Merosotnya populasi burung Magiao harus menjadi concern kita. Sama halnya ketika kita bercerita tentang Komodo, tentang Badak Bercula Satu ataupun ketika kita bercerita tentang Merak, Anoa dan Harimau Sumatera. Hewan-hewan endemik telah menjadi hewan-hewan yang sangat sulit dijumpai di alam liar.
Apa yang harus dilakukan untuk menyelamatkan Magiao dari kepunahan? Sebuah pertanyaan yang wajib ada dalam benak kita. Pertanyaan yang harus ditemukan jawabannya walau sebelumnya sederet kebijakan dan implementasinya telah dilakukan.
Salah satu upaya esensial yang wajib dikedepankan dan perlu menjadi perhatian lebih, yaitu penelitian dan penangkaran Magiao. Belum ada satupun yang berhasil melakukan penangkaran tersebut. Hal ini sangat erat kaitannya dengan minimnya penelitian yang berkaitan dengan Magiao. Bahkan dalan kurun satu dekade terakhir, kita tidak pernah mendengar penelitian tentang Magiao. Hanya ada bebrapa  pemberitaan ringan mengenai Magiao yang dimuat oleh laman-laman online.
Upaya penting lainnya yang dapat dilakukan adalah penetapan wilayah habitat Magiao sebagai wilayah yang dilindungi. Harapannya, hutan sebagai habitatnya terbebas dari perburuan liar. Memang perlu dukungan dari para stakeholder. Terlebih ketika kebijakan itu berhadapan dengan kepentingan rakyat dan para pemangku kepentingan.
Kemudian, penduduk lokal perlu memiliki pemahaman yang kuat bahwa Magiao itu perlu dilestarikan. Usaha sosialisasi dan pendekatan persuasif harus terus dilakukan. Kesadaran untuk menjaga Magiao dari kepunahan. Alhasil, nantinya penduduk lokal tidak lagi berburu Magiao demi cuan, sebesar apapun penawarannya. Semua berharap, pada akhirnya akan ada titik waktu dimana semua sepakat bahwa melindungi Magiao dari kepunahan berarti melestarikan keberlangsungan hidup Burung Pusaka dari Nias.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H