Pintu depan sebuah coffee shop dibuka oleh seseorang. Iya. Tampak seorang wanita muda bernama Rani dan berumur 25 tahun masuk dengan langkah tegas. Ia langsung memilih duduk dekat jendela dan buru-buru mengeluarkan laptop dari tas ransel.
Dari layar monitor tampak aplikasi Adobe Illustrator. Lalu logo panah bergerak-gerak membentuk tubuh manusia. Tak lama ia menambahkan beberapa detail pada beberapa anggota bagian tubuh dan memberi sentuhan warna-warni pada beberapa bagian tubuh.
Kemudian seorang pramusaji datang sambil menanyakan pesanan. Rani lekas menjawab, satu cangkir kopi hitam tanpa gula.
Mendadak ponsel Rani berdering. Ia sempat melihat naman yang tertera di layar. Rio. Maka ia segera menjawab panggilan itu.
"Rani... lagi dimana?" tukas Rio panik.
Rani masih melotot ke depan monitor. "Gue lagi di coffee shop tempat gue biasa kalo kerja, cuy."
Terdengar suara Rio menelan ludah. "Oh gitu... gue samperin yah?"
Pramusaji kembali datang ke meja Rani. Namun kali ini ia sedang menaruh secangkir kopi hitam pekat tanpa gula. Dua jam berlalu. Rio tiba-tiba muncul dan lekas menduduki kursi yang berada di depan Rani. Wajahnya menegang dan tampak lipatan pada dahinya.
Kembali sang pramusaji datang sambil menanyakan Rio ingin memesan apa.
"Biasa. Espresso," pinta Rio cepat.
Dengan sigap tangan si pramusaji bergerak mencatat pesanan tamunya yang tampak panik itu. Ia kemudian menuturkan agar menunggu sebentar.
Tiba-tiba Rio menatap Rani dengan tatapan cukup intens. Namun orang yang ditatap tampak datar. Seolah-olah biar ada Guntur berkilat-kilatan di samping kanan dan kiri tidak akan berpengaruh apa-apa pada dirinya.
Benar saja Rani masih tidak bergeming sama sekali.
"Ran... liat gue bentar kek. Gua mau minta tolong pesenin tiket kereta dong!" rengek Rio sambil menguncang-nguncang tangan Rani.
Rani memberi isyarat agar Rio hening terlebih dulu. Dari isyarat itu jelas bahwa ia butuh konsentransi tinggi.
Kembali Rio hanya bisa menghela nafas panjang. Ia memang sudah mengenal baik karakter Rani. Sebab Rani bila sudah bekerja dengan fokus penuh.
Dengan terpaksa Rio membungkam mulutnya. Ia lalu memilih membuka akun Instagram lalalafest. Dari wajah itu ia tampak terkesima akibat melihat lineup yang akan tampil pada festival itu. Ada Honne, The Internet, Crush, Jeremy Passion, Sheila on 7, Project Pop, dan masih banyak lagi.
Tiba-tiba Rani menutup laptop dan berujar lembut. "Dari dulu lo itu emang gak pernah berubah yah. Masih aja lo doyan nyusain orang. Hari gini itu semua udah mudah. Ada masalah dikit, udah pasti bisa diselesaikan pake online. Makanya gue saranin lo pesan lewat Blibli aja, ya."
Seketika itu juga Rio segera duduk di samping Rani. "Oke... gua ikut aja lo aja deh. Tapi, kasih tau gue caranya dong?"
"Pertama-tama lo isi dulu kolom keberangkatan dan tujuan. Trus jangan lupa buat lo isi juga kolom tanggal kapan lo mau cabut dan balik lagi ke Jakarta. Terakhir lu tinggal klik tombol cari."
"Habis itu lo tinggal pilih mau berangkat pagi, siang, atau malam. Kalo udah selesai, jangan lupa buat pilih tipe kereta, dan atur harga tiket lo. Keren kan?"
Rio tersenyum lebar. "Keren banget, Ran!"
"Yaudah, sisanya lu isi data diri aja. Standarlah. Pas urusan bayar-membayar, lo pilih internet banking. Beres kan?"
Rio kemudian memeluk Rani dari samping. "Selesai udah perkara hidup gue. Terima kasih."
"Udah ye, gua lanjut kerja lagi nih. Soalnya gue lagi dikejar-kejar sama yayang, deadline." Rani kemudian kembali fokus bekerja.
Sementara Rio tengah membuka email lantaran mendapat e-tiket dari pihak Blibli. Ia kini benar-benar tersenyum lebar.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H