Seolah-olah kutukan itu menemukan cara lain untuk mewujudkan dirinya.
Macondo, yang dibangun sebagai tempat harapan, perlahan menjadi panggung tragedi keluarga Buenda. Di sana, kesepian dan penderitaan diturunkan dari satu generasi ke generasi berikutnya.
Kutukan ternyata punya 1000 wajah. Ia tidak selalu berbentuk fisik, tetapi dapat hadir dalam jiwa dan takdir yang tak terelakkan.
Setiap anggota keluarga tampaknya ditakdirkan untuk mengulangi kesalahan pendahulunya. Mereka terperangkap dalam lingkaran takdir yang tak terelakkan.
Kisah keluarga Buenda mencerminkan bagaimana sejarah cenderung mengulangi dirinya ketika pelajaran dari masa lalu diabaikan. Setiap generasi mengulangi kesalahan yang sama.
Jos Arcadio Buenda, pendiri Macondo, awalnya adalah seorang visioner yang penuh semangat. Ia bertekad membangun masyarakat utopis di tengah hutan belantara.
Namun, obsesinya terhadap alkimia dan penemuan ilmiah perlahan mengisolasinya dari keluarga dan komunitas. Kegagalan eksperimen dan tekanan batin akibat dosa masa lalu, seperti pembunuhan Prudencio Aguilar, memperparah keterasingannya.
Akhirnya, Jos kehilangan kewarasannya. Ia terjebak dalam delusi waktu yang berulang, meyakini bahwa hari yang sama terus berulang tanpa henti.
Keluarganya, demi keselamatannya, mengikatnya di bawah pohon kastanye di dekat rumah mereka.
Di sana, ia menghabiskan sisa hidupnya dalam kesepian mendalam, berbicara dalam bahasa Latin yang hanya dipahami olehnya, terputus dari realitas dan orang-orang tercinta.
Tragedi Jos Arcadio Buenda menggambarkan bagaimana pencarian pengetahuan tanpa batas dan tanpa keseimbangan dapat menjerumuskan seseorang ke dalam jurang kesepian dan kegilaan.