Mohon tunggu...
Dennis Baktian Lahagu
Dennis Baktian Lahagu Mohon Tunggu... Lainnya - Penghuni Bumi ber-KTP

Generasi X, penikmat syair-syair Khairil Anwar, fans dari AC Milan, penyuka permainan basketball.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Kebijakan Single Identity Number dan Pesta Demokrasi 2024

6 November 2022   13:46 Diperbarui: 6 November 2022   18:28 258
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto: news.detik.com

Gaung Pesta Demokrasi Tahun 2024 semakin riuh terdengar sejak Komisi Pemilihan Umum (KPU) menetapkan tanggal 14 Februari 2024 sebagai Hari Pemungutan Suara bagi Pemilihan Umum Serentak melalui Keputusan KPU RI Nomor 21 Tahun 2022 dan Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) Nomor 3 Tahun 2022 tentang Tahapan dan Jadwal Penyelenggaraan Pemilihan Umum Tahun 2024. Seperti penyelenggaraan Pilkada 2020 yang lalu, penyelenggaraan Pemilu 2024 ini pun tetap mengedepankan peran penggunaan Kartu Tanda Penduduk elektronik (KTP-el) sebagai elemen penting yang wajib dimiliki oleh penduduk pemilih sebagai tiket untuk menggunakan hak pilihnya. 

Pemakaian KTP-el sebagai instrumen utama dalam penentuan pencoblosan merupakan terobosan yang memiliki dampak luar biasa. Mengapa? Karena kebijakan penggunaan KTP-el dalam pemilihan umum mendongkrak persentase perekaman data penduduk (yang pernah mencapai rekor 99%) sekaligus menegaskan perwujudan single identity number.

Kebijakan administrasi kependudukan berbasis single identity number telah dimulai secara bertahap jauh hari sebelumnya ketika era baru penyelenggaraan administrasi kependudukan di Indonesia mulai menerapkan Sistem Informasi Administrasi Kependudukan atau yang disingkat dengan SIAK. Terbitnya UU Nomor 23 Tahun 2006 tentang Penyelenggaraan Administrasi Kependudukan menjadi titik awal reformasi administrasi kependudukan di Indonesia. SIAK dibangun menjadi sebuah sistem modern dan adaptif sekaligus penyangga utama bagi pengembangan single identity number.

UU Nomor 23 Tahun 2006 mengamanatkan bahwa Warga Negara Indonesia wajib memiliki single identity number atau yang lebih dikenal sebagai Nomor Induk Kependudukan disingkat NIK yang dapat didefenisikan sebagai nomor identitas penduduk yang bersifat unik atau khas, tunggal, dan melekat pada seseorang yang terdaftar sebagai penduduk Indonesia.

Penerapan single identity number dalam wujud NIK sangat membantu penataan administrasi kependudukan. Untuk mendapatkan NIK tersebut, setiap WNI diwajibkan melaporkan bio data kependudukannya melalui proses pendaftaran penduduk kepada instansi penyelenggara administrasi kependudukan yang akan mencatat bio data tersebut dalam SIAK. Pencatatan bio data kependudukan yang sudah diverifikasi dan memiliki validitas yang baik, secara sistem akan memberikan NIK kepada penduduk dan tercatat dalam Kartu Keluarga. Bagi penduduk yang sudah berusia 17 tahun ke atas atau sudah menikah, selain diwajibkan untuk memiliki Kartu Keluarga, penduduk tersebut juga diwajibkan untuk melakukan perekaman data kependudukan sebagai dasar penerbitan Kartu Tanda Penduduk Elektronik. 

Perekaman data penduduk berupa proses identifikasi, pengimputan, perekaman serta penyimpanan data terhadap ciri-ciri tubuh yaitu sidik jari, iris mata, wajah dan tanda tangan, yang dikenal dengan data biometric. Hasilnya akan disimpan dalam database SIAK dan juga chip yang melekat pada KTP-el. Kehadiran single identity number diharapkan mampu meniadakan penduduk dengan data yang berbeda-beda. Data penduduk yang ganda atau manipulatif akan cepat terdeteksi karena data perekaman SIAK yang menjadi acuan.

Penerapan NIK memberi pengaruh signifikan dan masif terhadap sektor berbasis pelayanan publik. KTP-el ibarat 'nyawa' bagi setiap penduduk dalam mendapatkan jasa dan produk pelayanan public, seperti pengurusan BPJS atau asuransi lainnya, mendapatkan SIM, atau dalam membuka account bank, semua membutuhkan KTP-el.

Program-program nasional dan daerah juga mempersyaratkan NIK dalam keikutsertaannya. Yang terbaru adalah program bantuan stimulus kenaikan harga BBM yang dikucurkan kepada para pelaku ekonomi mikro dan juga kaum pekerja. Bagi yang belum memiliki KTP-el tentu saja tidak dapat ikut serta. Demikian juga kebijakan Kementerian Keuangan yang mengalihkan NIK sebagai Nomor Peserta Wajib Pajak (NPWP).

NIK yang tersedia dalam SIAK juga memberikan gambaran jumlah penduduk secara agregat kepada pengguna data. Sebaran penduduk berdasarkan jenis kelamin, domisili dan usia dapat diketahui. Hal ini sangat berguna dalam perencanaan program-program berskala nasional, regional dan lokal. Dalam konteks pelaksanaan Pemilihan Umum, ketersediaan data kependudukan memudahkan KPU dalam merencanakan anggaran penyelenggaran dengan mendasari jumlah penduduk pemilih, berusia 17 tahun keatas atau sudah menikah, yang dibuktikan dengan kepemilikan KTP-el.

Kerjasama yang baik antara Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) dan KPU jika ditelisik lebih lanjut merupakan implementasi amanah yang tertuang dalam UU Nomor 23 Tahun 2006 dan perubahannya dengan Undang Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum. Kedua Undang-Undang tersebut memerintahkan Kemendagri berbagi data kependudukan kepada KPU dalam bentuk Data Agregat Kependudukan per Kecamatan (DAK2) yang menjadi dasar penentuan daerah pemilihan dan Data Penduduk Potensial Pemilih Pemilihan (DP4) sebagai dasar penentuan berapa banyak penduduk yang berhak memilih. Setiap dua kali dalam setahun atau setiap semester, Kemendagri akan memberikan data kepada KPU, bisanya setiap tanggal 30 pada bulan Juni dan Desember.

Bulan Juni yang lalu, Kemendagri telah menyampaikan kepada KPU Daftar Penduduk Potensial Pemilih Pemilihan (DP4) untuk Pemilu 2024 berjumlah sebesar 206 juta pemilih berdasarkan pembaruan data per 29 Juni 2022. Data tersebut memang masih berdinamika akibat perpindahan penduduk keluar negeri dan sebaliknya, dan juga terjadinya peristiwa kependudukan seperti kematian dan pensiun bagi TNI/Polri. DP4 akan terus dipantau dan diperbarui hingga menjelang Pemilu dan Pilkada 2024 sembari pelayanan perekaman data KTP-el terus ditingkatkan. DP4 akan menjadi awal bagi KPU dan jajarannya untuk menetapkan Daftar Pemilih Sementara (DPS) dan Daftar Pemilih Tetap (DPT) setelah sebelumnya dilakukan pemutakhiran data pemilih.

Pemanfaatan data kependudukan tidak dapat dipungkiri telah menjadi keharusan karena implikasinya yang efektif dan efisien. Pemberian hak akses atas data kependudukan oleh Menteri Dalam Negeri kepada lembaga atau institusi pengguna dalam upaya peningkatan kualitas pelayanan publik, perencanaan pembangunan, alokasi anggaran, pembangunan demokrasi, serta penegakan hukum dan pencegahan kriminal, telah diimplementasikan setahap demi setahap dengan tetap mempertimbangkan aspek perlindungan data perseorangan dan keamanan negara. Pemanfaatan data kependudukan diatur lebih detail melalui Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 102 Tahun 2019 tentang Pemberian Hak Akses dan Pemanfaatan Data Kependudukan.

Kita tidak bisa memungkiri bahwa dibalik kebijakan-kebijakan dengan pendekatan perkembangan kekinian yang ditujukan untuk membahagiakan masyarakat, terdapat sejumlah permasalahan yang patut mendapat perhatian demi kebaikan ke depannya.

  • Tingkat pemahaman dan pengetahuan masyarakat terhadap tata cara dan prosedur pendaftaran penduduk. Masih banyak ditemukan daerah yang tingkat pendidikan formal masyarakatnya masih mayoritas Sekolah Dasar bahkan tidak tamat Sekolah Dasar yang berdampak pada rendahnya tingkat pemahaman masyarakat akan pengurusan dokumen kependudukan. Pada umumnya mereka belum paham bagaimana cara mengisi formulir dan menyiapkan berkas, sebagaimana yang selalu disampaikan pada setiap sosialisasi baik melalui tatap muka maupun melalui flyer/brosur. Hal ini diperparah dengan kondisi perekonomian masyarakat yang mayoritas petani, pekebun atau peladang. Ada kesan yang tercipta bahwa menyisihkan waktu untuk mengurus dokumen kependudukan sama halnya dengan mengorbankan waktu bekerja yang konsekuensinya berpengaruh pada penghasilan. Sehingga celah ini sering dimanfaatkan oleh calo dalam menjembatani kepentingan masyarakat.
  • Kondisi georafis dan topografis wilayah yang tidak didukung dengan aksesibilitas penduduk untuk dapat menjangkau sentra-sentra pelayanan administrasi kependudukan. Sebaran masyarakat yang tidak hanya berpusat diperkotaan namun lebih banyak berdomisili di daerah-daerah dengan aksesibilitas rendah bahkan masuk dalam kategori terisolir dan terluar.
  • Kedua permasalahan diatas memunculkan rasa skeptis penduduk. Ditambah lagi image pelayanan lama dan berbelit-belit yang melekat pada pelayanan administrasi kependudukan membuat masyarakat enggan dating dan tidak jarang baru mengurus dokumen kependudukan hanya ketika butuh saja.

Hal-hal lain seperti ketersediaan jaringan komunikasi yang terbatas dan bahkan hanya menjangkau daerah-daerah tertentu saja juga berdampak terhadap pelayanan administrasi kependudukan. Perkembangan adopsi teknologi informasi dan komunikasi pada inovasi pelayanan administrasi kependudukan turut berpengaruh.

Walaupun demikian, paradigma pelayanan yang telah berubah menjadi stelsel aktif pada pelayanan administrasi kependudukan seiring dengan terbitnya Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2013 tentang Perubahan Atas UU Nomor 23 Tahun 2006 pada Tahun 2013 merupakan jawaban pemerintah atas beragam hambatan yang ditemui. Intinya: pelayananlah yang menjangkau masyarakat. Pelaku pelayananlah yang mendatangi masyarakat. Sejak saat itu, pelayanan dengan model jemput bola dikembangkan dan diadopsi dalam semua bentuk pelayanan administrasi kependudukan.

Disamping itu, dimasa kepemimpinan Prof. Dr. Zudan Arif Fakhrulloh, SH, MH , selaku Dirjen Kependudukan dan Pencatatan Sipil, Dinas Dukcapil se-Indonesia selaku Instansi Pelaksana Administrasi Kependudukan dituntut untuk mampu berinovasi, menciptakan terobosan-terobosan baru yang mempermudah pelayanan, baik berupa adopsi maupun adaptasi terhadap realita dan dinamika yang ada. Inovasi-inovasi pelayanan yang mampu meniadakan segala tantangan dan permasalahan di lapangan sehingga dikemudian hari kita tidak mendengar lagi alasan masyarakat untuk tidak mengurus dokumen kependudukannya atau tidak melakukan perekaman data kependudukan.

Secara umum dapat dikatakan bahwa penataan penyelenggaraan administrasi kependudukan telah berjalan baik dan seiring perjalanannya akan menghasilkan akurasi data 100% serta kepemilikan dokumen kependudukan dan perekaman data yang mendekati 100%. Perkembangan pelayanan administrasi kependudukan yang semakin kekinian dan menempatkan penduduk sebagai customer yang wajib dilayani, tidak hanya mempermudah masyarakat namun sekaligus tidak memberi ruang argumentasi lagi bagi penduduk untuk tidak melakukan perekaman data dan mengurus dokumen kependudukannya. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun