Gaung Pesta Demokrasi Tahun 2024 semakin riuh terdengar sejak Komisi Pemilihan Umum (KPU) menetapkan tanggal 14 Februari 2024 sebagai Hari Pemungutan Suara bagi Pemilihan Umum Serentak melalui Keputusan KPU RI Nomor 21 Tahun 2022 dan Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) Nomor 3 Tahun 2022 tentang Tahapan dan Jadwal Penyelenggaraan Pemilihan Umum Tahun 2024. Seperti penyelenggaraan Pilkada 2020 yang lalu, penyelenggaraan Pemilu 2024 ini pun tetap mengedepankan peran penggunaan Kartu Tanda Penduduk elektronik (KTP-el) sebagai elemen penting yang wajib dimiliki oleh penduduk pemilih sebagai tiket untuk menggunakan hak pilihnya.Â
Pemakaian KTP-el sebagai instrumen utama dalam penentuan pencoblosan merupakan terobosan yang memiliki dampak luar biasa. Mengapa? Karena kebijakan penggunaan KTP-el dalam pemilihan umum mendongkrak persentase perekaman data penduduk (yang pernah mencapai rekor 99%) sekaligus menegaskan perwujudan single identity number.
Kebijakan administrasi kependudukan berbasis single identity number telah dimulai secara bertahap jauh hari sebelumnya ketika era baru penyelenggaraan administrasi kependudukan di Indonesia mulai menerapkan Sistem Informasi Administrasi Kependudukan atau yang disingkat dengan SIAK. Terbitnya UU Nomor 23 Tahun 2006 tentang Penyelenggaraan Administrasi Kependudukan menjadi titik awal reformasi administrasi kependudukan di Indonesia. SIAK dibangun menjadi sebuah sistem modern dan adaptif sekaligus penyangga utama bagi pengembangan single identity number.
UU Nomor 23 Tahun 2006 mengamanatkan bahwa Warga Negara Indonesia wajib memiliki single identity number atau yang lebih dikenal sebagai Nomor Induk Kependudukan disingkat NIK yang dapat didefenisikan sebagai nomor identitas penduduk yang bersifat unik atau khas, tunggal, dan melekat pada seseorang yang terdaftar sebagai penduduk Indonesia.
Penerapan single identity number dalam wujud NIK sangat membantu penataan administrasi kependudukan. Untuk mendapatkan NIK tersebut, setiap WNI diwajibkan melaporkan bio data kependudukannya melalui proses pendaftaran penduduk kepada instansi penyelenggara administrasi kependudukan yang akan mencatat bio data tersebut dalam SIAK. Pencatatan bio data kependudukan yang sudah diverifikasi dan memiliki validitas yang baik, secara sistem akan memberikan NIK kepada penduduk dan tercatat dalam Kartu Keluarga. Bagi penduduk yang sudah berusia 17 tahun ke atas atau sudah menikah, selain diwajibkan untuk memiliki Kartu Keluarga, penduduk tersebut juga diwajibkan untuk melakukan perekaman data kependudukan sebagai dasar penerbitan Kartu Tanda Penduduk Elektronik.Â
Perekaman data penduduk berupa proses identifikasi, pengimputan, perekaman serta penyimpanan data terhadap ciri-ciri tubuh yaitu sidik jari, iris mata, wajah dan tanda tangan, yang dikenal dengan data biometric. Hasilnya akan disimpan dalam database SIAK dan juga chip yang melekat pada KTP-el. Kehadiran single identity number diharapkan mampu meniadakan penduduk dengan data yang berbeda-beda. Data penduduk yang ganda atau manipulatif akan cepat terdeteksi karena data perekaman SIAK yang menjadi acuan.
Penerapan NIK memberi pengaruh signifikan dan masif terhadap sektor berbasis pelayanan publik. KTP-el ibarat 'nyawa' bagi setiap penduduk dalam mendapatkan jasa dan produk pelayanan public, seperti pengurusan BPJS atau asuransi lainnya, mendapatkan SIM, atau dalam membuka account bank, semua membutuhkan KTP-el.
Program-program nasional dan daerah juga mempersyaratkan NIK dalam keikutsertaannya. Yang terbaru adalah program bantuan stimulus kenaikan harga BBM yang dikucurkan kepada para pelaku ekonomi mikro dan juga kaum pekerja. Bagi yang belum memiliki KTP-el tentu saja tidak dapat ikut serta. Demikian juga kebijakan Kementerian Keuangan yang mengalihkan NIK sebagai Nomor Peserta Wajib Pajak (NPWP).
NIK yang tersedia dalam SIAK juga memberikan gambaran jumlah penduduk secara agregat kepada pengguna data. Sebaran penduduk berdasarkan jenis kelamin, domisili dan usia dapat diketahui. Hal ini sangat berguna dalam perencanaan program-program berskala nasional, regional dan lokal. Dalam konteks pelaksanaan Pemilihan Umum, ketersediaan data kependudukan memudahkan KPU dalam merencanakan anggaran penyelenggaran dengan mendasari jumlah penduduk pemilih, berusia 17 tahun keatas atau sudah menikah, yang dibuktikan dengan kepemilikan KTP-el.
Kerjasama yang baik antara Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) dan KPU jika ditelisik lebih lanjut merupakan implementasi amanah yang tertuang dalam UU Nomor 23 Tahun 2006 dan perubahannya dengan Undang Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum. Kedua Undang-Undang tersebut memerintahkan Kemendagri berbagi data kependudukan kepada KPU dalam bentuk Data Agregat Kependudukan per Kecamatan (DAK2) yang menjadi dasar penentuan daerah pemilihan dan Data Penduduk Potensial Pemilih Pemilihan (DP4) sebagai dasar penentuan berapa banyak penduduk yang berhak memilih. Setiap dua kali dalam setahun atau setiap semester, Kemendagri akan memberikan data kepada KPU, bisanya setiap tanggal 30 pada bulan Juni dan Desember.