Dalam esainya yang terpisah, Ahmad Gaus menyoroti pentingnya Puisi Esai sebagai jembatan antara sastra dan masyarakat luas. Dengan gaya narasi yang mudah diakses dan tema-tema yang relevan, Puisi Esai membuka pintu bagi mereka yang sebelumnya merasa terasing dari dunia sastra.
Ia menegaskan bahwa genre ini tidak hanya menjadi milik penyair, tetapi juga politisi, akademisi, dan masyarakat umum, menjadikannya sebuah gerakan literasi inklusif yang menyegarkan.
Juga dalam esai terpisah, Imam Qalyubi melihat Puisi Esai sebagai ijtihad sastra. Ia menyoroti riset mendalam yang dilakukan Denny JA sebelum memperkenalkan genre ini, yang mencerminkan kebutuhan masyarakat terhadap karya sastra yang relevan dan mudah diakses.
Baginya, Puisi Esai tidak hanya estetika tetapi juga cara baru untuk menghidupkan dialog sosial yang selama ini terabaikan oleh sastra konvensional.
Juga dalam esai lain, Joni menggunakan metafora yang kuat: kisah Luqmanul Hakim dan keledainya. Seperti Luqman yang tidak pernah bisa menyenangkan semua orang, Puisi Esai menghadapi kritik keras sejak awal kemunculannya.
Namun, ia menegaskan bahwa genre ini terus berkembang karena keyakinan pada kebaikan yang dibawanya. Joni juga memuji fleksibilitas Puisi Esai yang memungkinkan berbagai ekspresi seni lintas media, dari film pendek hingga teater.
-000-
Kritik dan Respon terhadap Lahirnya Angkatan Puisi Esai
Salah satu kritik paling kuat terhadap Angkatan Puisi Esai adalah bahwa genre ini dianggap terlalu by design atau hasil rekayasa, yang dibangun melalui pendanaan besar dan promosi sistematis, sehingga tidak mencerminkan organiknya pertumbuhan sastra.
Kritikus menilai bahwa keberadaan Angkatan Puisi Esai lebih dipengaruhi oleh kekuatan ekonomi dan politik daripada oleh keaslian artistik atau respon alami masyarakat sastra.
Selain itu, adanya penggunaan catatan kaki dan unsur prosa dalam Puisi Esai juga sering dianggap merusak esensi puisi itu sendiri. Beberapa pengamat mengklaim bahwa genre ini lebih menyerupai esai dengan format berlarik-larik daripada puisi sejati, sehingga estetika puitisnya diragukan.