***
Begitulah ceritanya. Setelah satu tahun ia menjadi Asisten Manajer Buku Anak dan Remaja di Balai Pustaka, ia dimutasi ke bagian yang paling digemari: Sastra! Hampir tiga tahun setelah mutasi itu, ia mulai merasa perlu menambah pengetahuan di bidang sastra. Demikianlah, ia mendaftarkan diri mejadi mahasiswa fakultas sastra di Universitas Pakuan. Ia megambil jususan sastra Indonesia.
Akhirnya, setelah hampir lima belas tahun selepas lulus SMA, ia bisa kuliah. Saat itu, Pak Dedi Yusar, sekeretaris jurusan sastra Indonesia menayainya, “Mengapa Bapak yang sudah bekerja di Balai Pustaka mau kuliah lagi?”
Mendengar pertanyaan sekjurnya itu, ia teringat pada HB Jassin. Ketika HB Jassin kuliah di Universitas Indonesia, dia sudah dikenal sebagai kritikus sastra yang mendapat julukan Paus Sastra Indonesia. Ketika kuliah di UI itu, bahkan HB Jassin juga mengajar di sana.
Lalaki itu juga teringat pada seorang dosen IPB yang pernah bergabung di FLP Bogor. Ketika dosen itu ditanya, “Mengapa Bapak yang seorang dosen mau ikut FLP?” Dosen itu menjawab, “Saya percaya di dunia ini hanya ada dua profesi; pengajar dan pelajar. Kalau saya tahu maka saya mengajar, kalau saya tidak tahu maka saya harus belajar. Sebab itu saya berada di sini.” Jawaban dosen itu agaknya bisa menjawab pertanyaan sekretaris jurusannya itu.
Sekarang, lelaki yang suka menyebut dirinya mahasiswa angkatan dua ribu tua itu tengah berjuang menyelesaikan skripsinya yang berjudul “Ideologi dalam Novel Sitti Nurbaya: Analisis Narasi”. Dalam bulan ini, skripsinya itu akan disidangkan. Semoga ia bisa mendapatkan hasil yang memuaskan.
Demikianlah.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H