Mohon tunggu...
Denny Yan Fauzi Nasution
Denny Yan Fauzi Nasution Mohon Tunggu... Lainnya - Pembelajar

Yang selalu berusaha bisa bersyukur atas kehidupan

Selanjutnya

Tutup

Diary

Surat Kecil untuk Anakku

27 Juli 2023   00:00 Diperbarui: 27 Juli 2023   00:05 147
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Apakah orang India bahagia? "Ada banyak kontradiksi yang bisa diterima di negeri ini," kata Eric. Dan kau bisa menyaksikan semuanya, Nak. "Yang terbaik dan terburuk dari manusia. Yang menggelikan dan yang sublim. Yang profan dan yang mendalam...itulah India," tutup Eric mengakhiri perjalanan kita di negara berpenduduk terpadat di bumi ini. 

Kita hampir tiba di ujung perjalanan. Dan di sinilah kita, Amerika, negara adidaya, kaya, "tapi tidak sebahagia kelihatannya." Eric mengutip penelitian Adrian White di University of Leicester, Inggris, yang menyatakan bahwa kebahagiaan Amerika ada di bawah negara-negara seperti Kosta Rika, Malta, dan Malaysia. 

Ada paradoks yang menggambarkan hubungan kekayaan dan kebahagiaan Amerika. Menurut Eric, orang Amerika suka berbasa basi dengan gagasan bahwa uang tidak bisa membeli kebahagiaan, tapi berperilaku seakan-akan uang memang bisa membeli kebahagiaan. "Orang Amerika," kata Eric  "bisa mendapatkan banyak hal yang mereka kira akan membuat bahagia dan karenanya mengalami kebingungan serta kekecewaan ketika ternyata kenyataannya tidak demikian."

Betapa pun, jika kebahagiaan adalah rumah atau tempat pulang yang nyaman, orang Amerika memiliki tempat-tempat yang menurut Eric diasosiasikan dengan kebahagiaan, jika bukan surga itu sendiri, yang setidaknya menjadi sanctuary terhadap situasi paradoks kebahagiaan Amerika, seperti Miami di Florida atau Asheville di Carolina Utara. 

Nak, sayangku, ayah rasa memang diperlukan situasi dan kondisi yang sepadan untuk bahagia. Maksud ayah, kalau kau ingin merasakan kebahagiaan sebenarnya, kau perlu merasakan ketidakbahagiaan dibaliknya. Agaknya Eric pernah juga mengatakan itu. Ayah lupa. Dan sebelum ayah semakin lupa, ada satu negara lagi yang berbeda dari sembilan lainnya dalam soal kebahagiaan, ya, Moldova. Menurut Eric, Moldova adalah sebuah negara miskin dan kumuh yang tidak punya budaya. Dalam WDH yang dibuat Veenhoven, Moldova merupakan negara paling tidak membahagiakan di bumi. Eric mengajak kita menengok dan coba merasakan ketidakbahagiaan negara bekas Republik Soviet ini. 

Nak, apa kamu bisa menemukan Moldova di peta bumi? "Untuk sampai ke Moldova ternyata hampir sama sulitnya dengan menemukannya di peta," kata Eric. 

Ada relasi yang barangkali aneh dan agak tidak lazim di negara beribukota Chisinau ini. Di sini, hubungan antara tuan rumah dan tamu berkebalikan. Tamu berkewajiban membuat tuan rumah merasa nyaman. Bukan sebaliknya. "Keramah-tamahan terbalik," sambung Eric. 

Kenapa orang Moldova tidak bahagia? Eric menerangkah beberapa musababnya. Kurangnya kepercayaan merupakan alasan mengapa Moldova menjadi tempat yang demikian tidak bahagia. Orang Moldova tidak memercayai barang-barang yang mereka beli di supermarket. Mereka tidak memercayai tetangga, bahkan mereka tidak percaya dengan anggota keluarga sendiri. Selain itu, rasa iri menyebar di Moldova. "Orang Moldova merasa lebih senang dengan kegagalan tetangga mereka daripada dengan keberhasilan mereka sendiri," terang Eric. Begitulah mereka terjebak dalam lingkaran kesakitan mereka sendiri. Ketidakbahagiaan mereka melahirkan rasa tidak percaya, yang melahirkan ketidakbahagiaan lagi, yang mengarah pada rasa tidak percaya lagi. "Benih ketidakbahagiaan Moldova tertanam di dalam budaya mereka. Sebuah budaya yang menyepelekan nilai rasa percaya dan persahabatan. Sebuah budaya yang menghargai jiwa pelit dan curang," tambah Eric.

Nah, Nak, apa yang kamu rasakan kini? Apakah kamu merasakan yang ayah rasakan; ketidakbahagiaan yang melingkari Moldova yang rasanya tidak asing? Ataukah hanya perasaan sentimental ayah saja? 

Eric pernah bilang, negeri kita, Indonesia Raya kita, yang suatu kali ia pernah singgahi, adalah tempat yang tidak membahagiakan. Barangkali Eric benar sebagian. Kalau kita tengok lagi Belanda, salah satu sumber kebahagiaan mereka adalah toleransi. Sebagai bangsa dengan ragam ras, budaya, bahasa, dan agama, tentu orang Indonesia lebih terlatih untuk toleran dan timbang rasa. Kebhinekaan kita, dengan semboyan Bhinneka Tunggal Ika, berbeda-beda tapi tetap satu, adalah cermin toleransi orang Indonesia yang belum berubah, tidak akan berubah, dan tetap menjadi nilai keragaman dalam ikatan hidup berbangsa yang saling menghormati dan menghargai. Tentu saja nilai itu bisa goyah atau bisa terganggu oleh situasi dan kondisi tertentu. Politik barangkali salah satu yang seringkali menjengkelkan. 

Saat ayah menulis ini, di negeri kita sedang ramai pembicaraan tentang calon presiden Indonesia di tahun depan. Ada banyak opini, beragam pendapat, macam-macam pikiran dan pilihan. Tak banyak yang mencerahkan. Sebagian cenderung mau menang sendiri, sebagian besarnya lagi suka menyalahkan dan cenderung menuding tanpa menimbang rasa yang mengarah ke kebencian. Mau apa sebenarnya? Ayah rasa, sebagian besar orang lupa, selama negara hanya untuk dikuasai, bukan dikelola, maka akan selalu ada persoalan. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun