Pagi itu, sinar matahari bersinar cerah setelah beberapa hari sebelumnya mendung senantiasa menggelayuti langit Kota Bandung dan menghalangi pancaran mentari. Ada pemandangan lain di kebun binatang bandung (KBB) saat itu. Sejumlah kursi bersarung putih berderet rapi di blok sangkar burung, khususnya di depan sangkar besar yang dihuni oleh puluhan burung kerak kerbau ((Acridotheres javanicus) atau yang biasa di kenal sebagai burung jalak kebo.
Burung dengan ciri khas bulu berwarna abu abu tua atau ungu kehitaman (cenderung hampir hitam) ini termasuk dalam Spesies burung familia jalak  dengan daerah sebaran di wilayah Asia Timur, Asia Tenggara dan Kepulauan Indonesia bagian barat.
Rasa penasaran terus berkecamuk dalam hati, ketika sejumlah orang wara wiri seperti sedang menyiapkan sesuatu. Namun rasa penasaran itupun beransur menguap seperti air embun di ujung dedaunan saat tersinari matahari saat sebuah spanduk terbentang dan menginformasikan hari itu aka nada pelepasliaran puluhan burung jalak kebo.
Tak berapa lama waktu berselang, rombongan Walikota Bandung Ridwan Kamil, bersama BKSDA Jabar, Susetyo Iriono dan Pembina Kebun Binatang Bandung Tony Sumampau nampak berjalan cepat sambil sesekali melihat sejumlah kandang berisi hewan koleksi KBB, hingga akhirnya tiba lokasi acara.
Meski sederhana, namun ada esensi mendalam dari balik  pelepasliaran puluhan burung jalak kebo ini yaitu mengembalikan populasi burung di alam bebas Kota Bandung. Apalagi Kota Bandung menjadi salah satu kota yang menjadi jalur migrasi ribuan burung dari wilayah utara seperti jepang dan china.
Sehingga tidak menutup kemungkinan kedepannya jika lingkungan dan habitat burung di Kota Bandung terjaga dan terpelihara dengan baik bukan tidak mungkin akan menjadi daya tarik tersendiri bagi turis mancanegara maupun domestik khususnya para pecinta burung untuk menghabiskan waktu di Kota Bandung untuk mengamati migrasi burung.
Menurut Pembina Yayasan Kebun Binatang Bandung (KBB), Tony Sumampau, menyatakan bahwa tujuan dari pelepasliaran burung jalak kebo ini merupakan salah satu bentuk dukungan dari yayasan KBB pada kampanye aliansi para pecinta burung berkicau di luar negeri yang mencanangkan mulai 22 september 2017 sampai 22 september 2018 mengaktifkan silent forest.
"meski bermakna tidak mau menjadikan hutan itu sunyi, namun tujuannya untuk membangkitkan burung dilepas sehingga hutan itu tidak sunyi" ungkapnya saat di temui beberapa waktu lalu sebelum acara pelepasanliar ini terjadi hari ini, sabtu (18/11/2017)
Masih dalam perbincangan tersebut, Tony menerangkan, ini awal pertama sekali lepas 40 (Jalak Kebo), nanti selanjutnya kami tangkap lagi burung spesies berbeda. Lalu nanti hasilnya kita lepas. Kita lepas satu spesies dulu, biar berkelompok. Ungkapnya dalam perbincangan yang difasilitasi oleh marcom KBB Sulhan safei itu.
Sebagai informasi, burung dengan ukuran sedang (25 Cm) ini, hidup dalam kelompok besar atau kecil. Sebagian besar mencari makan dipadang rumput, lahan pertanian bahkan daerah pemukiman penduduk. Menurut cerita orang tua dulu, jalak kebo ini, senang bertengger di punggung kerbau sambil mencari kutu kutu yang menempel di tubuh kerbau, sehingga dinamakan jalak kebo. Burung ini pun senang mencari makanan di tanah, dan makanan apapun langsung disantapnya.
Sejumlah pertanyaan terus menari menari dalam benak ini, salah satunya adalah kehawatiran upaya pelepasliaran burung jalak kebo oleh KBB dan Pemkot Bandung ini ternodai oleh tangan tangan pemburu burung liar.
Menjawab hal itu, Tony pun menjelaskan bahwa burung yang dilepaskan tersebut di pasang semacam ring untuk menghindari penangkapan liar.
"ring ini untuk merekam kalau ada yang ambil, kami bisa scan, siapa yang ambil. Sehingga dengan cara ini, kebun binatang bisa terus memonitor burung jalak kebo setelah di lepasliarkan.
Tony menambahkan, ke depan akan memaksimalkan peran zoo educator untuk memberikan edukasi kepada masyarakat. seperti mensosialisasikan jenis burung apa yang diperbolehkan untuk dijual maupun yang tidak boleh dijual.
Disadari atau tidak, keberadaan burung liar di indonesia sepertinya sudah semakin langka, habitat mereka terdesak olah aktivitas keseharian kita. Jika mengutip pernyataan dari Tony tidak ada salahnya untuk dilakukan,
"Burung berkicau yang ada di alam kan sudah langka, jadi mari kita jangan terus ambil dari alam. Tapi kita tangkar, dan kembalikan ke alam" pungkasnya menutup perbincangan.
Semoga tidak hanya langit di Kota Bandung yang kembali riuh rendah akan cuitan burung berkicau di langit bebas, tapi juga di langit kota yang ada di Indonesia sehingga habibat burung di Indonesia kembali sehat serta tidak lagi masuk dalam kategori masuk daftar merah International Union for the Conservation of Nature and Natural Resources. Semoga......
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H