Mohon tunggu...
Denny Abdurrachman
Denny Abdurrachman Mohon Tunggu... Guru - Pembelajar Masalah Sosial | Disabilitas | Pendidikan | Pendidikan bagi Disabilitas

email: dennyabdurrachman20@gmail.com blog: kakikukeram.blogspot.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Menjadi Manusia dengan Melakukan Proyek "Thank You"

25 Februari 2024   08:58 Diperbarui: 26 Februari 2024   11:50 285
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Saya rasa, sebagai manusia kita perlu terus mengasah nilai kemanusiaan kita. Pada mulanya kita tahu, bahwa sejak lahir sebagai manusia kita juga dibekali nurani. 

Nurani yang membuat kita bisa memilah baik dan buruk, bisa memilih mana yang harus dilakukan, mana yang perlu kita hindari. Nurani jua lah yang membuat manusia semakin manusia.

Dengan dibekali nurani, sekalipun seorang penjahat, dia tahu bahwa yang dilakukan adalah tindakan yang tidak dapat dibenarkan. 

Sebagai contoh, seorang pencopet setidaknya memiliki kesadaran bahwa tindakannya dalam mengambil dompet milik orang lain merupakan tindakan yang tidak baik. 

Meskipun pada akhirnya dia tetap melakukannya karena terdesak kebutuhan atau tak kuasa menahan hawa nafsu.

Nurani seperti kompas yang memberikan petunjuk arah kemana kita harus melangkah. Seperti banyak kata orang, "ikuti kata hatimu". Nurani pula yang membuat seorang manusia memiliki nilai kemanusiaan.

Dalam perjalanan hidup, saya mengenal banyak orang yang punya kemanusiaan tinggi. Saya menyebutnya orang-orang tersebut adalah orang-orang yang telah merdeka dalam pikiran. 

Konteks merdeka dalam pikiran artinya betul-betul hebat dalam sisi kemanusiaan. Dalam keseharian sudah hilang kemelekatan terhadap materi. Sosoknya bekerja atas nama kemanusiaan.

Satu tokoh yang saya anggap sudah merdeka dalam pikiran adalah Emilia Rosa. Saya memanggil beliau dengan panggilan "mba Emil". Dulu, kami pernah sama-sama tergabung dalam komunitas kerelawanan untuk disabilitas.

Meskipun jarang bertemu, tetapi sekali kami bertemu dan mengobrol saya mendapatkan banyak insight. Saya senang bisa mengobrol dan bertukar pandangan dengan beliau. Lebih tepatnya saya lebih banyak menyimak sih, daripada bertukar pandangan.

Ajaibnya meskipun tidak berorientasi pada uang, tapi soal kebutuhan sehari-hari mba Emil tidak pernah risau. Tidak pernah saya lihat dia mengemis dan kelaparan karena tidak punya uang. Mungkin ini yang dinamakan keberkahan menyelimuti hidupnya.

Keseharian mba Emil dihabiskan dengan mengajar anak berkebutuhan khusus di salah satu sekolah swasta di bilangan Parung, Bogor. Alasan beliau memilih mengajar di sekolah swasta karena mungkin lebih bebas dan tidak terikat peraturan. 

Dengan begitu, dia bisa mengemukakan pendapatnya yang berasal dari hati yang jernih untuk semata-mata bentuk kepedulian terhadap anak berkebutuhan khusus. 

Meskipun dengan yayasan pasti ada dinamikanya tersendiri. Tapi beliau orang yang teguh pada kebenaran. Beliau sosok yang berani karena benar, bukan berani karena demi menjilat pimpinan *ups

Selepas mengajar di sekolah, mba Emil lanjut mengajar kembali untuk anak berkebutuhan khusus di sekitaran rumahnya. 

Dia mengajak anak-anak berkebutuhan khusus di sekitaran rumahnya untuk belajar di rumahnya. Tidak ada biaya sepeserpun yang dikeluarkan oleh orang tua, tidak ada sepeserpun juga uang yang didapat oleh mba Emil.

Dengan nama rumah belajar anak istimewa, beliau memberikan kesempatan kepada orang tua yang tidak mampu untuk bisa membawa anaknya untuk belajar. 

Karena beliau tahu bahwa keberadaan sekolah khusus ataupun sekolah luar biasa (SLB) di pinggiran kota jumlahnya terbatas. Sekalipun ada, biaya yang dikeluarkan tidak sedikit. 

Kemudian karena akses menuju sekolah yang jauh, ongkos yang dikeluarkan untuk transportasi juga terbilang mahal bagi orang tua yang berada pada taraf ekonomi menengah ke bawah.

Rumah belajar non profit yang mba Emil bangun, dia namakan sebagai projek thank you. Satu hal yang membuat saya terkesan dan seringkali menjadi pengingat untuk saya, bahwa beliau menyampaikan kalau proyek-proyek thank you yang selama ini beliau lakukan adalah semata-mata untuk tabungan akhirat.

Projek thank you lebih kekal dan bermakna sebab kelak menjadi penolong bagi dirinya sendiri. Beliau berpikiran bahwa bukan dia yang berjasa terhadap anak-anak berkebutuhan khusus yang dia ajar, tetapi justru anak-anak berkebutuhan yang berjasa bagi dirinya sebab mungkin kelak jadi pengantar untuk meraih kunci surga.

Saya seringkali tergugah dengan orang-orang yang banyak berbuat kebaikan untuk kemanusiaan. Orang-orang yang menghibahkan dirinya untuk menolong orang banyak. 

Saya menganggap bahwa prang-orang tersebut merupakan kepanjangan tangan dari Tuhan. Orang-orang yang semestinya hadir dan berada di pucuk kepemimpinan negara, membawa kebaikan pada semesta.

Semoga kebaikan akan selalu abadi. Panjang umur orang-orang baik. Panjang umur kebaikan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun