Mohon tunggu...
Denny Yapari
Denny Yapari Mohon Tunggu... -

Lulusan Sarjana Teknik Elektro (S.T.) dari Institut Teknologi Nasional Bandung, Sarjana Hukum (S.H.) Universitas Yos Soedarso Surabaya, dan Magister Ilmu Hukum (M.H.) Universitas Narotama Surabaya. Ahli Pengadaan Nasional dan Advokat/Konsultan Hukum yang berdomisili di Kota Sorong

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Niat dan Kesengajaan dalam KUHP

28 November 2016   12:22 Diperbarui: 28 November 2016   12:48 16236
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Bahwa berdasarkan uraian diatas dapat dipahami bahwa KUHP kita hanya mengenal 2 macam bentuk kesalahan yang melanggar hukum pidana yaitu kesengajaan (dolus, opzet, vorzatz atau intention) dan kealpaan/kalalaian (culpa, onachtzaamheid, fahrlassigkeit atau negligence). Sebenarnya kesalahan ini perlu diuraikan lagi unsur-unsurnya karena nantinya akan membahas tentang pertanggungjawaban pidana pada pelaku. Namun sesuai dengan tujuan penulisan kita di awal maka kita batasi saja pada kesengajaan saja.

Apakah yang dimaksud dengan kesengajaan? KUHP kita tidak memberikan definisi mengenai hal tersebut. Petunjuk untuk mengetahui arti kesengajaan dapat dilihat dalam Memory van Toelichthing (MvT) sewaktu Menteri Kehakiman pada waktu mengajukan Crimineel Wetboek/wetboek van strafrecht tahun 1881 (kemudian menjadi Kitab Undang – Undang Hukum Pidana /KUHP tahun 1951), disebutkan bahwa “Pidana pada umumnya hendaknya dijatuhkan hanya pada barang siapa melakukan perbuatan yang dilarang, dengan dikehendaki dan diketahui”. Berdasarkan pengertian tersebut, kesengajaan diartikan sebagai : “menghendaki dan mengetahui” (willens en wetens). Artinya, seseorang yang melakukan suatu tindakan dengan sengaja, harus menghendaki serta menginsafi tindakan tersebut dan/atau akibatnya. Jadi dapatlah dikatakan, bahwa sengaja berarti menghendaki dan mengetahui apa yang dilakukan. Orang yang melakukan perbuatan dengan sengaja menghendaki perbuatan itu dan disamping itu mengetahui atau menyadari tentang apa yang dilakukan itu dan akibat yang akan timbul daripadanya. Disini muncul lagi 2 (dua) kata kunci baru yaitu menghendaki dan mengetahui, apakah yang dimaksud menghendaki  dan mengetahui?

Terdapat 2 teori dalam ilmu pengetahuan hukum pidana tentang kesengajaan yang berisi menghendaki dan mengetahui, yaitu :

1). Teori kehendak (wilstheorie)

Teori kehendak diajarkan oleh Von Hippel (Jerman) dengan karangannya tentang “Die Grenze von Vorzatz und Fahrlassigkeit” 1903 menerangkan bahwa sengaja adalah kehendak untuk membuat suatu perbuatan dan kehendak untuk menimbulkan akibat dari perbuatan itu, dengan kata lain apabila seseorang melakukan perbuatan yang tertentu, maka kehendak orang tersebut adalah menimbulkan akibat atas perbuatannya, karena ia melakukan perbuatan itu justru karena ia menghendaki akibatnya, ataupun hal ikhwal yang menyertai.

2). Teori pengetahuan / membayangkan (voorstellingtheorie)

Teori pengetahuan/dapat membayangkan/persangkaan yang diajarkan oleh Frank(Jerman) dengan karanganya tentang “Vorstelung un Wille in der Moderner Doluslehre” 1907, menerangkan bahwa tidaklah mungkin sesuatu akibat atau hal ikhwal yang menyertai itu tidak dapat dikatakan oleh pembuatnya tentu dapat dikehendakinya pula, karena manusia hanya dapat membayangkan/menyangka terhadap akibat atau hal ikhwal yang menyertai. Untuk memperjelas teori ini, umumnya digunakan ilustrasi : seseorang yang hendak membunuh orang lain, lalu menembakkan pistol dan pelurunya meletus ke arah sasaran orang yang dituju, maka perbuatan menembak itu dikehendaki oleh si pembuat, akan tetapi akibatnya belum tentu timbul sebagaimana kehendak orang tersebut, misal saja karena pelurunya meleset justru mengenai orang lain yang tidak dituju. 

Oleh karena itu menurut teori pengetahuan, pelaku tindak pidana tidak harus menghendaki akibat perbuatannya melainkan hanya dapat membayangkan/menyangka (voorstellen) bahwa akibat perbuatannya itu akan timbul sudah cukup untuk menyatakan pelaku “menghendaki dan mengetahui”.

 De voorstellingstheorie dari Frank menjadi teori yang banyak penganutnya, dan oleh prof. Moeljatno untuk teori ini diikuti jalan pikiran bahwa voorstellingstheorie lebih memuaskan karena dalam kehendak dengan sendirinya diliputi pengetahuan (gambaran) dimana seseorang untuk menghendaki sesuatu lebih dahulu sudah harus mempunyai pengetahuan (gambaran) tentang sesuatu itu, lagi pula kehendak merupakan arah, maksud atau tujuan, hal mana berhubungan dengan motif (alasan pendorong untuk berbuat) dan tujuannya perbuatan.

Sebagai penguat teori kesengajaan, dapat pula ditinjau berdasarkan sifatnya, dimana kesengajaan dibagi menjadi 2 (dua) yaitu kesengajaan berwarna (gekleurd) dan kesengajaan tidak berwarna (kleurloos).

1). Kesengajaan berwarna (gekleurd)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun