Mohon tunggu...
denny septiviant
denny septiviant Mohon Tunggu... Politisi - Politisi PKB

Human right defender | progresive rock | Nahdliyin | photography enthusiast | Aikido practical

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop Pilihan

Perlindungan Pejuang Lingkungan adalah Urgensi Demokrasi

30 Oktober 2024   22:13 Diperbarui: 30 Oktober 2024   22:17 40
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

"Perjuangan menjaga alam adalah perjuangan kita bersama. Jika mereka yang bersuara dibungkam, masa depan kita pun ikut terancam."

Di negeri yang kaya sumber daya alam, para pejuang lingkungan hidup di Indonesia tidak hanya berhadapan dengan kerusakan ekosistem, tetapi juga ancaman dari jeratan hukum. Walau konstitusi menjamin hak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat, realitas di lapangan berkata lain. Setiap suara kritis sering kali dibungkam lewat gugatan hukum---fenomena yang dikenal sebagai SLAPP (Strategic Lawsuit Against Public Participation). Dalam konteks ini, kebijakan Anti-SLAPP diharapkan menjadi pelindung terakhir, meski di Indonesia masih tergolong lemah dan terbatas.

Memerangi SLAPP

SLAPP adalah taktik hukum untuk menekan atau mengintimidasi mereka yang menentang atau mengkritik kebijakan atau tindakan merusak lingkungan oleh korporasi dan pejabat publik. Catatan Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) menyebutkan, lebih dari 1.131 aktivis lingkungan hidup dan masyarakat kecil menjadi korban kekerasan dan kriminalisasi selama satu dekade terakhir. Kasus-kasus ini umumnya terjadi di sektor pertambangan, perkebunan, dan proyek strategis nasional yang kerap berbenturan dengan kepentingan masyarakat setempat.

UU No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (PPLH) sebenarnya sudah mengamanatkan melalui Pasal 66 bahwa setiap orang yang memperjuangkan hak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat tidak dapat digugat secara perdata maupun pidana. Namun, kenyataan berbicara lain. Aktivis lingkungan Daniel Tangkilisan di Karimunjawa dan pegiat lain seperti Haris Azhar dan Fatia Maulidiyanti adalah bukti kegagalan pasal ini untuk melindungi mereka.

Ratio Legis Anti-SLAPP

Inti dari kebijakan Anti-SLAPP adalah menjamin partisipasi publik dalam melestarikan lingkungan tanpa harus takut dengan ancaman hukum. Ini adalah manifestasi kebebasan berpendapat yang dijamin oleh konstitusi. Sayangnya, di kalangan aparat penegak hukum, kebijakan ini belum dipahami secara menyeluruh. Akibatnya, pejuang lingkungan kerap kali tetap diproses dan bahkan dihukum, meski niat mereka jauh dari tindakan kriminal.

Prof. Dr. M. Syarifuddin, Ketua Mahkamah Agung, menyoroti rendahnya pemahaman aparat penegak hukum terkait Anti-SLAPP sebagai permasalahan serius. Hal ini diperburuk dengan kurangnya instrumen hukum teknis, seperti peraturan menteri atau pedoman peradilan yang komprehensif. Akibatnya, praktik penegakan hukum lingkungan menjadi berbelit dan cenderung bias pada kepentingan korporasi.

Pembelajaran dari Negara Lain

Pakar hukum lingkungan Indonesia, Mas Achmad Santosa, menyarankan agar Indonesia mencontoh negara lain, seperti California di Amerika Serikat yang memiliki aturan Anti-SLAPP yang kuat. Di sana, SLAPP diakui secara luas sebagai bentuk pelanggaran terhadap kebebasan sipil, dengan mekanisme pengadilan yang memungkinkan untuk memutuskan kasus lebih awal demi mencegah efek pembungkaman.

Di Amerika Serikat, peraturan Anti-SLAPP tidak hanya berlaku dalam perkara lingkungan, tetapi mencakup berbagai isu yang berkaitan dengan kebebasan berbicara. Misalnya, seseorang yang digugat atas kritik yang dilindungi oleh Konstitusi dapat melawan balik melalui mekanisme "SLAPPBack", yang memungkinkan penggugat balik menuntut pelapor SLAPP.

Tantangan dan Langkah Strategis

Penelitian yang dilakukan oleh Lembaga Kajian dan Advokasi Independensi Peradilan (Leip) menunjukkan, ketidakseragaman dalam penerapan kebijakan Anti-SLAPP menjadi masalah besar di Indonesia. Hakim sering kali berbeda pandangan mengenai penerapan Anti-SLAPP, dan banyak kasus yang tidak diakui sebagai SLAPP karena kurangnya regulasi yang spesifik. Oleh karena itu, dibutuhkan regulasi teknis yang lebih menyeluruh dan program pelatihan bagi aparat penegak hukum.

Untuk memperkuat kebijakan ini, pemerintah perlu untuk menguatkan Peraturan dengan menerbitkan peraturan teknis dalam bentuk Peraturan Pemerintah atau undang-undang khusus untuk mengatur mekanisme operasional Anti-SLAPP. Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) telah mengeluarkan Permen LHK Nomor 10 Tahun 2024, yang memberikan kewenangan kepada Menteri LHK untuk membentuk Tim Penilai beranggotakan pihak KLHK, kementerian/lembaga terkait, pemerintah daerah, penegak hukum, dan akademisi, untuk memeriksa dan memverifikasi pengajuan pihak yang diduga mendapatkan tindakan pembalasan karena aktivitas memperjuangkan lingkungan yang sehat. Beleid ini melengkapi Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2023 dan Pedoman Jaksa Agung Nomor 8 Tahun 2022 yang sudah terbit sebelumnya. Dengan adanya Permen LHK No 10/2024, Polri juga didorong untuk mengikuti aturan tersebut atau membuat peraturan Anti-SLAPP baru di internal kepolisian. Sosialisasi aturan terbaru ini dari Kementerian lingkungan Hidup dan Kehutanan kepada kementerian dan lembaga lain juga perlu disegerakan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Vox Pop Selengkapnya
Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun