"PU-239" adalah cermin yang mengajak kita menatap tajam ke arah negara yang kita bangun bersama. Kegelapan dalam film ini bukanlah akhir, melainkan peringatan bahwa kebijakan tanpa visi dan ketidaktahuan hanya akan melahirkan kejatuhan yang tak terhindarkan.
"PU-239" adalah sebuah film produksi HBO yang disutradarai oleh Scott Z. Burns dan didasarkan pada cerita pendek karya Ken Kalfus, membawa penonton menyelami kehidupan yang suram di Rusia pasca-Soviet. Diperankan oleh Paddy Considine sebagai Timofey Berezin, film ini mengisahkan seorang teknisi di pabrik nuklir yang terpapar radiasi mematikan dan memutuskan untuk mencuri plutonium demi menjualnya di pasar gelap.Â
Keputusan mencuri tersebut setelah Timofey mengetahui dari rekan kerja yang loyal membantunya menemukan kebenaran bahwa ia terpapar radiasi seribu REM (warga Hiroshima menerima lebih sedikit). Ia mengalami keracunan radiasi akut dan hanya beberapa hari untuk hidup. REM adalah satuan paparan radiasi.Â
Tujuannya mencuri dan menjual plutonium itu hanya satu: menyelamatkan masa depan keluarganya. Bersekutu dengan Shiv (Oscar Isaac), seorang gangster kelas teri, mereka berdua terjerat dalam lingkaran perdagangan gelap senjata nuklir yang berbahaya dan penuh ketidakpastian. Dengan latar belakang Rusia era Boris Yeltsin, "PU-239"adalah sebuah kisah tentang ketidakberdayaan manusia di hadapan kekuatan kapitalisme yang brutal, kebobrokan politik, dan bahaya radiasi nuklir yang tak terduga.
Potret Kehidupan Rusia Pasca-Soviet
"PU-239" adalah kode kimia untuk Plutonium bahan utama nuklir. Digunakan sebagai judul film dengan latar belakang kehidupan Rusia di era Boris Yeltsin, ketika masyarakat menghadapi transisi politik yang penuh gejolak setelah keruntuhan Uni Soviet. Di bawah Yeltsin, Rusia sedang berjuang dengan krisis ekonomi yang parah, privatisasi besar-besaran, dan melemahnya kendali pemerintah. Dalam film ini, kita melihat bagaimana korupsi merajalela, dari level tertinggi pemerintahan hingga ke gangster jalanan. Timofey, yang hanya ingin keadilan atas kecelakaan yang menimpanya di pabrik pengayaan plutonium, terjebak dalam sistem yang sepenuhnya gagal melindungi pekerjanya. Ia dipecat dan difitnah, sementara atasan-atasannya lolos dari tanggung jawab.
Inilah realitas suram era pasca-glasnost dan perestroika. Ketika Mikhail Gorbachev meluncurkan kebijakan reformasi ini di akhir 1980-an, ia berharap membuka dan mereformasi Uni Soviet. Namun, yang terjadi adalah ketidakstabilan ekonomi dan politik yang justru makin dalam di bawah Yeltsin. Rusia yang digambarkan dalam "PU-239" penuh dengan ketidakpastian dan kemarahan, di mana masyarakat hidup dalam bayang-bayang kapitalisme liar yang menindas.
Perdagangan Gelap Senjata dan Bahaya Plutonium
Di tengah gejolak ekonomi tersebut, pasar gelap untuk senjata dan material nuklir tumbuh subur. Timofey, yang putus asa setelah menyadari bahwa hidupnya hanya tersisa beberapa hari akibat paparan radiasi, memilih jalan berbahaya: mencuri "PU-239", plutonium yang dapat digunakan untuk senjata nuklir, dan mencoba menjualnya di Moskow, dengan casing ala kadar yang dilekatkan ke tubuh-nya (jangan bayangkan casing supercanggih ala Mission Impossible dengan tingkat keamanan maksimal). Namun, sesampai di Moscow ia segera menemukan bahwa menjual senjata nuklir tidak semudah yang dibayangkan.Â
Film ini menunjukkan betapa berbahayanya pasar gelap ini, terutama di Rusia yang ketika itu tak lagi mampu mengawasi dengan ketat material nuklirnya. Negara yang pernah menjadi adidaya dengan kendali ketat atas persenjataan kini berhadapan dengan ancaman penyebaran teknologi senjata yang mematikan. "PU-239" secara efektif memotret bagaimana ketidakstabilan politik pasca-Soviet menciptakan peluang bagi aktor-aktor jahat untuk memperdagangkan barang-barang yang dapat membahayakan seluruh dunia.
Negara yang dulunya punya kendali ketat atas nuklir, kini tak lagi bisa menjamin keamanannya. Mafia berkembang, mengisi kekosongan kekuasaan dan menyulap senjata menjadi komoditas dengan harga tinggi. Di film digambarkan AK-47 dijual di kaki lima dengan perlindungan "preman pasar". Beberapa pembeli AK-47 justru kelompok separatis Chechnya. Aparat keamanan yang berjaga seolah tutup mata dengan transaksi di kaki lima itu, disitulah Timofey yang tertatih dengan penyakit radiasinya membentangkan kertas bekas kardus tertulis "PU-239" untuk dijual. Tragis.Â
Kelemahan Politik Rusia Paska Glasnost dan Perestroika
Kebijakan glasnost (keterbukaan) dan perestroika (restrukturisasi) yang dicanangkan oleh Gorbachev pada akhirnya melahirkan Rusia yang rapuh, baik dari segi politik maupun ekonomi. "PU-239" secara tidak langsung mengkritik kegagalan kebijakan ini, yang kemudian diperburuk oleh kepemimpinan Boris Yeltsin. Timofey, sebagai pekerja yang setia dan berdedikasi, hanyalah korban dari kebijakan-kebijakan yang tidak terstruktur. Pemerintah dan perusahaan nuklir yang mengabaikan keselamatan kerja mencerminkan lemahnya kontrol negara pada masa itu. Mereka lebih fokus pada pertarungan kekuasaan dan penguasaan ekonomi baru, sementara nasib rakyat kecil seperti Timofey terabaikan.
Film ini menggambarkan dengan jelas bagaimana korupsi dan ketidakpedulian terhadap kehidupan manusia menjadi ciri khas Rusia pasca-Soviet. Ini tercermin dalam karakter para pejabat pabrik yang dengan dingin menutupi kecelakaan radiasi, dan para gangster yang tanpa perasaan mengeksploitasi setiap celah untuk keuntungan pribadi. Semua ini adalah potret nyata dari Rusia di era transisi yang kacau.
Ketidakpahaman tentang Radiasi dan Konsekuensinya
Salah satu tema sentral dalam "PU-239" adalah ketidakpahaman masyarakat (termasuk para kriminal dan bahkan beberapa teknisi) tentang bahaya radiasi. Timofey, seorang ahli yang tahu betul betapa mematikannya plutonium, terus-menerus dihadapkan pada orang-orang yang tidak memahami risikonya. Shiv, gangster kecil yang menjadi rekan Timofey dalam menjual plutonium, bahkan mengira "PU" adalah sesuatu yang tak lebih berbahaya daripada bubuk biasa. Pada satu titik, beberapa karakter dalam film keliru mengira plutonium yang dicuri oleh Timofey sebagai kokain, dan akibatnya mereka mengalami kematian tragis karena ketidaktahuan mereka.
Ketidakpahaman tentang radiasi ini bukan hanya gambaran dark comedy di film ini, tetapi juga kritik terhadap bagaimana Rusia (dan mungkin dunia) belum siap menghadapi bahaya yang muncul dari teknologi nuklir yang tidak diawasi dengan benar. Film ini mengingatkan kita pada bencana Chernobyl, di mana ketidaktahuan dan kesalahan manajemen menyebabkan salah satu tragedi nuklir terbesar dalam sejarah.
Refleksi Untuk Indonesia
Film "PU-239" bukan sekadar drama tentang plutonium dan perdagangan gelap. Ini adalah potret kompleks tentang kehidupan pasca-Soviet yang hancur oleh korupsi, ketidakpedulian, dan ketidakstabilan politik. Dengan latar yang kelam dan ironi yang menggugah, film ini juga menyoroti bahaya dari ketidaktahuan terhadap teknologi yang dapat menghancurkan dunia. "PU-239" mengajak penonton merenungkan bagaimana sistem yang rusak bisa memaksa orang baik melakukan hal-hal mengerikan demi bertahan hidup.
Lebih dari sekadar kisah tentang plutonium, "PU-239" adalah potret kelam sebuah bangsa yang berusaha bangkit dari reruntuhan otoritarianisme. Bagi Indonesia, cerita ini menjadi pengingat akan pentingnya mengelola reformasi dan transisi kekuasaan dengan bijak. Pasca-Reformasi 1998, Indonesia juga menghadapi tantangan serupa: korupsi yang menggerogoti sistem, kelemahan penegakan hukum, dan kekuatan elite ekonomi yang kerap menodai semangat demokrasi. Seperti Rusia pasca-glasnost, Indonesia harus waspada agar transisi politik tidak membuka celah bagi kapitalisme liar dan kesewenang-wenangan.
"PU-239" adalah cermin yang mengajak kita menatap tajam ke arah negara yang kita bangun bersama. Kegelapan dalam film ini bukanlah akhir, melainkan peringatan bahwa kebijakan tanpa visi dan ketidaktahuan hanya akan melahirkan kejatuhan yang tak terhindarkan.
Bagi penonton yang menyukai film dengan lapisan cerita yang mendalam dan kritik sosial yang tajam, "PU-239" adalah tontonan yang wajib dilihat.(**)
Judul : PU-239: The Half Life of Timofey Berezin
Sutradara :Scott Z. Burns
Negara :USA
Tahun :2006
Bahasa :English
Durasi : 107 minutes
Produser Eksekutif : Steven Soderbergh, George Clooney, Ben Cosgrove, Jennifer Fox, Armyan Bernstein, Zanne Devine, Peter Berg
Produser : Charlie Lyons, Miranda de Pencier, Guy Jon Louthan
Screenplay : Scott Z. Burns, based on the short story "PU-239" by Ken Kalfus
Pemain utama : Paddy Considine, Radha Mitchell, Oscar Isaac, Jason Flemyng, Nikolaj Lie Kaas, Steven Berkoff
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H