Mohon tunggu...
Dennis Noor Sudrajat
Dennis Noor Sudrajat Mohon Tunggu... Mahasiswa - Individu

Jadikan mimpimu menjadi nyata

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

Efektivitas Kebijakan Loan-to-Value (LTV) dalam Stabilitas Sistem Keuangan dan Pasar Properti

18 November 2024   21:47 Diperbarui: 18 November 2024   22:19 61
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ruang Kelas. Sumber Ilustrasi: PAXELS

Krisis keuangan global tahun 2008 memberikan pelajaran penting mengenai kebutuhan akan pendekatan yang lebih menyeluruh dalam menjaga stabilitas ekonomi. Salah satu kesimpulan utama dari krisis ini adalah bahwa menjaga stabilitas harga saja tidak cukup untuk mencegah terjadinya guncangan sistemik. Sistem keuangan memerlukan kerangka kerja yang lebih komprehensif untuk mengantisipasi dan mengelola risiko yang muncul dari dinamika pasar, terutama dalam hal ekspansi kredit yang berlebihan. Dalam hal ini, teori Minsky yang menjelaskan siklus boom-bust sangat relevan untuk memahami bagaimana ketidakstabilan dapat timbul akibat perilaku pasar yang tidak terkendali.

Krisis subprime mortgage di Amerika Serikat menunjukkan betapa berbahayanya kredit yang diberikan kepada debitur yang tidak layak. Saat ekspansi kredit menciptakan gelembung harga aset, sistem keuangan menjadi rentan terhadap risiko besar. Ketika debitur gagal memenuhi kewajibannya, dampaknya menyebar ke seluruh sistem, menciptakan masalah likuiditas di sektor perbankan. Pengalaman ini menegaskan perlunya regulasi dan kebijakan yang lebih efektif untuk mencegah siklus boom-bust, terutama di sektor properti yang memiliki dampak sistemik signifikan.

Di Indonesia, kebijakan Loan-to-Value (LTV) ratio menjadi salah satu instrumen makroprudensial yang dirancang untuk mencegah risiko sistemik di pasar properti. Kebijakan ini membatasi jumlah kredit yang dapat diberikan bank berdasarkan nilai agunan properti. Sebagai alat countercyclical, kebijakan ini bertujuan untuk menjaga keseimbangan pasar properti dengan mengontrol ekspansi kredit berlebihan. Hal ini penting karena sektor properti sering menjadi sumber utama risiko keuangan, seperti yang terjadi pada krisis keuangan global.

Kebijakan LTV di Indonesia mulai diterapkan secara lebih terarah setelah krisis 2008, dengan menyesuaikan rasio LTV berdasarkan kebutuhan pasar dan kondisi ekonomi. Bank Indonesia, misalnya, menggunakan kebijakan ini untuk mengatur penyaluran kredit sekaligus menjaga keseimbangan antara pertumbuhan ekonomi dan stabilitas keuangan. Rasio LTV yang lebih ketat diterapkan untuk membatasi ekspansi kredit saat pasar sedang "panas", sementara rasio yang lebih longgar digunakan untuk mendorong penyaluran kredit ketika pasar melemah.

Namun, meskipun memiliki tujuan yang baik, efektivitas kebijakan ini masih menjadi tantangan. Data menunjukkan bahwa harga properti residensial di Indonesia tetap menunjukkan tren kenaikan meskipun kebijakan LTV telah diterapkan. Secara triwulanan, survei Bank Indonesia menunjukkan bahwa kenaikan harga properti residensial pada triwulan IV 2023 lebih terbatas dibandingkan triwulan sebelumnya. Namun, kenaikan harga properti masih terjadi, bahkan di beberapa wilayah tertentu seperti Pontianak dan Padang.

Fakta bahwa harga properti terus meningkat menunjukkan bahwa kebijakan LTV menghadapi tantangan dalam mengendalikan faktor fundamental lain yang memengaruhi pasar properti. Salah satu faktor utama adalah inflasi. Menurut Fanama & Pratikto (2019), inflasi yang tinggi meningkatkan indeks harga properti residensial (IHPR) secara langsung, sehingga memperumit akses masyarakat terhadap kepemilikan rumah. Selain itu, motif investasi dalam pembelian properti semakin memperbesar tekanan pada harga properti. Ketika banyak pihak membeli properti sebagai instrumen investasi, permintaan meningkat secara signifikan, menciptakan tekanan harga meskipun kebijakan LTV telah membatasi jumlah pinjaman.

Kebijakan LTV juga memiliki dampak langsung terhadap fungsi intermediasi perbankan. Data triwulan IV 2023 menunjukkan bahwa pertumbuhan Kredit Pemilikan Rumah (KPR) dan Kredit Pemilikan Apartemen (KPA) tetap relatif stabil, yakni sebesar 12,17% (yoy). Stabilitas ini menunjukkan bahwa kebijakan LTV berhasil menjaga kesinambungan sektor properti dalam mendukung perekonomian. Namun, stabilitas ini harus dilihat dalam konteks tujuan kebijakan yang lebih luas, yaitu mencegah risiko sistemik sambil mendukung akses masyarakat terhadap perumahan.

Kebijakan LTV memiliki beberapa kelebihan yang tidak dapat diabaikan. Dengan membatasi jumlah kredit berdasarkan nilai agunan, kebijakan ini dapat mencegah terjadinya gelembung harga properti yang berisiko terhadap stabilitas keuangan. Selain itu, kebijakan ini memberikan sinyal kepada pasar mengenai perlunya kehati-hatian dalam ekspansi kredit, terutama di sektor yang memiliki efek multiplier besar seperti properti.

Namun, kebijakan ini juga memiliki keterbatasan. Salah satunya adalah kurangnya dampak langsung terhadap penurunan harga properti. Meskipun LTV membatasi kredit, harga properti tetap dipengaruhi oleh faktor lain seperti inflasi, permintaan yang tinggi, dan ketidakseimbangan pasokan perumahan. Di sisi lain, kebijakan ini juga dapat mempersulit akses masyarakat berpenghasilan rendah terhadap pembiayaan perumahan, terutama jika rasio LTV yang diterapkan terlalu ketat.

Untuk meningkatkan efektivitas kebijakan LTV, diperlukan langkah strategis yang lebih holistik. Pertama, kebijakan ini perlu dikombinasikan dengan upaya pengendalian inflasi. Mengingat inflasi memiliki dampak signifikan terhadap harga properti, pengendalian inflasi akan membantu menjaga stabilitas harga properti dalam jangka panjang.

Kedua, pemerintah perlu memberikan insentif untuk pengembangan perumahan terjangkau. Salah satu kelemahan pasar properti saat ini adalah fokus yang terlalu besar pada segmen properti menengah ke atas, sementara kebutuhan perumahan masyarakat berpenghasilan rendah sering terabaikan. Dengan mendorong pengembangan perumahan yang lebih inklusif, kebijakan LTV dapat lebih efektif dalam mendukung akses masyarakat terhadap perumahan.

Ketiga, pengawasan yang lebih ketat terhadap motif spekulasi di pasar properti perlu ditingkatkan. Hal ini termasuk memastikan bahwa kredit yang diberikan bank benar-benar digunakan untuk kebutuhan perumahan, bukan untuk investasi jangka pendek.

Kebijakan makroprudensial seperti LTV harus dilihat sebagai bagian dari kerangka kerja yang lebih besar untuk menjaga stabilitas sistem keuangan. Kerangka ini mencakup kebijakan moneter, fiskal, dan mikroprudensial yang saling mendukung. Di Indonesia, penerapan kebijakan LTV telah menunjukkan hasil positif dalam menjaga pertumbuhan kredit yang sehat di sektor properti. Namun, untuk mencapai hasil yang lebih optimal, kebijakan ini perlu terus dievaluasi dan disesuaikan dengan kondisi pasar yang dinamis.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun