Mohon tunggu...
Denny Eko Wibowo
Denny Eko Wibowo Mohon Tunggu... Dosen - Long Life Learner - Enthusiast in Research of Performing Arts and Culture

D3 Bahasa Jepang Univ.Diponegoro - S1 Seni Tari ISI Yogyakarta - S2 Pengkajian Seni Pertunjukan dan Seni Rupa UGM - Dosen Tari Universitas Universal Batam

Selanjutnya

Tutup

Seni

Menubuhkan Gagasan dalam Tari

13 Desember 2024   19:36 Diperbarui: 13 Desember 2024   19:41 96
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Karya tari melibatkan properti tari sesuai dengan gagasan yang diangkat. Sumber: Beatusfinis Creative, 2024.

Koreografi seringkali diartikan awam sebatas wujud pertunjukan tari di atas pentas, baik dalam format pentas konvensional maupun non-konvensional. Serangkaian proses kreatif dan upaya menubuhkan gagasan yang terkadang malah luput dari perhatian penikmatnya. Tari sebagai bagian dari produk penciptaan seni memiliki fungsinya yang beragam, mulai dari sifatnya yang pragmatis, reflektif hingga transendental. Tari juga menjadi pengalaman yang bersifat pribadi dan bebas-mandiri, sehingga dalam tatar ilmu sosial – humaniora disebut memiliki dimensi ‘sosial mikro’ (Hadi, 2017). Dimensi sosial mikro ini merupakan makna simbol budaya yang diperoleh dari pola pikir dan perilaku pada kelompok-kelompok manusia dalam wujudnya yang non-verbal, yang terkandung dalam aktivitas bersifat makro. Dimensi tersebut yang kemudian mendorong kemunculan aksi individu dan eksistensi personal pada kegiatan sosial yang melibatkan proses imajinatif-kreatif, berwujud tampilan bentuk, kandungan makna simbol dan nilai. Kesemuanya bersifat supraorganik, yang memiliki keunikan khas dalam menyatakan ‘sesuatu tentang sesuatu’ (Hadi, 2002). Merujuk pada pernyataan di atas bahwa menyatakan ‘sesuatu tentang sesuatu’, kemudian mengarahkan pemahaman pada proses semiosis/ pemaknaannya lebih lanjut. Berangkat dari hal tersebut, istilah alih-wahana seringkali bertaut pada peristiwa demikian. Sebuah wujud ubahan dari satu kendaraan/ wahana ke dalam kendaraan/ wahana lain. Dua hal yang menggarisbawahi alih wahana mencakup (1) wahana sebagai medium yang digunakan untuk mengungkapkan sesuatu; (2) wahana sebagai alat untuk membawa/ memindahkan sesuatu dari satu tempat ke tempat lain. ‘Sesuatu’ yang dialih-alihkan dapat berujud gagasan, amanat, perasaan, atau sekedar perasaan (Damono, 2018). Benarkah tari menjadi wujud alih wahana dari segenap tanda atau sesuatu yang sebelumnya dilontarkan? Semua bergantung pada sudut pandang pengkajiannya berdasarkan sajian yang diwujudkan. Ruang seni yang merangkum sejumlah pertunjukan tari dengan medium tubuh bisa menjadi bagian dari dimensi sosial mikro juga penting dicermati. Keberadaannya tak hanya mampu mengusung produksi teknis sebuah pertunjukan yang unik, namun juga meninjau kesiapan dalam mewujudkan suatu gagasan.


Beautusfinis Creative, kembali meggelar ruang seni eksibisi bidang tari bagi khalayak di kota Batam. Kegiatannya seperti menjadi training for dancer and dance-researcher dengan pementasan sederhana untuk ditonton, didiskusikan, dan diresapi dengan interpretasi yang lebih dalam. Temu Tubuh sesi 7 merupakan kegiatan yang digelar pada tanggal 26 Oktober 2024 di Ratha Café dengan tajuk ‘Temui Sisi Gelapmu’. Tema kali ini relate dengan banyak peristiwa terkait manusia dan sejumlah problematikanya, yang komunal hingga individual. Sejumlah penampil pada Temu Tubuh #7 merupakan penari dan pelaku tari usia muda, bahkan beberapa penampil dikategorikan kanak-kanak. Gagasan yang disematkan dalam tajuk kegiatan Temu Tubuh #7 telah ditafsirkan beragam, meskipun semua penampil mewujudkan ekspresi-ekspresi keterpurukan (bisa kita katakan untuk menyampaikan sisi gelap dengan gamblang). Menariknya dari beberapa sajian tari yang tampil, muncul sifat kontemporer didalamnya.
Mari meneroka lebih dalam gagasan-gagasan yang menubuh pada karya-karya tari pada Temu Tubuh #7 tersebut. Beberapa di antara pembaca mungkin akan memahami bahwa tari yang disajikan lepas dari unsur ketat penyajian tari tradisional sebagai tari kontemporer. Namun, tidak semua tari demikian, mari menyimak penjelasan Sal Murgiyanto tentang tari kontemporer yang mengacu pada empat hal yakni rasional, kebebasan, kreativitas dan kemanusiaan (Prakasiwi,2020). Empat hal yang seyogyanya dapat menubuh pada garap bentuk dan garap isi karya tarinya. 

Judul Karya
Judul Karya "Dalam Perjalanan Yang Sama" menyajikan tari dalam komposisi duet pada Temu Tubuh #7 dengan genre modern dance.Sumber : Beatusfinis Creative, 2024.

Gagasan kembali mendapat sorotan dalam bedahan tiap karya yang ditampilkan mulai dari tafsir sisi gelap dalam lingkup personal, komunal (bersama dalam tatar kelompok kecil/ beberapa orang) hingga yang mungkin dirasakan sama oleh penonton berlainan. Muncul beberapa perspektif yakni (1) Sisi gelap kita bisa menjadi sisi terang bagi orang lain; begitu juga sebaliknya; (2) sisi gelap kita bisa jadi sisi gelap yang sama dengan orang lain, dan (3) sisi terang kita sama menjadi sisi terang bagi yang lain. Pada pemahaman gagasan dan tampilan karya tari yang tergelar, muncul gambaran tentang bagaimana ‘sisi gelap’ diceritakan dengan tarian oleh semua penampil, didukung musik pengiring, hingga tata rupa pentas seperti busana dan properti tarinya. Kita tak melihat pernyataan sisi gelap (dalam hal ini koreografer) dalam wujud yang verbal, namun penubuhan gagasan dalam tari yang ekpresif berdasarkan pengalaman artistic dan estetik masing-masing. Disinilah proses kreatif mulai bekerja pada porsinya. Tentunya mencermati sisi gelap tiap individu adalah dengan melihat latar belakang dan perjalanan hidup koreografer, yang tak bisa dengan cepat dicermati dalam waktu singkat, melainkan harus lekat dengan kisah hidup koreografer.

Sajian tari dalam koreografi tunggal dengan isu dan gagasan tentang perempuan.Sumber: Beatusfinis Creative, 2024
Sajian tari dalam koreografi tunggal dengan isu dan gagasan tentang perempuan.Sumber: Beatusfinis Creative, 2024


Namun, apapun hasil tafsir penonton adalah bebas. Agamben mengajukan pernyataan tentang aspek ‘kekontemporeran’ yakni ‘darkness’ atau kegelapan. Analogi ‘darkness’ ini digunakan Agamben untuk mengajukan sisi kekontemporeran. Agamben menyatakan bahwa untuk menjadi kontemporer tidak hanya kemampuan untuk melihat terangnya (light) dunia, akan tetapi mampu melihat kekaburan sehingga menemukan sisi gelapnya (darkness) (Prakasiwi, 2020). Melalui dasar ini, sisi kontemporer merujuk pada serangkaian ekspresi penampil yang out of box, kadang tak terpikirkan oleh orang lain, tak tertebak oleh penonton atau mungkin rumit dipahami secara kasat mata. Proses kreatif masing-masing penyaji tentu memiliki metode khasnya, sebab tak hanya menuangkan gagasan dalam bagian-bagian tarinya, namun juga cara berkomunikasi intens kepada pendukung tarinya yang mungkin memiliki perbedaan latar belakang berkesenian dan usia bergelut dengan kesenian, dalam hal ini tari.

Bukan berarti tajuk ‘temui sisi gelapmu’ absolut dimaknai sebagai hal yang kontemporer, namun lebih dari pada itu bahwa wujud gagasan yang kemudian muncul dan mampu menghadirkan ‘sesuatu yang tak terbayangkan’ bisa jadi pemandangan tentang  orientasi pemahaman kontemporer ala Agamben di kota Batam; dan mampu mengungkapkan sisi-sisi kemanusiaan yang tersembunyi.

Sajian tari yang melibatkan penari usia kanak-kanak. Sumber: Beatusfinis Creative, 2024.
Sajian tari yang melibatkan penari usia kanak-kanak. Sumber: Beatusfinis Creative, 2024.

rujukan :

(1) Y.Sumandiyo Hadi.(2017). "Keterlibatan dalam Seni Pertunjukan Sebagai Sebuah Metode Riset Penciptaan Seni". dalam Buku Karya Cipta Seni Pertunjukan. JB Publisher. FSP ISI Yogyakarta

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Seni Selengkapnya
Lihat Seni Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun