Mohon tunggu...
Denny Abdurrachman
Denny Abdurrachman Mohon Tunggu... Guru - Pembelajar Masalah Sosial | Disabilitas | Pendidikan | Pendidikan bagi Disabilitas

email: dennyabdurrachman20@gmail.com blog: kakikukeram.blogspot.com

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Membangun Mentalitas Berani Mencoba dan Berani Salah bagi Murid

17 Januari 2024   15:54 Diperbarui: 18 Januari 2024   01:34 576
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Membentuk pembiasaan berani mencoba bagi murid itu tidak mudah. Banyak murid seringkali saling tunjuk ketika diminta maju ke depan, banyak murid seketika terdiam jika guru bertanya, banyak murid lebih banyak bersikap pasif ketika diskusi atau kerja kelompak dan banyak kasus lainnya.

Kelas saya termasuk salah satunya. Saya ingat waktu awal saya menjadi guru kelas untuk mereka. Mereka ragu-ragu untuk mengkomunikasikan apa yang mereka tahu. Mereka ragu-ragu untuk maju ke depan mengerjakan tugas di depan kelas atau mendemonstrasikan suatu hal. Mereka juga ragu-ragu untuk menjadi tutor sebaya bagi teman lainnya. 

Saya pikir banyak hal yang membuat murid saya mengalami kondisi tersebut. Asumsi awal saya adalah bahwa kedekatan saya dengan murid secara personal belum terjalin erat di awal-awal pertemuan. 

Kemudian, saya juga berpikir bahwa mereka tidak terbiasa dan dibiasakan untuk berani berbicara, berani mencoba, berani salah. Padahal keberanian merupakan salah satu modal untuk belajar dan berkembang. 

Lingkungan kelas yang negatif (read: toxic) juga sedikit-banyak mempengaruhi kemauan peserta didik untuk belajar serta keberanian untuk melangkah. 

Murid salah dikit, disoraki teman lainnya. Murid aktif dikit, dianggap ingin kelihatan pintar oleh teman lainnya. Murid datang ke sekolah lebih awal dari biasanya, dianggap aneh dan tidak lazim oleh teman lainnya. Sementara teman-teman yang lainnya hanya stuck jalan di tempat dan tidak melakukan apa-apa untuk mengubah diri. 

Komentar negatif akan memberikan sugesti negatif. Sugesti yang negatif akan membuat minat belajar lama kelamaan bisa terkikis dan akhirnya habis. Lambat laun, seorang murid akan merasa bahwa dirinya tidak pandai dan tidak mampu. 

Padahal proses pembelajaran mestinya dimulai dengan ketakjuban, rasa ingin tahu, rasa nyaman, berani mencoba dan dukungan dari sesama.

Saya membentuk diri saya sebagai wujud guru dengan perangai yang friendly pada murid. Bisa dihitung dengan jari jumlah saya marah-marah di kelas. 

Di sela-sela waktu belajar atau bahkan di jam belajar saya seringkali membuka obrolan yang cukup 'dalam' dan bermakna dengan murid-murid di kelas. 

Saya ingin tahu banyak hal tentang murid saya, tentang apa yang menjadi keluh kesahnya, tentang apa yang menjadi keinginannya dalam belajar. Saya juga terbuka menerima kritik dan keluh kesah dari para murid. 

Obrolan yang saya jalin mulai dari topik sederhana 'apa yang bisa kita lakukan dalam keseharian', 'bagaimana hubungan pertemanan yang sehat', 'bagaimana kehidupan setelah mereka tuntas sekolah di jenjang SMALB' atau bahkan topik yang cukup abstrak tentang bagaimana dunia pernikahan dan bagaimana kehidupan setelah kematian. 

Photo by Alexis Brown on Unsplash
Photo by Alexis Brown on Unsplash

Musabab, murid di kelas saya dengan kondisi tunarungu jarang sekali dapat mengobrol yang 'dalam' dengan orang sekitar. 

Sebagai contoh, meskipun mereka sudah belasan tahun hidup bersama orang tua. Ternyata karena hambatan komunikasi yang terjalin, sehingga intensitas untuk melakukan obrolan sangat jarang, bahkan ada yang tidak pernah saling mengobrol satu sama lain. 

Setelah banyak mengobrol, saya jadi tahu bahwa isi kepala mereka penuh tanda tanya. Baru sedikit yang mereka tahu. Sementara banyak orang yang terdekat dan melekat tetapi tidak memberikan jawaban.

Di sela-sela waktu belajar, saya ingin memberikan waktu yang berkualitas. Dengan banyak mengobrol dan bergurau membuat saya dan murid lambat laun menjadi satu frekuensi. Saya jadi mengenal murid lebih dalam, murid juga mengenal saya lebih dalam. 

Kondisi kelas yang nyaman membuat murid lebih berani menyuarakan isi kepalanya. Sebagian murid mulai berani berbicara, mulai berani bertanya, mulai berani menjawab pertanyaan dan yang terpenting adalah mulai berdamai dengan kegagalan. Tidak apa-apa tidak berhasil hari ini. Tidak apa-apa belum bisa hari ini. Tidak apa-apa masih keliru dalam menjawab soal. 

Saya seringkali menekankan bahwa ruang kelas adalah miniatur kehidupan. Di dalamnya juga berisi banyak problematika yang harus dituntaskan. Melakukan kesalahan dalam proses belajar adalah sebuah hal yang biasa. Namun dengan catatan bahwa tiap-tiap kesalahan yang dilakukan mestinya jadi satu hal yang bermakna agar menjadi suatu pembelajaran dan perbaikan diri.

Sederhananya, sebuah kelas dan sekolah mestinya harus hidup. Di dalamnya terdapat ruang untuk berekspresi, mengungkapkan perasaan, keinginan dan harapan. Ruang kelas dalam kesehariannya harus diramaikan dengan tantangan. Sehingga kehidupannya penuh gairah. 

Berani mencoba dan berani salah adalah modal yang berharga. Tidak mudah membentuk mentalitas murid untuk berani mencoba dan berani salah. Sebab dengan modal tersebut akan membuka ruag terbuka tumbunya kreativitas dan ide-ide baru. 

Murid punya kesempatan untuk mencoba hal-hal baru. Atmosfer kelas yang dibangun adalah suasana bebas berkreasi dan berimprovisasi, tentu yang disertai pertanggungjawaban.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun