Lalu saya heran bagi deddy tidak penting anak ranking 1 di sekolah, saya sendiri setuju adanya sistem ranking di sekolah asalkan tidak ada campur tangan dari orang tua, ketika saya dulu sekolah sistem ranking masih berlaku, dan tidak ada orang tua kami yang turut campur tangan, hasilnya membuat persaingan yang sehat antar kami pada saat itu, metode ranking ini tidak ada bedanya dengan orang yang bertanding di suatu kejuaraan, tentu yang dicari siapa juara 1, 2 dan 3 kan.
Kalau terbentuk persaingan yang sehat di kelas maka berlakulah “sainganmu adalah sahabatmu di kelas”, dan indah sekali punya sahabat yang berlomba-lomba dalam kebaikan. Sistem ranking yang saya pandang rusak kalau orang tua sudah masuk ikut campur menentukan tentang ranking, apalagi kalau ada orang tua yang memanfaatkan kedudukannya, saya sendiri menentang hal ini, dan ternyata cukup banyak terjadi, sehingga saya juga memahami bilamana ada sekolah yang tidak menerapkan sistem ranking. Tetapi bukan berarti sistem ranking tidak baik, tergantung gurunya / sekolahnya saja yang mengelola.
Ada satu hal yang saya setujui dari perkataan deddy, yaitu mengenai orang tua yang terlalu menuntut kepada anaknya untuk berprestasi di sekolah. Saya sudah mengalami sebagai anak dan sedang menempuh jalan sebagai orang tua. Saya paham kalau ada orang tua yang merasa bagaimana dulu sulitnya dia bersekolah, bagaimana sulitnya dulu dia belajar atau bagaimana sulitnya dulu dia juga mau mendapat nilai bagus disekolah, sehingga ketika dia menjadi orang tua, dia tidak ingin anaknya kesulitan dalam belajar. Akhirnya anaknya dileskan banyak mata pelajaran diluar jam sekolah, anaknya dituntut “pintar” dalam mata pelajaran sekolah, akhirnya ada anak yang stress, tapi kita juga tidak bisa menutup mata ada juga anak yang berhasil, Cuma memang dalam kacamata orang lain anak tersebut terlalu terbebani dengan keinginan orang tua, terlalu terbebani dengan kesuksesan menurut orang tua.
Mungkin maksud orang tua tersebut adalah “Nak kamu bisa jadi ranking 1, apapun yang kamu butuhkan untuk mencapai ranking 1 pasti ibu sediakan, jangan seperti ibu sekolah dulu, mau ini itu supaya pintar gak ada yang bisa sediakan”. Jadi memang qadha dan qadar masing-masing orang itu berbeda-beda. Tapi itulah manusia, masing2 punya permasalahan hidup sendiri yang unik dan tidak sama dengan yang lain. Ada yang mau belajar tapi tidak bisa disupport, hanya bisa disuruh kerja membantu orang tua. Ada yang bisa disupport dan difasilitasi untuk belajar, eh malah maunya kerja, atau malah maunya main, atau malah lebih senang beladiri seperti anaknya deddy corbuzier kan.
Jadi saya memahami maksud Deddy yang tidak suka terhadap orang tua yang terlalu menuntut anaknya sehingga mengatakan “Sukses tidak bisa dibentuk oleh orang tua”, tapi jangan lupa atas dukungan dan ridha orang tua lah maka kita bisa sukses. Apapun sukses yang telah kita capai.
Deddy juga meremehkan lulusan S1 yang kerjanya “tidak nyambung”, masih kerja sebagai SPG, apa salahnya? Jutaan lulusan S1 itu artinya tingkat pendidikan bangsa ini makin naik, kalau lapangan kerja belum sanggup menampung ya bukan salah yang lulus… sama aja kerjaan artis dan pesulap juga banyak yang mau tapi juga jumlah yang gagal lebih banyak daripada yang berhasil kan?
Akhir kata, menilai suatu sistem tidak bisa dari satu sudut pandang saja, apa yang deddy corbuzier lakukan pada anaknya adalah ikhtiar dia sebagai orang tua kepada anaknya, toh hasil deddy mendidik anaknya belum bisa dinilai sukses karena perjalanan anaknya masih panjang, sehingga menjadi terlalu dini bagi seorang deddy corbuzier untuk mengatakan sekolah itu gak berguna, sekolah itu naik kelas syukuri, gak naik kelas gak masalah, nilai ujian baik syukuri, gak baik gak masalah, berpendidikan tinggi itu tidak menjamin sukses.
Sekolah dengan baik adalah bukti keseriusan menghadapi tantangan.
Orang sukses umumnya berpendidikan tinggi.
Semoga anak-anak Indonesia makin rajin sekolah, mencari ilmu setinggi-tingginya, berprestasi, dan berpendidikan tinggi, sehingga kita punya banyak Habibie-Habibie muda, Djuanda-djuanda muda bahkan Moehammad Hatta muda yang siap menggantikan orang-orang yang banyak keliru saat ini. Semoga saya dan anda menjadi orang tua yang bisa membentuk generasi muda yang sukses dunia dan akhirat!!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H