Mohon tunggu...
Denny Rizkinata
Denny Rizkinata Mohon Tunggu... Wiraswasta - Prodi: Magister Bioteknologi - Universitas Katolik AtmaJaya - Wiraswasta

Seorang mahasiswa dengan memiliki peminatan dibidang sains dan peternakan Program Studi : Magister Bioteknologi Universitas: Universitas Katolik Atma Jaya

Selanjutnya

Tutup

Healthy

Enzim Streptokinase sebagai Biofilm Removal: Solusi Baik untuk Atasi Penyakit Jantung

15 Juni 2022   12:00 Diperbarui: 15 Juni 2022   12:45 3314
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar 1. Alur Proses Pembentukan Biofilm Bakteri pada Suatu Permukaan (Sumber: Sauer et al, 2020)

Kesehatan yang prima tentunya menjadi dambaan bagi setiap orang diseluruh dunia. Bagaimana tidak? Produktivitas manusia biasanya ditentukan ketika seseorang memiliki kondisi yang tidak rentan terhadap suatu penyakit. Namun faktanya tidak ada seorang pun yang bebas dari hal ini. Organisme tak kasat mata seperti bakteri terus mendominasi setiap wilayah dimana tempat manusia tinggal. Ketika bakteri berhasil melakukan invasi kedalam tubuh disertai dengan imunitas yang rendah, disanalah gejala penyakit muncul dengan efek yang bervariasi mulai dari gejala ringan sampai gejala akut yang berdampak pada kematian.

Tentunya kita semua tahu bahwa myocardial infarction (serangan jantung) merupakan kasus penyakit yang tidak bisa dipandang sebelah mata. Jantung adalah pusat dimana darah yang membawa oksigen akan dipompa keseluruh tubuh sehingga organ didalam tubuh dapat berkoordinasi satu sama lain untuk menjalankan fungsinya yang spesifik. Apabila jantung mengalami permasalahan maka sistem didalam tubuh akan terganggu hingga akhirnya terjadilah resiko kematian yang besar dan sulit untuk diprediksi bagi manusia. Banyak yang mengira bahwa resiko penyakit jantung hanya terjadi apabila seseorang mengalami obesitas karena jaringan lemak yang menumpuk pada pembuluh kapiler menjadikan aliran darah menjadi tidak lancar. Secara garis besar, hal tersebut tidak sepenuhnya salah, namun tidak juga sepenuhnya benar karena orang dengan kondisi normal pun memiliki resiko tersebut akibat paparan suatu bakteri.

Didalam dunia biologis, Staphylococcus aureus merupakan bakteri patogen yang diketahui sebagai salah satu penyebab resiko penyakit jantung. Hal ini terjadi karena S.aureus memiliki kemampuan untuk membentuk biofilm yang disebabkan oleh pemanfaatan benang fibrin. Sebelum membahas lebih jauh, alangkah baiknya apabila topik ini dibahas secara step-by-step dimulai dari pengenalan dan mekanisme dari istilah tersebut.

Biofilm dan Mekanismenya

Bagi masyarakat awam, mungkin akan terdengar asing ketika mendengar istilah biofilm. Ya, hal tersebut bukanlah suatu hal terkait dokumentasi dibidang digital melainkan respon dari bakteri terhadap suatu permukaan dengan lingkungan yang dianggap kondusif. Faktor penentu seperti temperatur, kelembapan, dan pH yang optimal menjadikan bakteri akan menetap dan bereplikasi. Tidak berhenti sampai disitu, uniknya pada fase ini bakteri yang telah membentuk koloni nantinya akan berbagi nutrisi untuk bisa saling bertahan hidup dan mengekspresikan semacam tembok pertahanan (barrier) agar tidak mudah terlepas dari suatu permukaan. Barrier yang dimiliki nantinya menjadikan bakteri membentuk formasi yang kuat bahkan sulit untuk didegradasi oleh agen antibiotik sekalipun.

Pada Gambar 1, dapat terlihat bahwa biofilm pada bakteri terjadi dalam beberapa tahapan. Namun proses ini dapat disimplifikasi menjadi tiga tahap utama yaitu attachment, cell-to-cell adhesion, dan detachment (Ghannoum et al, 2015). 

a. Attachment: 

Sesuai namanya, attachment merupakan tahap awal terjadinya pembentukan biofilm. Pada kondisi ini, planktonic cell akan menerima sinyal spesifik dari lingkungan yang menstimulasi sel bakteri untuk melekat pada suatu permukaan tertentu. Planktonic cell merupakan suatu istilah yang digunakan untuk free-living bacteria karena kemampuan motilitas (kemampuan bergerak melalui mikrovili atau flagella) yang dimiliki. Setelah itu, kumpulan dari planktonic cell yang melekat pada permukaan akan membentuk suatu formasi pada titik tertentu disuatu permukaan dan menjadikan pergerakan sel bakteri menjadi terbatas.

b. Cell-to-cell Adhesion

Ditengah kondisi yang terbatas serta persaingan nutrisi yang terjadi disuatu lingkungan, populasi bakteri akan melakukan suatu tindakan preventif yang dikenal sebagai quorum sensing. Istilah ini diketahui sebagai komunikasi antar sel untuk berbagi nutrisi sekaligus mengekspresikan material dalam pembentukan biofilm. PIA (Polysaccharide Intercellular Adhesin) merupakan salah satu agen pembentuk biofilm berupa gula kompleks. Gula ini akan menyelimuti seluruh permukaan populasi bakteri agar material asing seperti antibiotik tidak dapat menembus lapisan tersebut.

c. Detachment

Ketika biofilm sudah berhasil terbentuk, sel bakteri akan melepaskan diri secara parsial. Hal ini dilakukan agar pembentukan biofilm dapat dibentuk di lokasi lain. 

Staphylococcus aureus sebagai Bakteri Penyebab Penyakit Jantung

Seperti yang telah dijelaskan di bagian awal bahwa bakteri S. aureus dapat berpotensi sebagai penyebab penyakit jantung. Hal ini disebabkan karena S.aureus yang berhasil masuk kedalam tubuh manusia dapat membentuk lapisan biofilm didalam darah. Secara garis besar sistem pertahanan pada biofilm tidak hanya terdiri dari lapisan polimer polisakarida saja melainkan juga dapat tersusun dari benang fibrin yang diketahui dapat memicu penggumpalan sel darah seperti apa yang dilakukan oleh S.aureus (Zapotoczna et al, 2016).

Gambar 2. Variasi lapisan  matrix extracellular dalam pembentukan biofilm (Sumber: Zapotoczna et al, 2016)
Gambar 2. Variasi lapisan  matrix extracellular dalam pembentukan biofilm (Sumber: Zapotoczna et al, 2016)

Gambar 2 bagian C, merupakan ilustrasi formasi dari biofilm yang biasa terjadi pada aliran darah, dan hal tersebut diterapkan oleh S.aureus. Dalam prosesnya, S.aureus akan mensekresikan enzim koagulase atau von Willibrand Factor binding protein untuk mengaktivasi dan konversi prothrombin menjadi staphylothrombin. Pada fase ini, staphylothrombin akan mengubah fibrinogen menjadi fibrin agar terjadi proses penggumpalan darah sebagai pemicu terhambatnya aliran darah didaerah biofilm yang terbentuk (Crosby, 2017).

Streptokinase sebagai Enzim Fibrinolitik 

Pembentukan biofilm pada S.aureus tentunya menjadi kekhawatiran tersendiri bagi setiap orang. Bahkan dengan adanya kemampuan resistensi terhadap antibiotik, para peneliti harus mencari alternatif lain sebagai upaya untuk menghasilkan treatment yang tepat untuk mengatasi penyakit jantung. Streptokinase merupakan enzim fibrinolitik yang dapat diperoleh dari bakteri Streptococcus. Berkat teknologi rekayasa genetika, peneliti berhasil untuk memproduksi dan mempurifikasi enzim tersebut sebagai plasminogen aktivator. Cara kerja dari streptokinase dapat dilihat pada Gambar 3

Gambar 3. Mekanisme Aksi Streptokinase dalam Menginhibisi Pembentukan Biofilm (Sumber: Loof et al, 2014)
Gambar 3. Mekanisme Aksi Streptokinase dalam Menginhibisi Pembentukan Biofilm (Sumber: Loof et al, 2014)

Ilustrasi terkait dengan cara kerja streptokinase didalam tubuh terjadi ketika adanya invasi dari bakteri S.aureus kedalam tubuh. Pada kondisi ini, bakteri akan menggunakan Factor XIIIa (FXIIIa) sebagai agen stabilitas dari benang fibrin yang terbentuk. Penggunaan streptokinase menjadikan rigiditas fibrin terganggu, selain itu streptokinase yang telah melekat pada fibrin akan memberikan sinyal agar plasminogen dapat teraktivasi dan dikonversi menjadi plasmin. Pembentukan plasmin inilah yang menjadikan benang fibrin terurai disertai dengan proses dispersi pada bakteri S. aureus sebagai agen penyebab penggumpalan darah (Loof, 2014).

Disisi lain, berdasarkan jurnal penelitian yang dilakukan oleh Jorgensen et al (2016), S.aureus yang telah resisten terhadap antibiotik dapat ditangani dengan mengkombinasikan antibiotik dengan enzim streptokinase. Berdasarkan percobaannya dilakukan formulasi antibiotik yaitu vancomycin (64 mg/l) dan rifampicin (4 mg/l). Kemudian untuk membandingkan tingkat efikasinya, dilakukan 2 percobaan dengan atau tanpa menggunakan streptokinase yang diinduksi kedalam biofilm S. aureus. Sebagai tahap akhir, dilakukan pewarnaan menggunakan Alexa Fluor® untuk proses visualisasi benang fibrin yang terbentuk menggunakan Confocal laser scanning. Perbandingan hasil visualisasi dapat dilihat pada Gambar 4

Gambar 4. Hasil Visualisasi Peran Streptokinase dalam Melakukan Degradasi Biofilm S. aureus (A: Kontrol Positif; B: Formulasi antibiotik -streptokinase; C: Formulasi antibiotik + streptokinase) (Sumber: Jorgensen et al, 2016)
Gambar 4. Hasil Visualisasi Peran Streptokinase dalam Melakukan Degradasi Biofilm S. aureus (A: Kontrol Positif; B: Formulasi antibiotik -streptokinase; C: Formulasi antibiotik + streptokinase) (Sumber: Jorgensen et al, 2016)
Pada Gambar 4, kolom A menjelaskan bagaimana posisi dari biofilm S. aureus tanpa perlakuan apapun (kontrol). Setelah dilakukan perlakuan dengan antibiotik (kolom B), fibrin (warna merah muda) yang digunakan sebagai barrier pada bakteri mengalami penurunan namun dengan hasil yang tidak signifikan sebagai tanda resistensi antibiotik. Sebaliknya, kombinasi antibiotik dengan streptokinase pada kolom C berhasil menurunkan pembentukan biofilm secara baik ditandai dengan degradasi benang fibrin serta pengurangan viabilitas dari sel bakteri S. aureus. 

Produk Komersial Enzim Streptokinase

Melihat efikasi yang tinggi, enzim streptokinase mulai diproduksi secara massal dengan berbagai nama produk dari beberapa industri terkemuka bahkan di Indonesia sekalipun. Semua hal tersebut dilakukan bukan hanya sebagai peluang bisnis semata melainkan sebagai tindakan untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat

Gambar 5. Salah Satu Produk Komersial dari Enzim Streptokinase (Sumber: KlikDokter, 2022)
Gambar 5. Salah Satu Produk Komersial dari Enzim Streptokinase (Sumber: KlikDokter, 2022)

Namun perlu diingat bahwa sebagai kategori obat keras, untuk mendapatkan efek yang optimal terhadap treatment myocardial infarction, penggunaan obat ini biasanya akan berada dibawah pengawasan dokter mulai dari proses perlakuan hingga penyimpanan produk untuk meminimalisir efek samping atau hal yang tidak diinginkan.

Berdasarkan semua penjabaran diatas, diharapkan dapat memberikan gambaran betapa pentingnya eksplorasi mengenai enzim streptokinase sebagai agen fibrinolitik dalam tindakan medikasi seseorang terhadap serangan jantung.

 

Disusun Oleh

Denny Rizkinata & Mario Vernandes

Referensi

Crosby, H., Kwiecinski, J., Horswill, A. 2017. Staphylococcus aureus aggregation and coagulation mechanisms, and their Function in Host-Pathogen Interaction. Journal of Apournal of Applied Microbiology, 96: 1-41.

Ghannoum, M., Parsek, M., Whiteley, M., & Mukherjee, P. 2015. Microbial Biofilms 2nd Edition. Washington: ASM Press. pp. 51-53.

Jorgensen, N., Zobek, N., Dreirer, C., Haber, J., Ingmer, H., Larsen, O., & Meyer, R. 2016. Streptokinase Treatment Reverses Biofilm-Associated Antibiotic Resistance in Staphylococcus aureus. Journal of MDPI, 4(3):36.

Loof, T., Deicke, C., Medina, E. 2014. The Role of Coagulation/Fibrinolysis during Streptococcus pyogenes infection. Journal of Cellular & Infection Microbiology, 4:128.

Sauer, K & Rumbaugh, K. 2020. Biofilm Dispersion. Journal of Nature Reviews Microbiology, 18: 571-586.

Zapotoczna, M., O’Neill, E., & O’Gara, J. 2016. Untangling the Diverse and Redundant Mechanisms of Staphylococcus aureus Biofilm Formation. Journal of Public Library of Science, 12(7): e1005671.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun