Mohon tunggu...
denny prabawa
denny prabawa Mohon Tunggu... Editor di Balai Pustaka -

penulis, penyunting, penata letak, perancang sampul, pedagang, pensiunan pendaki, dan masih banyak lagi sederet identitas yang bisa dilekatkan kepadanya.

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

[Cerpen 5 Paragraf] Kota Hujan

14 Oktober 2015   07:34 Diperbarui: 14 Oktober 2015   07:34 1706
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption caption="ilustrasi (www.youtube.com)"][/caption]Kota itu dinamakan kota hujan karena sepanjang tahun hujan turun di kota itu. Meski selalu diguyur hujan, kota itu tidak pernah kebanjiran. Akar-akar pohon di kota itu selalu setia menampung hujan rinai atau badai.

Pagi itu, awan hitam mengepung kota hujan. Orang-orang kerja. Orang-orang sekolah. Orang-orang dagang. Orang-orang melakukan apa pun yang mereka suka. Tidak ada yang terganggu dengan awan itu. Namun, di balik sebuah jendela hotel, seorang gadis yang baru saja bangun tidur meneteskan hujan dari matanya. Awan hitam yang mengepung kota itu pindah ke dalam kamarnya.

"Sejak itu, hujan tidak pernah turun lagi di kota hujan," kata seorang pendongeng. Para pendengar bertanya, apa yang terjadi? Kata pendongeng itu, "Hujan yang turun dari matanya membasahi lantai kamar hotel, lalu mengalir ke lubang-lubang pembuangan. Akar-akar pohon tak bersedia menampung hujan yang turun dari matanya."

Pawang hujan diundang untuk menghentikan hujan yang merinai dari matanya. Namun, tiada seorang pun yang mampu menghentikannya. Kota itu mulai digenangi air hujan. Pompa-pompa air tak berdaya menyedot genangannya sebab sungai tak bersedia mengalirkannya ke lautan.

"Kota itu tenggelam, meski hujan tidak pernah lagi turun di kota itu," kata pendongeng mengakhiri ceritanya sebelum mendayung sampannya, meninggalkan para pendengar yang masih termenung di perahunya masing-masing. "Hei!" kata seseorang dari atas perahunya, "Kau tahu di mana kami bisa menemui gadis itu?" Pendongeng itu mengangkat bahu, terus mendayung di antara ranting-ranting pohon dan atap-atap bangunan.

Bogor Asri, 14/3/2015

 

Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun