Mohon tunggu...
Denny Abdurrachman
Denny Abdurrachman Mohon Tunggu... Guru - Pembelajar Masalah Sosial | Disabilitas | Pendidikan | Pendidikan bagi Disabilitas

email: dennyabdurrachman20@gmail.com blog: kakikukeram.blogspot.com

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Guru yang Menskors

17 Februari 2024   10:57 Diperbarui: 17 Februari 2024   10:59 77
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Minggu lalu, murid saya ada yang melakukan kekerasan pada murid di kelas lainnnya di sekolah. Tidak tanggung-tanggung, bagian bibirnya dijotos hingga bagian gusinya sedikit berdarah. Kejadiannya terjadi saat pagi hari ketika sedang melakukan kegiatan pembiasaan di lapangan sebelum memasuki kelas masing-masing.

Di sekolah tempat saya mengajar, setiap pagi pukul 06.20 ada kegiatan pembiasaan. Kegiatan pembiasaan berupa murid-murid berbaris, lalu berdoa bersama, menyanyikan lagu mars sekolah, membacakan visi, melakukan senam sekolah sehat dan diakhiri dengan bersalam-salaman dengan para guru.

Saya heran, padahal saat itu banyak guru yang berada di tempat kejadian perkara (TKP). Tapi tidak satupun guru yang melihat kejadian tersebut. Mungkin karena kejadiannya berada di kerumunan murid yang berbaris, jadi tidak terlihat. Saya baru tahu kalau murid saya baru saja memukul karena ada yang melaporkan dari sesama murid.

Kepala saya mendadak pusing mendengar kasus tersebut. Meskipun saya belum tahu kejadian yang sesungguhnya seperti apa. Tapi gejala kepala merasa cenat-cenut seringkali muncul ketika mendengar salah satu murid terlibat sebuah kasus, entah sebagai pelaku ataupun sebagai korban.

Setibanya di kelas, saya memulai pembelajaran dengan biasa. Saya tidak menunjukkan jika salah murid sedang bermasalah. Murid -murid mulai berdoa, melakukan apersepsi lalu saya mulai satu jam pelajaran dengan menjelaskan dan memberikan tugas. Seluruh murid terbenam dalam menuntaskan pengerjaan tugas yang diberikan perihal membuat teks prosedur.

Setelah masing-masing bergulat pada tugasnya, barulah saya mengajak murid yang berkasus untuk ke ruang guru. Di ruang guru ada 5 orang guru juga yang sedang menunggu pergantian jam. Saya memulai pembicaraan dengan bertanya dan berisyarat, "apakah kamu tahu kenapa kamu saya panggil ke ruang guru?". Murid tersebut masih menutupi dan pura-pura tidak tahu. Sampai nada bicara mulai meninggi dan raut wajah mulai menunjukkan marah, murid saya baru mau bercerita bahwa ia baru saja memukul adik kelasnya.

Dia masih berdalih bahwa dia memukul karena untuk mengingatkan murid lain yang bercanda saat senam. Padahal berdasarkan cerita dari murid-murid yang menjadi saksi bahwa murid di kelas saya memang terlihat ingin 'sok jago'. Mentang-mentang sudah kelas 12 ingin menunjukkan dominasi pada adik kelas. Padahal dia seorang perempuan dan adik kelas yang dipukul adalah seorang laki-laki.

Kasus tersebut merupakan kasus ke sekian kalinya yang dilakukan oleh murid saya tersebut. Sebelumnya dia pernah terlibat dalam beberapa masalah, mulai dari perusakan fasilitas sekolah, bullying, perkelahian dengan sesama murid, melakukan becanda yang tidak sopan seperti memegang payudara sesama murid perempuan dan terakhir yang paling parah, yaitu berteriak pada guru dengan meneriakkan kata kasar berupa menyebut nama alat kelamin pria pada guru PJOK (dulu olahraga).

Kasus becanda dengan sesama teman dengan cara memegang payudara merupakan ultimatum terakhir saya pada dia. Saya bilang, "kalau kamu membuat masalah lagi, lupakan saja tentang ujian, perjuangan kamu di kelas 12 sudah selesai ketika kamu kedapatan membuat masalah lagi."

Saya kira anak ini akan jera. Ternyata dua minggu setelahnya dia membuat ulah lagi.

Saya yang sudah kehabisan kesabaran, menginstruksikan anak tersebut untuk ambil tas dan segera pulang. Saya sedikit berakting dengan bilang bahwa dia tidak bisa mengikuti ujian.

Seketika anak ini menangis meraung-raung, memohon pada saya untuk dimaafkan. Saya berteguh pada keputusan bahwa anak ini harus pulang untuk mendapatkan konsekuensinya. Saya juga berkomunikasi dengan pihak keluarga tentang masalah yang terjadi. Syukurnya pihak keluarga bisa diajak bekerja sama dan memiliki kesepahaman yang sama.

Pada hari yang sama, saya menyampaikan permasalah yang terjadi kepada tim guru bimbingan khusus. Saya tidak ingin masalah ini diselesaikan internal di dalam kelas. Saya ingin banyak pihak juga terlibat dalam mengurus masalah juga berupaya agar permasalahan dan hukuman menjadi efek jera bagi murid. Sehingga ke depan tidak akan mengulangi. Sekolah merupakan miniatur kehidupan, tempat anak ini berproses. Sikap buruk yang dimiliki harus tuntas dalam lingkaran didikan sekolah. Jika hari ini permasalahan sikapnya tidak selesai, kelak di masyarakat ia akan berulah dan tidak memiliki kesadaran.

Saya mengobrol dengan tim guru bimbingan khusus, saya sampaikan bahwa ini merupakan masalah ke sekian kalinya yang dilakukan oleh murid tersebut. Saya juga sampaikan bahwa selama ini saya telah melakukan bimbingan pribadi dalam ranah internal kelas. Ternyata sejauh ini belum membuahkan hasil. Oleh karena itu, karena saya sudah membuat kesepakatan kelas sebelumnya dan dengan pertimbangan banyak hal, saya menyarankan anak ini agar mendapatkan skors .

Anak ini dihukum untuk tidak dapat masuk ke sekolah sementara waktu. Selama menjalani skorsing, ia juga tidak mendapatkan fasilitas-fasilitas yang selama ini ia dapatkan, seperti ponsel, motor dan tentu saja main keluar rumah semaunya. Bahkan pada jam-jam tertentu anak ini juga harus menjalani 'kerja sosial' yakni membersihkan rumah dan toilet rumah di sela-sela waktu belajar dari rumah.

Sebab, saya ingin hukuman skors yang didapatkan menjadi pembelajaran yang bermakna. Tidak sekadar bisa bersantai di rumah dan melupakan belajar sementara waktu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun