Kedua contoh ini mengarah pada 1 benang merah, realita migas kita yang begitu parah. Entah dalam hal produksi sehingga kita terombang-ambing dalam fluktuasi harga minyak atau terjebak dalam permainan para kartel minyak.
Kondisi Hulu Migas
Sejak kecil kita terus diceritakan bahwa negaraa ini merupakan negara yang kaya akan minyak, hal ini mungkin salah satu penyebab kita terus boros dalam mengkonsumsi BBM. Padahal faktanya, cadangan minyak kita berada di urutan buncit, hanya 3,7 Miliar Barrel. Bandingkan dengan Venezuela 298 Miliar Barrel dan Arab Saudi 265 Miliar Barrel (OPEC annual report 2014). 1; 100, belum lagi fakta bahwa penduduk kedua negara ini hanya 30 juta jiwa, jauh dari Indonesia dengan 250 Juta Jiwa, masih kaya minyakkah kita? Dimana posisi kita dalam geopolitik migas? Pemain atau penonton yang terus ikut dalam permainan kartel minyak?
Dari segi produksi dan konsumsi tidak jauh menyedihkan, di era 1970an kita pernah menjadi eksportir minyak, saat itu kita pernah mencapai produksi 1,5 juta barrel/day dan konsumsi masih jauh dibawah 1 juta barrel. Hari ini segalanya berubah, pertumbuhan penduduk yang diikuti dengan pertumbuhan ekonomi yang begitu cepat menyebabkan konsumsi BBM meningkat tajam, hari ini saja sudah menginjak 1,5 juta barrel perday, sementara konsumsi masih terseok-seok di angka 840 Juta barrel. Wajar rasanya kita masih dipusingkan dengan subsidi BBM terus menerus.
Dua contoh permasalahan tadi harusnya menyadarkan kita akan kondisi yang sedang sangat genting dari hulu migas kita. Konsumsi terus meningkat sementara produksi terus menurun. Padahal 49% penggunaan energi kita masih terpaku pada minyak bumi.
“Dependence on imports would mean that a country would never be independent” (Friedrich Ratzel (1908)
Tidak ada makna kemandirian energi jika tidak ada tawaran solusi yang dijalankan, seperti diungkap Ratzel dalam quotesnya itu, selamanya kita akan menjadi negara pengekor , terombang ambing dalam permainan para kartel minyak.
Menurut saya setidaknya ada beberapa tawaran solusi yang bisa dijalankan untuk menyelesaikan permasalahan ini, tapi yang pasti memang tidak ada solusi instan. Solusi yang penulis ajukan adalah sebagai berikut:
1.Beralih ke Pengembangan Energi Baru Terbarukan dan Unconventional Energy