Mohon tunggu...
denny prabawa
denny prabawa Mohon Tunggu... Editor di Balai Pustaka -

penulis, penyunting, penata letak, perancang sampul, pedagang, pensiunan pendaki, dan masih banyak lagi sederet identitas yang bisa dilekatkan kepadanya.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Mitos Sumpah Pemuda dan Balai Pustaka

30 Oktober 2015   21:39 Diperbarui: 30 Oktober 2015   22:08 159
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kami poetra dan poetri Indonesia, mengakoe bertoempah darah jang satoe, tanah Indonesia.

Kedoea:

Kami poetra dan poetri Indonesia mengakoe berbangsa jang satoe, bangsa Indonesia.

Ketiga:

Kami poetra dan poetri Indonesia mendjoendjoeng bahasa persatoean, bahasa Indonesia.

Setiap teks tak pernah lepas dari ideologi. Teks memiliki kemampuan untuk memanipulasi pembaca ke arah suatu ideologi. Termasuk teks Sumpah Pemuda di atas. “Without sign there is no ideology,” kata Voloshinov. Dengan kata lain, ideologi beroperasi dalam sistem penandaan. Ideologi bersembunyi dalam sistem mitos, yakni sistem penandaan tingkat kedua (sistem konotatif) yang penandanya dikonstitusi oleh proses penandaan pada sistem pertama (sistem denotatif). Penanda pada sistem kedua ini disebut juga sebagai retorika, sedangkan petandanya disebut fragmen ideologi.

Teks Sumpah Pemuda merupakan retorika. Ideologinya jelas: kesatuan. Kesadaran itulah yang menggerakkan wilayah-wilayah yang semula berdiri sendiri-sendiri untuk mengintegrasikan diri dalam wacana Indonesia dan menumbangkan dominasi Belanda di bumi Indonesia.

Hingga hari ini, mitos Sumpah Pemuda dengan jargonnya: NKRI harga mati! kita rayakan sambil memelihara perkelahian antarsekolah, antarkampus, antarkampung, antarpartai, antarsuku, antaragama, dan lain-lain. Apa boleh buat? Bukankah Belanda sudah hengkang dari negeri ini? Meski Belanda sudah tidak meguasai negeri ini, mitos Balai Pustaka sebagai pelopor sastra modern Indonesia yang mengesankan jasa Belanda dalam perjalanan sastra Indonesia masih hidup dalam kesadaran kita.

 

 

 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun