"Jika otak saya yang tidak bisa memahami eksistensi surga dan neraka secara logika, lalu bagaimanakah dengan hati ini? Mampukah memahami eksistensinya?"
"Ya!! hati saya mampu mempercayai eksistensinya!!", jawaban spontan yang keluar dari hati kecil saya.
Namun disini saya menemukan kelimbungan antara hati dan logika, sampai saat tulisan ini dipostkan, saya belum menemukan keselarasan hati dan logika mengenai persepsi eksistensi surga dan neraka. Lalu apa yang harus saya lakukan?
Saya memilih untuk bersikap acuh tak acuh, bertindak dan bersikap selayaknya manusia namun tanpa persepsi mengharapkan imbalan surga dan takut ancaman dari neraka.
Saya akan terus melanjutkan hidup saya selama saya hidup tidak mengusik dan merugikan orang lain, menurut saya cara hidup seperti itu sudah cukup. Saya pribadi yang sosial, jika ada kerabat yang kesusahan, saya selalu ada karena saya sadar, saya tidaklah sempurna karena suatu saat saya akan membutuhkan bantuan orang sekitar.
Dan ditengah-tengah permenungan saya, ada sebuah kalimat yang tidak tahu datang darimana, seperti datang dari dalam hati kecil saya yang berbunyi, "Hitam terlalu kelam, putih terlalu bersih. Aku adalah abu-abu!!".
Saya belum memahaminya darimana dan untuk apa kata-kata tersebut muncul ke dalam diri saya, namun saya akan pegang kata-kata tersebut untuk sementara sampai saya menemukan alasan yang tepat.
Sekian, sedikit gejolak batin saya yang saya tulis, salam hangat!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H