Mohon tunggu...
De Be Roha
De Be Roha Mohon Tunggu... Guru - Penulis adalah guru di SMA Negeri DKI Jakarta

Nama Lengkap : Deni Boy Pekerjaan : Pengajar SMAN 87 Jakarta Tinggal di Sawangan Depok Jawa Barat

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Kerikil

17 Maret 2022   14:07 Diperbarui: 17 Maret 2022   14:11 321
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Dia adalah bagian kecil dari sebuah bangunan yang kokoh menjulang tinggi, ataupun bagian dari sebuah perjalanan panjang. Di bangunan yang sombong berdiri, dia adalah bagian yang tidak penting sama sekali, bahkan dia terjatuhpun, tidak ada yang peduli. Dalam bangunan itu, kalaupun dia ada akan segera dicampakkan, agar kepongahan bangunan si juara satu tidak tercoreng dengan kehadirannya.

Pencampakkan dirinya yang dianggap mengganggu keangkuhan tinggi pongah bangunan, dianggap biasa saja, tidak ada yang luar biasa. Dia tercampak bercampur dengan kerikil-kerikil lain dan debu-debu jalanan. Tergolek, menggelinding bahkan di tendang anak-anak kecilpun dia tak berdaya.

Semuanya tidak sadar, bangunan kokoh yang menjulang mencapai langit, adalah berkat kumpulan-kumpulan kerikil kecil tadi. Dia adalah bagian dari bangunan itu. Bangunan selesai, saatnya melakukan pembersihan dari kerikil-kerikil dab debu-debu. Bagian kerikil yang terpisahkan dari kumpulannya, merintih sedih dalam hatinya. Tak satupun bagian kerikil yang menyatu meraih tangannya untuk ikut bersama. Tercampakkanlah ia.

Namun, nasib berkata lain. Sebutir kerikil hasil pembersihan tadi, jika ia tercampak di kumpulan bebatuan, jadilah ia bagian dari itu. Jika dia tercampakkan ke dalam sepatu sang pemilik bangunan yang kokoh tadi, ia akan menjadi pengganggu setiap langkah si pemilik yang sombong itu berjalan. Ia tidak mampu berjalan tegap membusungkan dada, karena sesekali kakinya melonjak saat menginjak kerikil tadi, bibirnya meringis menahan rasa sakit. Si pemilik duduk sebentar di singgasana kesombongannya, dibukanya sepatu yang terbuat dari kulit asli, dicari sang kerikil pengganggu langkahnya. Tangannya masuk ke dalam sepatu, merogoh, meraba untuk mengambil sang kerikil.

"Hap... dapat" gumam si pemilik yang sombong itu sambil mengeluarkan tangannya. Jari telunjuk dan jempolnya menjepit kerikil kecil tadi. Kecil memang, namun sangat mengganggu kesombongannya. Diambil, di perhatikan dan kemudian dengan sedikit emosi, ia banting kerikil itu ke luar jendela keangkuhan. Kerikil kembali terpelanting, terpental, dan menggelinding dibawa nasib yang tidak mampu ia kuasai. Ia semakin pasrah setelah terpisahkan dari kumpulannya saat bangunan angkuh itu didirikan.

Kerikil yang dicampakkan itu, terpenlating dan masuk ke dalam kaleng milik pemancing ikan. Kerikil tidak tahu berada dimana, pemancing juga tidak paham ada kerikil di dalam tempat umpan-umpan pancingnya.

Saatnya pemancing mengambil umpan untuk dipasangkan di ujung kailnya, jemarinya menyentuh sebutir kerikil, dengan cekatan kerikil itu di lempar ke laut, melayang dan ia tidak tahu harus berbuat apa, karena ia adalah sebutir kerikil kecil.

Ia terus melayang dan tenggelam mengikuti berat tubuhnya dalam air. Lalu terdampar di tempat yang sedikit empuk. Kerang-kerang yang sedang membuka diri mencari makan, tak terasa kerikil kecil tadi jatuh di salah satu kerang yang terbuka. Merasakan ada sesuatu yang menyentuh indra perasanya, katup kerang itupun mengatup dan tertutup. Terkurunglah sang kerikil kecil di dalamnya.

Ia tidak mampu bergerak di onggokan empuk penuh lendir. Lendir-lendir itupun mulai menutupi sang kerikil. Mula-mula samar, lalu sama sekali tertutup oleh berlapis-lapir lendir. Sudah dipastikan ia tidak akan bergerak ke sana ke mari lagi karena dirinya sudah terikat lendir si kerang.

Entah berapa lama ia terkurung di dalam cangkang kerang. Bau busuk sudah mulai menyengat, seiring dengan berkurangnya lendir yang berada di sekitarnya, namun lendir yang menyelimutinya semakin kuat mengikatnya. Semakin tak berdaya, ia hanya pasrah saja. Terasa kerang itu mulai bergoyang-goyang, kadang-kadang terbanting, dan terhempas.

Ternyata petani kerang laut sedang menangguk kerang-kerang laut. Kerang-kerang itu merupakan mata pencaharian petani kerang selain menangkap ikan. Kerang-kerang di sortir, dipilih dan dipilah. Yang bagus masuk ke dalam baskom yang sudah disiapkan, dan siap untuk dijual kepada masyarakat. Yang jelek kembali masuk ke keranjang sampai. Kerikil tadi tidak tahu ia berada dimana. Kerang yang tidak terpilih karena jelek, dibuang dan kemudian dipungut oleh pemulung untuk diambil kulitnya, karena dagingnya sudah tidak mungkin lagi jadi bahan makanan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun