Setiap anak ketika masih kecil selalu akan  ditanya "Apa cita-citanya bila sudah besar nanti?".  akan dijawab dengan profesi yang keren - keren, ada yang ingin menjadi dokter, pilot, tentara, guru dan lainnya bahkan ada yang menjawab ingin menjadi presiden. Profesi yang selalu mereka lihat dan dengar baik dari orang tua maupun lingkungan sekitar mereka berkembang.Â
Sangat jarang atau mungkin hampir kita tidak dengar ada seorang anak yang bercita-cita ingin menjadi seorang petani.  Ya, cita - cita  itu sekedar ocehan dan mimpi seorang anak, di mana saat dia bertumbuh semua bisa berubah seiring waktu berjalan. Namun, pada kenyataannya seperti itulah yang terjadi. Bahkan banyak orang tua berharap anaknya tidak menjadi seorang petani karena takut nanti hidupnya akan susah.
Tani tidak pernah menjadi pilihan sebagai pekerjaan utama bahkan untuk seorang anak yang dilahirkan di lingkungan keluarga petani. Tani adalah pilihan akhir ketika impiannya tidak tercapai, dianggap tidak menjanjikan masa depan bahkan bekerja di pabrik dengan gaji UMR dianggap lebih menjanjikan dan aman.
Persepsi tani sebagai pekerjaan strata terendah dalam kehidupan sosial masyarakat Indonesia telah terbentuk dari jaman dulu. Hal ini sebagai akibat dari kebijakan kolonialisme yang menerapkan praktik ekonomi monopoli (sebagai agenda mengeruk modal dan sumber daya tanah jajahan). Para petani menjadi bagian kelompok ekonomi yang termarjinalkan serta paling lemah dalam struktur sosial masyarakat Hindia Belanda di abad 19 dan dasawarsa awal abad 20 (Misbahus Surur, Beritagar.id,25/08/2018).
Anggapan rendahnya strata sosial seorang petani sehingga menjadi kurang bergengsi di mata masyarakat menjadi salah satu faktor penyebab turunnya minat anak muda bekerja di sektor pertanian. Faktor lainnya yang menyebabkan minat menjadi petani di kalangan pemuda rendah, Â dikarenakan bekerja di sektor pertanian memiliki resiko tinggi, kurang memberikan jaminan tingkat, stabilitas, dan kontinyuitas pendapatan, rata-rata penguasaan lahan sempit, diversifikasi usaha nonpertanian dan industri pertanian di desa kurang/tidak berkembang, suksesi pengelolaan usaha tani rendah, belum ada kebijakan insentif khusus untuk petani muda/pemula, dan berubahnya cara pandang pemuda di era postmodern seperti sekarang (Susilowati, 2016).
Presiden Jokowi telah menggagas pengembangan food estate atau lumbung pangan nasional dalam tinjauan kerjanya di Provinsi Kalimantan Tengah pada tanggal 9 Juli 2020 (Republika,10/07/2020). Hal ini mengindikasikan bahwa sektor pertanian menjadi hal yang sangat penting untuk menjaga ketahanan pangan yang berimplikasi pada ketahanan nasional secara keseluruhan. Seperti yang disampaikan presiden bahwa pertahanan bukan sekadar memenuhi cadangan minimum alat utama sistem pertahanan (alutsista) negara tetapi juga ketahanan di bidang pangan menjadi salah satu bagian dari itu (Kompas.com, 14/07/2020).
Untuk mendukung gagasan tersebut penting kiranya menumbuhkan kembali semangat bertani bagi masyarakat Indonesia seperti dulu, dimana pertanian menjadi sektor utama untuk membangun kekuatan suatu bangsa. Kita ambil contoh saja kerajaan – kerajaan besar yang ada di nusantara seperti Mataram Kuno maupun Majapahit dibangun sebagai negara agraris yang masyarakatnya bertumpu pada sektor pertanian. Mereka hidup dari hasil bumi seperti yang digambarkan dalam relief-relief candi.
Di jaman modern seperti sekarang sekarang ini ketika setiap negara membangun industri dan teknologi maju pertanian tetap menjadi tumpuan. Kita semua dapat melihat China yang telah bertransformasi sebagai sebuah negara industri modern dan maju tapi tidak pernah meninggalkan sektor pertaniannya. Hasil-hasil pertanian mereka mampu  masuk ke los-los pasar tradisional dan rak-rak pasar modern kita.Â
Negara lain yang bisa menjadi contoh adalah negara yang terdekat dengan kita yaitu Vietnam yang setelah perang ekonominya luluh lantak, namun mereka mampu membangun kembali negaranya dan semua itu dimulai dari sektor pertanian.Â
Menurut World’s Top Export tahun 2019 Vietnam menjadi negara keempat pengekspor beras terbesar di dunia dengan total $1.4 billion atau 6.6% dari total ekspor dunia. Indonesia ada di ranking 72 dengan nilai ekspor hanya $858,000. (worldstopexports.com,03/07/2020)