Mohon tunggu...
Denny Aryowibowo
Denny Aryowibowo Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Semua orang hidup terikat dan bergantung pada pengetahuan atau persepsinya sendiri, itu disebut kenyataan. Pengetahuan dan persepsi itu sesuatu yang samar. Bisa saja kenyataan itu hanya ilusi, semua orang hidup dalam ilusi.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud Pilihan

Idul Fitri dan Libur Lebaran dengan Keberagaman Budaya di Lingkungan Tempat Tinggal

7 Mei 2022   03:30 Diperbarui: 12 Mei 2022   10:48 1050
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Multiracial vector created by freepik - www.freepik.com

*Tulisan ini dibuat untuk memenuhi kebutuhan Ujian Tengah Semester matakuliah Komunikasi Antarbudaya

Dalam menyambut Idul Fitri atau Lebaran, biasanya kita mempunyai tradisi perayaan yang ditujukan untuk merayakan kemenangan setelah berpuasa selama sebulan penuh. Seperti yang kita tahu di Indonesia, Hari Raya Idul Fitri selalu disambut dengan meriah, mulai dari kalangan anak-anak, remaja, hingga usia tua. Semuanya ikut serta merayakan Hari Raya Idul Fitri, karena di hari kemenangan inilah yang menjadikan momen berkumpul silaturahmi Bersama keluarga dan saling memaafkan untuk mensucikan diri. Dan Hari Raya Idul Fitri merupakan momen penting bagi para anak kepada orang tuanya. Pasalnya pada kesempatan tersebut anak hendaknya memohon maaf lahir dan batin kepada kedua orang tuanya, karena itulah salah satu fungsi dari pada Hari Raya Idul Fitri ini. 

Hari Raya Idul Fitri di Indonesia khususnya di lingkungan tempat saya tinggal yaitu kota Jakarta, identik dengan ketupat sebagai makanan khas lebaran. Ada juga makanan lain seperti rendang, opor ayam, turut memeriahkan dan melengkapi acara santap makan bersama keluarga tercinta pada hari tersebut.

Saya lahir dan tumbuh besar di Kota Jakarta tepatnya di Jakarta barat, sudah sangat terbiasa merayakan lebaran di kota kelahiran dan tidak mudik. Juga selama hari raya Idul Fitri dan libur lebaran pada kali ini, saya berusaha mengamati komunikasi yang terjadi dalam keberagaman budaya pada saat melakukan perayaan hari raya Idul Fitri dan selama libur lebaran. 

Di lingkungan tempat saya tinggal terdapat banyak warga atau orang yang bukan penduduk asli Jakarta, seperti perantau atau orang dari luar daerah yang menetap dan merayakan hari raya  Idul Fitri di kota Jakarta. Diantaranya adalah orang Jawa, Sumatera selatan, Manado dan bahkan dari Indonesia bagian Timur.  Melihat keberagaman budaya seperti ini saya  melakukan atau menelaah berbagai aspek komunikasi antarbudaya yang terjadi.

Ketidaksempurnaan komunikasi antarbudaya atau perbedaan tradisi yang dijalankan juga ada beberapa yang saya temui pada hari raya Idul Fitri kemarin yang bertepatan pada hari Senin, 2 Mei 2022. Diantaranya adalah miss komunikasi seperti yang terjadi pada saat komunikasi antara saya dan teman saya yang bernama Iqbal yang masih sering atau dominan menggunakkan Bahasa daerahnya yaitu Bahasa melayu dari daerah Jambi. 

Hal ini terjadi pada saat saya sedang mengunjungi tempat tinggalnya  untuk lebaran dan berbincang-bincang santai, saat itu dia masih memiliki kebiasaan menggunakkan Bahasa daerah yang saya tidak mengerti, alhasil saya hanya bisa memanggut kan kepala seperti orang mengerti apa yang sebenarnya dibicarakan padahal tidak tahu dan tidak enak merusak suasana. 

Tetapi pada akhirnya, karna Iqbal teman saya masih seperti itu, saya akhirnya menegur dan bilang kepadanya untuk memperhatikan kata atau Bahasa yang digunakan untuk menggunakkan Bahasa Indonesia agar saya mengerti dan berhasil terjadinya komunikasi antarbudaya.

Setelah itu saya juga menemukan fenomena komunikasi antarbudaya lain yang terjadi pada warga di lingkungan tempat tinggal saya. Warga tersebut memiliki kebudayaan yang berbeda dan ber agama non muslim yang berasal dari kota Manado dan sudah lumayan menetap lama di Jakarta. Saya melihat dan menganalisa apa yang mereka lakukan untuk menghormati dan berperilaku terhadap tetangganya yang beragama Islam saat sedang merayakan hari raya Idul Fitri. 

Pada saat itu mereka yang beragama non muslim saat bertemu saya, tetangga atau orang lain yang dikenal di lingkungannya, menghormati dengan cara menegur dan ikut bermaaf-maafan. Fenomena tersebut dapat dikaitkan dengan fenomena sosial seperti akulturasi, warga yang memiliki kebudayaan dan agama yang berbeda dengan saya yang mengalami akulturasi.

Dalam buku Modul Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan akulturasi adalah proses sosial yang timbul bila suatu kelompok manusia dengan kebudayaan tertentu dihadapkan dengan unsur-unsur dari suatu kebudayaan asing dengan sedemikian rupa, sehingga unsur-unsur kebudayaan asing itu lambat laun diterima dan diolah ke dalam kebudayaan sendiri tanpa menyebabkan hilangnya kepribadian kebudayaan itu sendiri. Dalam akulturasi, yang merupakan proses pengkaitan dua kebudayaan yang berbeda, setiap orang akan membutuhkan waktu untuk bisa menyesuaikan diri kepada kebudayaan yang baru mereka kenal.

Selanjutnya pada hari berikutnya, tepatnya pada tanggal 4 Mei 2022, hari rabu. Saya sedang berkumpul dan berbincang saya dengan teman-teman di lingkungan tempat tinggal saya, dan saya sempat mewawancarai atau menanyakan beberapa pertanyaan kepada salah satu teman saya yang bernama Zaka. Dia adalah warga asli Jakarta dan Betawi asli, pertama saya menanyakan

foto dokumentasi saat wawancara bersama zaka
foto dokumentasi saat wawancara bersama zaka

“Sebagai warga lokal/masyarakat asli DKI Jakarta bagaimana cara anda berperilaku kepada keberagaman budaya di lingkungan hidup anda pada momen idul fitri kemarin?” 

“Jadi gua juga punya tetangga pendatang dari daerah Sumatera Barat yang merayakan Idul Fitri disini, gua pasti menghormati mereka, tetap saling bermaaf-maafan juga pada momen lebaran kemaren, dan terbuka atau welcome dengan orang dari luar daerah seperti itu.

Dan saya langsung menyambungnya dengan menanyakan  

“Boleh ga ceritain suatu momen canggung atau lucu yang terjadi saat anda berkomunikasi dengan lawan bicara yang memiliki bahasa berbeda (seperti bahasa daerah) yang terjadi di lingkungan tempat tinggal?”

Ternyata hal yang pernah saya alami terjadi juga pada teman saya yang Bernama Zaka ini, dia menjawab pertanyaan saya  “Ada, ketika dia berbicara atau bercerita pakai bahasa daerah, kita yang ga bisa ya yaudah manggut manggut aja,  ngerti mah enggak”

Terakhir saya meminta pendapat kepada Zaka

“Menurut anda apa yang perlu di perhatikan oleh anda sendiri sebagai komunikator dengan lawan bicara jika memiliki kebudayaan yang berbeda seperti bahasa yang berbeda?”

“Yang perlu diperhatikan ketika sedang ngobrol dengan orang yang memiliki kebiasaan menggunakan Bahasa daerah dan kita gak ngerti, kita cukup mengingatkan saja agar mereka yang masih kebiasaan pakai bahasa daerah untuk menggunakan Bahasa Indonesia supaya saling paham dan makin asik ngobrol nya, karna mereka juga butuh waktu untuk beradaptasi dan kita juga harus mengerti keadaanya”

 

Dengan adanya fenomena komunikasi antarbudaya di lingkungan tempat tinggal, sebagai manusia cerdas berbudi luhur, sangatlah diperlukan untuk memiliki rasa welas asih/cinta kasih serta empati dan simpati kepada sesama. Dibutuhkan welas asih atau cinta kasih agar manusia peduli terhadap lingkungan sosialnya. Karena baik dalam momen menjalankan atau merayakan kebudayaan tertentu di suatu lingkungan , kita juga harus menghormati keberadaan orang yang memiliki kebudayaan lain. Dalam berkomunikasi, berperilaku dan bersikap harus selalu diperhatikan untuk menyempurnakan komunikasi antarbudaya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun