Menghidupkan Sisi Spiritual Manusia (12)
MEMULAI TRADISI IKUT MERAYAKAN HARI RAYA AGAMA LAIN SECARA SOSIAL
Oleh Denny JA
"Bagaikan untaian benang dalam satu kain batik, perbedaan menjadikan kita kuat.
Tanpa warna dan pola yang beragam, takkan ada keindahan yang utuh."
Kita tidak harus serupa untuk saling memahami. Perbedaan adalah jembatan, bukan jurang yang memisahkan.
Perbedaan agama sering kali dipandang sebagai batas yang memisahkan manusia. Namun, kutipan di atas mengajak kita untuk merenung lebih dalam: bukankah perbedaan dapat menjadi peluang bagi kita untuk saling belajar dan berbagi?
Dalam konteks hari raya agama, perbedaan tersebut dapat menjadi momen yang indah untuk mempererat kebersamaan. Hari raya bukan hanya soal ritus keagamaan, tetapi juga tentang empati, koneksi sosial, dan perayaan nilai-nilai universal yang dimiliki bersama.
Hari Raya sebagai Social Gathering
Sebuah riset oleh Pew Research Center pada tahun 2021 menunjukkan bahwa 81% non-Kristen di Amerika Serikat ikut merayakan Natal. Ini adalah bukti bahwa Natal, meskipun akar utamanya adalah perayaan kelahiran Yesus Kristus (Nabi Isa), telah menjadi simbol kebersamaan universal.
Lampu-lampu indah, pohon Natal, dan momen berbagi hadiah menjadi bagian dari budaya yang melampaui batas agama.