Mohon tunggu...
Den Reza Alfian Farid
Den Reza Alfian Farid Mohon Tunggu... Lainnya - Digital Marketer

Terkadang ku lupa pernah berpikir apa.

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Jadilah Orang yang Banyak Diam di Antara Mereka

15 April 2023   09:00 Diperbarui: 17 April 2023   04:06 514
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Seperti pepatah kuno yang digembar-gemborkan oleh Laozi, filsuf Taoisme yang bijaksana, "orang yang tahu tidak banyak bicara; orang yang banyak bicara tidak tahu." Tidak ada yang bisa menyangkal betapa relevannya pepatah ini di era digital yang penuh hiruk-pikuk dan kebisingan ini. Dalam artikel ini, kita akan membahas alasan mengapa menjadi "orang yang banyak diam diantara mereka" itu penting dan bagaimana filsafat serta referensi keilmuan lain mendukung pandangan ini.

Di dunia di mana setiap orang memiliki akses ke media sosial, menjadi sangat mudah untuk berbicara, berdebat, dan mengeluarkan pendapat sepanjang hari. Namun, terkadang kebijaksanaan yang sebenarnya terletak pada mengurangi bicara dan meningkatkan kualitas pendengaran. Seperti yang diungkapkan oleh filsuf Yunani Epiktetus, "kita memiliki dua telinga dan satu mulut, sehingga kita bisa mendengar dua kali lebih banyak daripada berbicara."

Pertama, kita perlu memahami bahwa diam memiliki kekuatan yang mengesankan. Dalam karya epik "The Art of War" karya Sun Tzu, ada ungkapan "jadilah misterius seperti gunung, tenang seperti air". Dengan menjaga kerahasiaan dan keheningan, kita dapat mengelola informasi dan taktik dengan lebih baik. Diam juga merupakan cara untuk mengasah kewaspadaan, sehingga kita bisa meresapi situasi sebelum bereaksi.

Kedua, diam memungkinkan kita untuk lebih peka terhadap perasaan dan kebutuhan orang lain. Dalam filsafat Budha, konsep "upaya" atau kebijaksanaan yang mampu merasakan kebutuhan orang lain dijelaskan sebagai salah satu elemen penting dalam mencapai pencerahan. Dengan mengurangi bicara, kita memberi ruang untuk mendengar dan memahami orang lain, sehingga kita dapat menawarkan dukungan dan bantuan yang lebih efektif.

Ketiga, diam membantu kita menghindari konflik yang tidak perlu. Sigmund Freud, pendiri psikoanalisis, menyatakan bahwa "tidak ada yang lebih merusak hubungan antarmanusia daripada kata-kata yang diucapkan tanpa berpikir." Dengan menjadi "orang yang banyak diam diantara mereka", kita dapat menghindari konflik yang timbul dari kesalahpahaman dan perbedaan pendapat yang tidak perlu.

Keempat, diam memberikan kesempatan untuk merenung dan mengembangkan kebijaksanaan. Filsuf Prancis Blaise Pascal pernah mengatakan, "Semua masalah manusia berasal dari ketidakmampuan mereka untuk duduk dengan tenang dalam sebuah kamar seorang diri." Ketika kita memilih untuk diam, kita memiliki kesempatan untuk merenung, mempelajari, dan mengevaluasi pemikiran kita sendiri. Ini pada gilirannya, dapat meningkatkan pemahaman dan kebijaksanaanaan kita terhadap dunia dan orang-orang di sekitar kita.

Kelima, menghargai keheningan membantu kita menjaga kesehatan mental dan emosional. Menurut penelitian yang dilakukan oleh para ahli psikologi, keheningan memiliki manfaat yang signifikan untuk kesehatan otak dan kesejahteraan emosional. Ketika kita banyak diam, kita memberi otak kesempatan untuk beristirahat, memulihkan diri, dan memproses informasi yang diterima. Ini sangat penting dalam menjaga keseimbangan emosional dan mengurangi stres.

Keenam, menjadi "orang yang banyak diam diantara mereka" membuat kita lebih dapat diandalkan dan dipercaya. Seperti yang dinyatakan oleh Ernest Hemingway, "Ketika orang berbicara, dengarkan dengan seksama. Kebanyakan orang tidak pernah mendengarkan." Dengan memilih untuk diam dan mendengarkan, kita menunjukkan rasa hormat kepada orang lain dan membangun kepercayaan dalam hubungan interpersonal kita.

Sekarang, tentu saja, ini bukan untuk mengatakan bahwa kita harus selalu diam dan tidak pernah mengungkapkan pendapat atau perasaan kita. Komunikasi adalah bagian penting dari kehidupan sosial manusia, dan kemampuan untuk berbicara dan mengungkapkan diri merupakan bagian integral dari pengalaman manusia. Namun, dalam konteks ini, kita perlu mencari keseimbangan antara berbicara dan mendengarkan.

Jadi, bagaimana kita bisa mulai menjadi "orang yang banyak diam di antara mereka"? Berikut adalah beberapa saran praktis:

1. Luangkan waktu untuk merenung dan meresapi suasana hati dan pikiran kita sendiri. Ini akan membantu kita memahami diri kita lebih baik dan membuat kita lebih sadar akan kebutuhan orang lain.
2. Latih keterampilan mendengarkan aktif. Ini melibatkan memberi perhatian penuh kepada pembicara, menahan diri dari menginterupsi, dan memberikan umpan balik yang konstruktif.
3. Jangan takut untuk mengambil jeda saat berbicara. Ini akan memberi kita waktu untuk merumuskan pemikiran kita dengan lebih baik dan memastikan bahwa kita menyampaikan pesan yang jelas dan efektif.
4. Ingatlah bahwa tidak semua situasi memerlukan tanggapan atau komentar. Terkadang, cukup untuk menjadi pendengar yang baik dan memberikan dukungan emosional kepada orang lain.

Dengan menggali lebih dalam ke dalam kebijaksanaan yang ditawarkan oleh para filsuf dan pemikir besar dari berbagai disiplin ilmu, kita dapat mulai memahami pentingnya menjadi "orang yang banyak diam diantara mereka." Dalam konteks saat ini, di mana kebisingan dan hiruk-pikuk kehidupan sehari-hari seringkali membuat kita sulit untuk mendengar dan memahami satu sama lain, mungkin saatnya kita memilih untuk berbicara lebih sedikit, mendengar lebih banyak, dan merenungkan kebijaksanaan yang bisa kita temukan dalam keheningan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun