Mohon tunggu...
De Be Roha
De Be Roha Mohon Tunggu... Guru - Penulis adalah guru di SMA Negeri DKI Jakarta

Nama Lengkap : Deni Boy Pekerjaan : Pengajar SMAN 87 Jakarta Tinggal di Sawangan Depok Jawa Barat

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Kerikil

17 Maret 2022   14:07 Diperbarui: 17 Maret 2022   14:11 321
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Eng... ing... eng... kerikil yang terperangkap dalam cangkang kerang, merasakan cangkang kerang sedang dibuka paksa. Mula-mula gelap, kemudian berobah menjadi terang namun samar. Cangkang kerang yang memerangkapnya sudah dibuka. Pemulung terlonjak kaget, dipungutnya kerikil yang berselaput lendir keras itu, diangkatnya seraya melonjak kegirangan. Sang kerikil masih tidak mengerti.

Pemulung yang memungut kerikil berselaput lendir keras itupun sujud syukur, seraya mengagungkan Kuasa Illahi. "Alhamdulillah... Terimakasih ya Allah... terimakasih Engkau telah hadiahkan kepada hamba barang berharga ini". Sang kerikil semakin tidak mengerti dengan apa yang terjadi.

Sebutir Mutiara Putih nan indah dicium-cium pemulung tadi. Ia begitu girang, sambil membawa sebutir mutiara putih nan indah tadi ke rumahnya. Istri pemulung begitu gembira dengan apa yang di bawa suaminya. Matanya berbinar, ungkapan puji syukur pada Yang Maha Kuasa tak henti-hentinya ia panjatkan.

Malam menjelang, seusai menunaikan shalat Isya, suami istri pemulung itu kembali memperhatikan sebutir mutiara putih. "Indah sekali, ini pasti mahal di beli orang". Ujar sang istri. Si suami tidak menyahut, ia asyik memperhatikan mutiara itu. "Pak... pak...". Sang istri sedikit menjawil lengan suaminya. "Eh iya mak, ada apa?" sahutnya. "Besok aku ikut ya menjualnya, uang nya nanti kita belikan beras, dan baju ya pak", harap si istri pada suaminya. "Boleh, boleh kita bersama-sama menjualnya ke tauke di kecamatan. Sang istri begitu senang mendengar jawaban suaminya. Kemudian ia merebahkan diri di tikar yang sudah dibentangkan sedari tadi, lalu diikuti oleh suaminya. Tidak lupa ia menyimpan sebutir mutiara yang sangat berharga itu di bawah alas kepalanya.

Pagi-pagi sekali, mereka sudah menyiapkan diri untuk berangkat ke pusat kecamatan. Bekal makananpun ia siapkan, tidak lupa menyiapkan sendal pemberian dari pak camat saat berkunjung ke lokasinya memulung. Usai shalat subuh ia berangkat menuju pusat kecamatan.

Hampir menjelang tengah hari, ia sampai di pusat kecamatan. Orang begitu ramai, para pedagang banyak bersorak menjajakan barang dagangannya, mulai dari panci memasak, gelas-gelas plastik sampai pada kompor minyak. Sepasang suami istri terus berjalan, tujuannya satu, yaitu rumah tauke untuk menjual berlian.

"Selamat siang pak Tauke!" si suami sedikit berteriak di teras rumah semi permanen. Dari dalam rumah, seseorang keluar dan menyambut suami istri tadi. "Wa'alaikumsalam, eh si bapak mari mari silakan masuk". Suami istri tadi ternganga, ia lupa mengucapkan salam. "Eh.. Assalammu'alaikum pak Tauke, maaf tadi lupa". Buru-buru ia mengucapkan salam. "Iya enggak apa-apa. Ada apa ya pak, bu". Tanya si Tauke setelah keduanya duduk di lantai rumah Tauke. "Bapak... Ibu... jangan duduk di lantai, hayo disini, di kursi. Kursi ini disiapkan untuk duduk lho pak". Ujarnya. Kemudian suami istri tadi duduk di sofa yang empuk, belum pernah mereka merasakan duduk di sofa yang empuk selama ini.

"Ini lho pak Tauke, saya mau jual ini, kemaren waktu mulung kerang, ee.. di dalam satu kerang saya temukan ini", sambungnya sambil menyodorkan sebutir mutiara putih ke tangan Tauke.

"Wow... Subhanallah. Betapa indahnya, apalagi kalau sudah di poles akan lebih mengkilap lagi. Ini salah satu dari jenis mutiara yang terbaik lho pak". Si Tauke tadi menjelaskan, sambil tangannya mengangkat mutiara tadi sejajar dengan matanya dan seperti menerawang mutiara itu.

"Ini mau bapak ibu jual?" tanya si Tauke lembut sekali. "Benar pak Tauke, rencananya hasil penjualannya kami akan beli beras, baju, dan beberapa peralatan dapur yang sudah rusak pak Tauke". Jelas si bapak dengan tanpa malu-malu. "Bukankah hasil menjual kulit kerang bisa beli beras pak? Ini banyak lho duitnya". Terang Tauke itu. "Jujur saya tidak tahu harganya pak Tauke, silahkan pak Tauke sendiri yang menakar harganya, saya percaya pak Tauke tidak akan membodohi kami". Tutur sang suami dengan lugunya, disambung dengan seulas senyum polos istrinya.

"Baik pak, ini saya beli dengan harga Tiga Juta Lima Ratus Ribu Rupiah, tapi uangnya hanya sebagian yang saya berikan pada bapak dan ibu, sisanya saya simpan, kapan bapak ibu mau ambil silahkan, ibarat menabung pak. Ini saya lakukan karena ingin menyelamatkan bapak dan ibu. Uang sebanyak itu, memancing orang untuk merampok bapak ibu. Bagaimana setuju?" Jelas si Tauke kepada bapak dan ibu pemulung. Keduanya saling berpandangan, ada raut kecewa, tapi selintas ada juga raut harapan. Akhirnya si bapak bersuara "Pak Tauke, saya dan istri saya setuju saja dengan apa yang pak Tauke sampaikan. Tapi kami tidak tahu berapa uang yang harus kami perlukan untuk membeli yang kami perlukan". "Oh... begitu, tidak usah khawatir, bapak dan ibu saya temani belanja, nanti saya yang akan bayar dari apa yang bapak ibu beli, setelah semua selesai, sisanya nanti saya kasih tau dan akan saya simpankan untuk bapak dan ibu". Betapa senangnya hati sepasang pemulung tadi mendengar penjelasan Tauke.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun