Mohon tunggu...
denny prabawa
denny prabawa Mohon Tunggu... Editor di Balai Pustaka -

penulis, penyunting, penata letak, perancang sampul, pedagang, pensiunan pendaki, dan masih banyak lagi sederet identitas yang bisa dilekatkan kepadanya.

Selanjutnya

Tutup

Gaya Hidup

Misteri Termos Air di Pagar Rumah

19 November 2015   06:44 Diperbarui: 19 November 2015   07:43 133
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="termos misterius di pagar rumah (dok. pribadi)"][/caption]Pagi hari, saya hendak mengantar Tebing Cakrawala, anak saya, sekolah. Saat hendak membuka pagar, saya melihat sesuatu di pagar: sebuah termos air warna merah menggantung di pagar rumah. Saya teringat peritiwa beberapa bulan yang telah lampau. Sebuah termos air dengan model yang lain tergantung di pagar itu juga.

Saya mengambil termos itu, lalu meletakkannya di teras rumah. Barangkali, istri saya meminjamnya dari ibu saya yang tinggal satu kompleks dengan saya. Namun, istri saya menggantungkan kembali termos itu di pagar. 

"Punya orang, Yah," kata istri saya. "Sepertinya tadi pagi ada yang menggantungkan di sana, entah siapa."

Akhirnya, kami membiarkan termos itu menggantung di pagar dengan berbagai pertanyaan yang tumbuh dalam kepala. Siapa pemilik termos itu? Kenapa digantung di pagar rumah saya? Ke mana pemiliknya? 

Siang hari, saya menghentikan motor di depan rumah saya. Termos itu masih menggantung di pagar. Tetangga yang tinggal di sebelah rumah keluar. Ia menghampiri kami.

"Belum tahu soal termos ini ya?" tanyanya sambil mengambil termos yang menggantung di pagar rumah.

Saya menjawab pertanyaannya dengan gelengan.

"Isikan saja air panas," sarannya, "dua sacet kopi, dan roti. Nanti malam, gantung saja lagi di pagar."

Setelah saya mengucapkan terima kasi, tetangga kami itu meninggalkan rumah kami.

Selepas Isya, istri saya memasak air panas lalu menuangkan ke dalam termos misterius itu. Saya pergi ke warung di belakang rumah saya untuk membeli kopi dan roti.

"Biasanya, berapa kopi dan roti yang kita sediakan bersama termos berisi air panas itu, Pak?" tanya saya kepada pemilik warung.

"Oh, sekarang giliran Bapak, ya?" pemilik warung balik tanya.

"Iya, Pak," jawab saya.

"Terserah Bapak saja, mau memberikan berapa," katanya. Akhirnya, saya membelikan 2 sacet kopi hitam, 2 sacet kopi susu, dan 4 bungkus roti.

"Harus saya antar ke mana termos dan makanan ini, Pak?" tanya saya kembali.

"Gantungkan saja di pagar," jawab pemilik warung. "Nanti juga ada yang menngambil."

Sekembali dari warung, saya langsung menggatungkan termos berisi air panas dan plastik berisi kopi serta roti. Setelah itu, kami tertidur.

Keesokan paginya, saya lihat termos itu menggantung di pagar rumah tetangga sebelah kami, rumah yang dihuni oleh seorang kakek.

Setelah beberapa bulan berlalu, pagi ini, termos itu kembali lagi ke pagar rumah saya dengan model yang berbeda. Hingga hari ini, saya tidak tahu siapa yang menggantung dan mengambil termos itu. Hanya saja, sekarang, saya tahu apa yang harus saya lakukan dengan termos itu. Malam nanti, giliran saya menyediakan kopi dan roti buat penjaga malam di RT kami yang belum saya ketahui nama dan sosoknya hingga hari ini.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gaya Hidup Selengkapnya
Lihat Gaya Hidup Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun