Diaturan baru ini, kadar batas ekspor diturunkan menjadi < 15%, sehingga Freeport kembali boleh ekspor dengan catatan dikenakan pajak progresif.
Namun meskipun kadar batas ekspor sudah diturunkan, Freeport merasa keberatan dengan pajak progresif sebesar 25% (tahap 1), akhirnya melalui lobi-lobi, Freeport membuat MoU dengan pemerintah sehingga diijinkan ekspor (terhitung 6 Agustus 2014) setelah mendapatkan Surat Persetujuan Ekspor (SPE) dengan memberikan uang jaminan pembangunan Smelter sebesar USD115 Juta, MoU ini sepertinya dijadikan satu dengan poin-poin renegosiasi yang mencakup hal-hal berikut : luas wilayah operasi, kewajiban divestasi, kenaikan royalti, pembangunan smelter dan pemanfaatan produk lokal. Beberapa poin renegosiasi dalam MoU tersebut sudah disepakati.
Dan pemerintah membentuk tim independen untuk memantau perkembangan pembangunan smelter yang ditargetkan perperiode waktu.
Target hingga Januari 2015 adalah sudah terjadi pembebasan lahan untuk pembangunan smelter, namun Freeport ini tidak niat! Tidak tanda-tanda smelter akan dibangun! Karena tidak sesuai target, Kementrian ESDM akan mencabut surat ijin ekspor Freeport. Kalo ijin Ekspornya dicabut, mau tidak mau operasi Freeport akan berhenti. Entah melalui lobi-lobi seperti apa hingga ketidaktercapaian target itu akhirnya disiasati dengan pembuatan MoU baru (perpanjangan) dengan klausal-klausal tambahan seperti yang diberitakan pada link “Pemerintah Perpanjang MoU dengan Freeport” ini. Jadi link ini adalah perpanjangan kontrak ijin ekspor Freeport, karena mereka tidak mencapai target pembangunan smelter pada Januari ini, Sebuatan lainnya perpanjangan MoU.
Entah mengapa pemerintah kembali tidak tegas terhadap aturan yang dibuatnya sendiri terkait target pembangunan smelter oleh Freeport!
Kita harus bagaimana?
Meskipun itu bukan berita perpanjangan kontrak, jika tidak ada halangan, perpanjangan kontrak freeport adalah sebuah keniscayaan. Kenapa? Seharusnya jika memang pemerintah berencana tidak memperpanjang kontrak Freeport, sudah dari sekarang pemerintah menyiapkan BUMN yang akan menggantikan Freeport. Seperti Pertamina dalam kasus Blok Mahakam. Namun, berdasarkan pernyataan Dirjen Minerba dalam diskusi publik ITB beberapa bulan lalu, arah gerak pemerintah tidak kearah sana, tidak ada langkah-langah penyiapan BUMN itu. Hingga 2019 (saat pembahasan kontrak) masih ada 4 tahun, tugas kita dari sekarang mendorong penyiapan BUMN itu.
Dan kita patut kecewa, ini bukan kali pertama akhirnya pemerintah tidak tegas dalam aturan hilirisasi ini.
Baca juga perjalanan Hilirisasi di SINI.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H