Mohon tunggu...
Den Reza Alfian Farid
Den Reza Alfian Farid Mohon Tunggu... Lainnya - Digital Marketer

Terkadang ku lupa pernah berpikir apa.

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Mengapa Kita Mudah Tertarik pada Tren Baru?

2 Mei 2023   19:00 Diperbarui: 2 Mei 2023   19:00 208
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tren baru sering mencuri perhatian, terutama generasi muda. Beragam faktor mempengaruhi mudahnya kita tertarik pada tren baru, seperti kebutuhan psikologis, pemikiran rasional dan emosional, dampak media sosial, hingga fungsi tren sebagai pelarian dan hiburan.

Kepentingan Psikologis dalam Menyambut Tren

Sebuah tren baru kerap kali mencuri perhatian sebagian besar orang, terutama generasi muda. Ada banyak alasan mengapa kita mudah terpikat oleh tren baru, salah satunya adalah kebutuhan psikologis. Kita ingin merasa diterima dan menjadi bagian dari kelompok sosial, sehingga mengikuti tren terbaru menjadi cara untuk menunjukkan keterlibatan kita dalam lingkungan sekitar.

Berdasarkan teori Abraham Maslow, salah satu kebutuhan manusia adalah kebutuhan sosial dan rasa memiliki. Ketika kita mengikuti tren baru, kita merasa lebih mudah berbaur dan berkomunikasi dengan orang lain yang memiliki kesamaan minat. Sebagai contoh, saat ada tren memakai masker kain dengan corak yang unik di tengah pandemi, kita akan merasa lebih dekat dengan orang-orang yang juga mengikuti tren tersebut.

Pemikiran Rasional vs Emosional dalam Mengikuti Tren

Ada dua pendekatan dalam mengikuti tren, yakni dengan pemikiran rasional dan emosional. Pemikiran rasional melibatkan pertimbangan yang matang dan logis sebelum mengikuti tren, sementara pemikiran emosional lebih didorong oleh perasaan dan hasrat untuk merasa diterima.

Pemikiran rasional membantu kita menilai apakah tren tersebut memiliki nilai tambah atau manfaat yang konkret. Misalnya, tren fitness dan pola makan sehat yang saat ini sedang marak. Dalam hal ini, tren tersebut memiliki manfaat nyata bagi kesehatan tubuh. Namun, ada juga tren yang muncul hanya berdasarkan popularitas, seperti tantangan memakan es krim dengan cabai rawit. Pemikiran rasional akan membantu kita menilai apakah tren seperti ini layak diikuti atau tidak.

Dampak Media Sosial dan Teknologi

Media sosial dan teknologi informasi memegang peranan penting dalam penyebaran tren baru. Dengan adanya media sosial, kita bisa dengan mudah mengakses informasi tentang tren yang sedang berkembang. Selain itu, media sosial juga menjadi sarana untuk saling berbagi pengalaman dan menunjukkan dukungan terhadap tren tersebut.

Dalam era digital ini, media sosial berfungsi sebagai amplifikasi bagi tren baru. Semakin banyak orang yang melihat dan berbicara tentang tren tersebut, semakin besar pula kesempatan tren itu untuk menjadi viral. Sebagai contoh, tren dance challenge di aplikasi TikTok yang dengan cepat menyebar ke berbagai kalangan, dari remaja hingga orang dewasa.

Tren sebagai Pelarian dan Hiburan

Mengikuti tren baru juga bisa dianggap sebagai bentuk pelarian dan hiburan. Dalam situasi yang penuh tekanan, tren baru bisa memberikan kesempatan untuk mengalihkan perhatian dan melupakan sejenak masalah yang sedang dihadapi. Tren baru seringkali menyajikan kegiatan yang menyenangkan dan menarik, sehingga mampu menciptakan suasana yang lebih ringan dan santai.

Sebagai contoh, di masa pandemi, tren menonton drama Korea menjadi populer di kalangan anak muda Indonesia. Dengan mengikuti tren ini, mereka bisa merasakan hiburan dan mengurangi stres akibat pembatasan sosial yang diterapkan. Tren ini juga memunculkan perbincangan baru tentang budaya Korea, bahkan sampai mempengaruhi gaya hidup sehari-hari.

Menggali Makna Tren dan Mempertanyakan Dampaknya

Memahami tren sebagai fenomena sosial yang kompleks sangat penting, karena kita harus bisa membedakan tren yang positif dan negatif. Untuk itu, kita perlu menggali makna yang lebih dalam dari tren tersebut dan mempertanyakan dampak yang mungkin timbul.

Misalnya, tren belanja online yang semakin marak, sejalan dengan perkembangan teknologi dan kebutuhan praktis masyarakat. Di satu sisi, tren ini memberikan kemudahan dalam memenuhi kebutuhan, namun di sisi lain juga mendorong konsumerisme yang berlebihan. Dalam konteks ini, kita harus bijaksana dalam mengikuti tren agar tidak terjebak dalam siklus konsumsi yang tidak sehat.

Kesimpulan

Mudahnya kita tertarik pada tren baru dipengaruhi oleh berbagai faktor, mulai dari kebutuhan psikologis, pemikiran rasional dan emosional, hingga dampak media sosial dan teknologi. 

Tren baru juga menjadi sarana pelarian dan hiburan di tengah kehidupan yang penuh tekanan. Namun, penting untuk selalu menggali makna dan dampak dari tren tersebut agar kita bisa mengambil keputusan yang bijaksana dalam mengikuti atau tidak mengikuti tren tersebut.

Dalam menghadapi tren baru, kita perlu menilai apakah tren tersebut sesuai dengan nilai-nilai dan kepentingan yang kita miliki. Jangan terjebak dalam tren yang hanya mengejar popularitas, namun pertimbangkan juga dampak jangka panjang yang mungkin ditimbulkan. Seperti pepatah bijak mengatakan, "Ikutlah tren yang baik, dan buatlah tren yang lebih baik lagi."

Referensi:

  1. Maslow, A.H. (1943). A theory of human motivation. Psychological Review, 50(4), 370-396.
  2. Fiske, S.T., & Taylor, S.E. (2013). Social cognition: From brains to culture (2nd ed.). London: Sage.
  3. Kim, J., & Johnson, K.K. (2016). Power of consumers using social media: Examining the influences of brand-related user-generated content on Facebook. Computers in Human Behavior, 58, 98-108.
  4. Kahneman, D. (2011). Thinking, fast and slow. New York: Farrar, Straus and Giroux.
  5. Statista Research Department. (2021). E-commerce market value in Indonesia 2016-2020. Retrieved from https://www.statista.com/statistics/634032/e-commerce-market-value-indonesia/

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun