Minggu lalu, murid saya ada yang melakukan kekerasan pada murid di kelas lainnnya di sekolah. Tidak tanggung-tanggung, bagian bibirnya dijotos hingga bagian gusinya sedikit berdarah. Kejadiannya terjadi saat pagi hari ketika sedang melakukan kegiatan pembiasaan di lapangan sebelum memasuki kelas masing-masing.
Di sekolah tempat saya mengajar, setiap pagi pukul 06.20 ada kegiatan pembiasaan. Kegiatan pembiasaan berupa murid-murid berbaris, lalu berdoa bersama, menyanyikan lagu mars sekolah, membacakan visi, melakukan senam sekolah sehat dan diakhiri dengan bersalam-salaman dengan para guru.
Saya heran, padahal saat itu banyak guru yang berada di tempat kejadian perkara (TKP). Tapi tidak satupun guru yang melihat kejadian tersebut. Mungkin karena kejadiannya berada di kerumunan murid yang berbaris, jadi tidak terlihat. Saya baru tahu kalau murid saya baru saja memukul karena ada yang melaporkan dari sesama murid.
Kepala saya mendadak pusing mendengar kasus tersebut. Meskipun saya belum tahu kejadian yang sesungguhnya seperti apa. Tapi gejala kepala merasa cenat-cenut seringkali muncul ketika mendengar salah satu murid terlibat sebuah kasus, entah sebagai pelaku ataupun sebagai korban.
Setibanya di kelas, saya memulai pembelajaran dengan biasa. Saya tidak menunjukkan jika salah murid sedang bermasalah. Murid -murid mulai berdoa, melakukan apersepsi lalu saya mulai satu jam pelajaran dengan menjelaskan dan memberikan tugas. Seluruh murid terbenam dalam menuntaskan pengerjaan tugas yang diberikan perihal membuat teks prosedur.
Setelah masing-masing bergulat pada tugasnya, barulah saya mengajak murid yang berkasus untuk ke ruang guru. Di ruang guru ada 5 orang guru juga yang sedang menunggu pergantian jam. Saya memulai pembicaraan dengan bertanya dan berisyarat, "apakah kamu tahu kenapa kamu saya panggil ke ruang guru?". Murid tersebut masih menutupi dan pura-pura tidak tahu. Sampai nada bicara mulai meninggi dan raut wajah mulai menunjukkan marah, murid saya baru mau bercerita bahwa ia baru saja memukul adik kelasnya.
Dia masih berdalih bahwa dia memukul karena untuk mengingatkan murid lain yang bercanda saat senam. Padahal berdasarkan cerita dari murid-murid yang menjadi saksi bahwa murid di kelas saya memang terlihat ingin 'sok jago'. Mentang-mentang sudah kelas 12 ingin menunjukkan dominasi pada adik kelas. Padahal dia seorang perempuan dan adik kelas yang dipukul adalah seorang laki-laki.
Kasus tersebut merupakan kasus ke sekian kalinya yang dilakukan oleh murid saya tersebut. Sebelumnya dia pernah terlibat dalam beberapa masalah, mulai dari perusakan fasilitas sekolah, bullying, perkelahian dengan sesama murid, melakukan becanda yang tidak sopan seperti memegang payudara sesama murid perempuan dan terakhir yang paling parah, yaitu berteriak pada guru dengan meneriakkan kata kasar berupa menyebut nama alat kelamin pria pada guru PJOK (dulu olahraga).
Kasus becanda dengan sesama teman dengan cara memegang payudara merupakan ultimatum terakhir saya pada dia. Saya bilang, "kalau kamu membuat masalah lagi, lupakan saja tentang ujian, perjuangan kamu di kelas 12 sudah selesai ketika kamu kedapatan membuat masalah lagi."
Saya kira anak ini akan jera. Ternyata dua minggu setelahnya dia membuat ulah lagi.