Pilihan

Etika Lingkungan yang Buruk: Apakah Ini Penyebab Utama Banjir yang Sering Terjadi?

7 Juni 2023   19:48 Diperbarui: 7 Juni 2023   19:54 410
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Photo by Chris Gallagher on Unsplash

Saat hujan turun deras, jantung berdetak kencang. Banjir lagi! Pernah berpikir, kenapa banjir jadi rutinitas musiman? Ini bukan cuma soal curah hujan atau drainase buruk, ada faktor lain yang lebih mendalam: etika lingkungan yang buruk.

Pernahkah terpikir, mengapa setiap kali langit mengguyur bumi, banjir selalu menjadi bintang tamu yang tidak diundang? Seolah menjadi ritual tahunan, banjir selalu hadir menyapa, meninggalkan jejak yang tidak indah. Tapi, apa sebenarnya yang membuat banjir menjadi tetangga setia kita setiap musim hujan? Kita sering menyalahkan drainase yang buruk atau hujan yang terlalu deras, tapi ada faktor lain yang kerap terabaikan: etika lingkungan.

Memahami Etika Lingkungan

Berbicara tentang banjir yang sering melanda berbagai daerah, memang tidak bisa lepas dari yang namanya etika lingkungan. Sejatinya, etika lingkungan ini adalah sekumpulan norma dan nilai yang menjadi patokan dalam berinteraksi dengan lingkungan sekitar. Meski terdengar sederhana, etika lingkungan memiliki dampak yang cukup besar terhadap keberlanjutan alam.

Berawal dari diri sendiri, misalnya. Seperti halnya melemparkan sampah sembarangan, tindakan tersebut sebenarnya mencerminkan ketidakpedulian terhadap lingkungan. Ditambah lagi, ketika banyak orang yang melakukan hal serupa, bisa dipastikan lingkungan di sekitar akan jadi semakin buruk. Padahal, jika dilihat dari sudut pandang filsafat, manusia dan alam adalah satu kesatuan yang tidak bisa dipisahkan.

Jadi, jika alam merasakan dampak negatif dari tindakan manusia, pasti manusia juga akan merasakan dampaknya. Misalnya, banjir yang kerap terjadi. Memang, banjir bisa disebabkan oleh berbagai faktor, salah satunya adalah akibat dari ulah manusia sendiri yang tidak peduli terhadap lingkungan. Jadi, bisa dibilang, sikap manusia terhadap lingkungan memiliki kontribusi cukup besar terhadap bencana banjir tersebut.

Logika Banjir dan Etika Lingkungan

Dari sudut pandang logika, korelasi antara banjir dan etika lingkungan bisa dengan mudah dipahami. Sebagai contoh, pernah mendengar istilah "efek domino"? Dalam konteks ini, efek domino tersebut berawal dari tindakan melemparkan sampah sembarangan, yang kemudian memicu rangkaian peristiwa yang pada akhirnya menyebabkan banjir.

Dengan melemparkan sampah sembarangan, saluran air menjadi tersumbat. Jika hujan turun dengan intensitas tinggi, air yang seharusnya mengalir melalui saluran tersebut akan terhalang oleh tumpukan sampah. Akibatnya, air akan meluap dan menyebabkan banjir. Ini hanya salah satu contoh logis bagaimana etika lingkungan yang buruk bisa berkontribusi pada terjadinya banjir.

Dalam skala yang lebih besar, misalnya deforestasi atau penebangan hutan secara liar, dampaknya bisa jauh lebih besar. Tanpa pohon, tanah menjadi gampang terkikis dan tidak mampu menyerap air dengan baik. Akibatnya, saat hujan turun, air akan mengalir dengan bebas dan bisa mengakibatkan banjir.

Refleksi Anak Muda Indonesia

Kini, pertanyaannya adalah bagaimana kita, generasi muda Indonesia, bisa memberikan kontribusi dalam menjaga etika lingkungan? Untuk menjawab pertanyaan ini, mungkin perlu sedikit refleksi tentang bagaimana seharusnya sikap dan tindakan kita terhadap lingkungan. Sebagai generasi penerus, tentunya kita tidak ingin melihat negeri tercinta ini semakin terpuruk karena bencana banjir yang terus menerus terjadi, bukan?

Berangkat dari refleksi tersebut, kita bisa mulai dari hal-hal kecil seperti tidak membuang sampah sembarangan. Kemudian, kita bisa mengajak orang-orang di sekitar untuk melakukan hal yang sama. Tak hanya itu, kita juga bisa mulai membiasakan diri menggunakan produk-produk ramah lingkungan.

Memikirkan Solusi: Konsep Lingkungan Hijau

Selain itu, memikirkan solusi untuk mengatasi permasalahan banjir juga bisa menjadi tindakan nyata kita dalam menjaga etika lingkungan. Sebagai contoh, konsep lingkungan hijau. Salah satu cara untuk menerapkan konsep ini adalah dengan melakukan penanaman pohon. Sejatinya, pohon berperan penting dalam siklus air, di mana mereka dapat membantu menyerap air hujan sehingga mencegah terjadinya banjir.

Selain penanaman pohon, konsep lingkungan hijau juga mencakup penggunaan energi terbarukan dan pengelolaan sampah yang baik. Dengan mengaplikasikan konsep ini, kita bisa membantu meminimalisir dampak negatif terhadap lingkungan, salah satunya banjir.

Menciptakan Perubahan: Aksi Nyata untuk Lingkungan

Pada akhirnya, perubahan hanya bisa terjadi jika ada aksi nyata. Sebab, seperti pepatah yang sering kita dengar, aksi lebih berarti daripada sekedar kata-kata. Jadi, sudah saatnya kita, generasi muda Indonesia, beraksi untuk menjaga etika lingkungan.

Aksi nyata yang bisa kita lakukan bisa beragam, mulai dari kebiasaan sehari-hari hingga aksi berskala besar seperti kampanye lingkungan. Contoh aksi sehari-hari adalah seperti yang sudah disebutkan sebelumnya, yaitu tidak membuang sampah sembarangan dan menggunakan produk ramah lingkungan. Sedangkan contoh aksi berskala besar adalah seperti melakukan penanaman pohon secara massal atau bahkan membuat kampanye lingkungan yang melibatkan banyak orang.

Mengubah Cara Pandang: Etika Lingkungan untuk Masa Depan

Melihat dari sudut pandang yang lebih luas, menjaga etika lingkungan bukan hanya tentang mencegah banjir. Lebih dari itu, etika lingkungan adalah tentang bagaimana kita, sebagai manusia, menjaga keberlanjutan hidup di bumi ini. Jadi, etika lingkungan sebenarnya adalah soal bagaimana kita menjaga masa depan kita sendiri.

Sebagai generasi muda, tentunya kita tidak ingin masa depan kita nanti penuh dengan bencana alam, bukan? Oleh karena itu, sudah saatnya kita beraksi untuk menjaga etika lingkungan. Mulai dari diri sendiri, lalu ajak orang-orang di sekitar untuk melakukan hal yang sama supaya masa depan kita nanti lebih baik. Karena pada akhirnya, perubahan besar selalu dimulai dari hal-hal kecil.

Penutup: Jadi, Siapa yang Harus Bertanggung Jawab?

Kembali ke pertanyaan awal: Apakah etika lingkungan yang buruk ini penyebab utama banjir yang sering terjadi? Jika melihat dari penjelasan sebelumnya, jelas bahwa etika lingkungan yang buruk memang berkontribusi besar terhadap terjadinya banjir. Namun, yang perlu digarisbawahi di sini adalah bahwa etika lingkungan itu berawal dari sikap dan tindakan kita sendiri.

Maka, dalam konteks ini, kita semua punya tanggung jawab untuk menjaga etika lingkungan. Tidak hanya pemerintah atau organisasi lingkungan, tapi juga kita sebagai individu. Jadi, marilah kita mulai dari diri sendiri. Mari mulai menjaga etika lingkungan supaya bencana banjir bisa diminimalisir.

Banjir mungkin bukan masalah yang bisa diatasi dalam waktu singkat. Namun, jika kita semua bergerak bersama, yakinlah bahwa perubahan pasti bisa terjadi. Jadi, sudah siap untuk beraksi menjaga etika lingkungan?

Referensi:

  1. Etika Lingkungan: Teori dan Aplikasi - Risnawaty Situmorang (2019)
  2. Banjir: Penyebab, Dampak, dan Solusi - Ir. Haris Supranto (2020)
  3. Pemuda dan Lingkungan: Tantangan dan Harapan - Hadi Susanto (2021)
  4. Green Environment: Konsep dan Aplikasi - Dini Susilowati (2022)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun