Toko Aisyah adalah salah satu toko yang terletak di Desa Pasir Padi, Kota Pangkalpinang, Kepulauan Bangka Belitung. Tenda teratak terlihat berdiri disekitar bangunan mungil toko. Orang-orang mulai ramai berdatangan dan duduk menempati kursi-kursi yang telah tersusun dibawah tenda.Â
Hari itu, tepatnya 12 Mei 2022, Wakil Menteri Perdagangan Jerry Sambuaga meresmikan Toko Aisyah sebagai salah satu warung digital. Sejak Tahun 2020 Kementerian Perdagangan telah memberikan bantuan pengembangan warung tradisional menjadi warung digital kepada sebanyak 245 warung yang tersebar di seluruh Indonesia.
Warung dikenal sebagai toko kecil yang menjual barang secara grosir dan eceran. Banyak ditemui di sepanjang jalan dan gang-gang kecil. Bahkan berdiri di sudut-sudut sempit kompleks perumahan. Barang yang disediakan toko-toko kecil tersebut juga beragam.Â
Mulai dari jualan permen hingga barang kelontong. Bahkan ada warung yang menjual selain barang kelontong juga sekaligus bahan material bangunan.
Eksistensi warung-warung begitu diuji dimasa pandemi covid-19. Bagaimana tidak, kebijakan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) diprediksi berdampak negatif terhadap arus barang kelola sebuah warung.Â
PPKM membatasi gerak keluar masyarakat untuk beraktivitas dan berbelanja. Ditambah lagi peningkatan persentase pengangguran yang melemahkan daya beli masyarakat. Dan ternyata mayoritas warung mampu bertahan dan bahkan bertransformasi menjadi warung berbasis digital, mengadopsi digital marketing. Aktivitas jual beli mempergunakan media digital. Itu ternyata efektif dimasa pandemi.
Warung menjadi salah satu ujung tombak dalam menjaga ketahanan ekonomi masyarakat. Warung dekat dengan masyarakat dan mudah dijangkau. Selain menjaga kelangsungan hidup owner sekaligus menjaga kelangsungan tatanan hidup masyarakat di sekitarnya. Intinya warung menjadi penggerak roda perekonomian secara mikro, menjaga perputaran uang di pasaran serta membantu pemerintah membuka lapangan pekerjaan.Â
Menurut data Kementerian Koperasi dan UKM, sampai dengan Tahun 2019 terdata 3,5 juta warung tradisional di seluruh Indonesia.
Kisah sukses transformasi warung yang mengadopsi platform digital sudah banyak kita baca, dengar dan melihat sendiri. Selain Toko Aisyah di Bangka Belitung, terdapat pula kedai steak bernama Fasteak di Jl. Kopral Sayom, Desa Karanganom, Kecamatan Klaten Utara, Jawa Tengah.Â
Ownernya adalah Fransiska Sri Wahyuni, yang awalnya bekerja sebagai pegawai restoran di Yogyakarta namun di PHK karena pandemi. Fastreak menggandeng ojek online dalam pemesanan dan distribusi produknya yang ternyata membantu mempertahankan omzet bulanannya.
Terdapat pula usaha produk berbahan kulit bernama Ostha yang didirikan Tahun 2015 oleh Galih Argian. Ostha yang termasuk kategori Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) mampu bertahan dengan berjualan melalui platform online Tokopedia dan juga memanfaatkan marketplace lainnya.
Digitalisasi marketing ini malah mampu meningkatkan penjualan sampai empat kali dan mengembangkan pasar hingga Medan dan Papua. Cerita sukses lainnya adalah Fordrive, sebuah usaha pewangi tubuh yang didirikan Briandy Putra pada Agustus 2020. Dengan memakai Tokopedia sebagai media penjualan, Fordrive mendapat keuntungan mencapai 25 juta per bulan.
Adaptasi dan adopsi adalah dua kata yang diperlukan UMKM untuk bukan sekedar bisa bertahan tetapi juga untuk mengembangkan usaha dan bahkan untuk bisa naik kelas, beranjak dari kelas tradisional. Pandemi 'memaksa' kita menghadirkan beragam upaya adaptasi.Â
Platform digital merupakan solusi utama agar UMKM mampu naik kelas walaupun tidak serta merta meninggalkan platform tradisional yang telah dibangun sebelumnya. Kesuksesan satu dua UMKM memanfaatkan e-commerce dan marketplace perlu di adopsi oleh pelaku usaha yang lain. Cepat atau lambat semua akan menuju kesana.
Efektivitas dan efisiensi merupakan kelebihan utama berjualan secara digital. Bisa dilakukan dimana saja berbekal smartphone. Data Asosiasi Penyedia Jasa Internet Indonesia (APJII) melansir bahwa pengguna Internet di Indonesia per Juni 2022 menembus angka 210 jiwa (Kompas, 10 Juni 2022), realita pangsa pasar yang besar dan menguntungkan.
Penyebaran informasi juga cepat, luas dan mudah. Ini jelas menguntungkan dan efektif. Â Produk yang dikemas dengan bahasa marketing yang baik akan mampu menghasilkan branding yang bermuara pada bertambahnya cuan dengan cepat.
Dengan platform digital sebuah usaha akan saling support dengan usaha lainnya. Seperti jasa pengiriman, usaha rumah tangga berbasis produksi, penyedia jasa desain marketing, dan sebagainya. Tentu saja penyerapan tenaga kerja juga terjadi disana. Sehingga ekosistem baru akan tumbuh.
Walau bersifat e-commerce dan marketplace, hubungan antara produsen dengan konsumen juga terjaga dengan baik. Canggihnya teknologi komunikasi memberikan ruang bagi penjual dan pembeli untuk saling berkomunikasi layaknya pasar tradisional. Informasi produk dapat tersampaikan dengan optimal sedangkan segala tanya dan keraguan pembeli juga dapat terjawab.
Pandemi Covid-19 'berhasil' mengubah perilaku konsumen dan juga peta kompetisi bisnis yang mau tidak mau wajib disikapi oleh para pelaku usaha. Hebatnya, responsivitas pelaku usaha begitu cepat dalam meningkatkan akselerasi pemanfaatan teknologi serta keterlibatan UMKM di pasar digital.
Upaya perubahan ke arah digitalisasi memerlukan dukungan Pemerintah. Gerakan Nasional Bangga Buatan Indonesia (Gernas BBI) diluncurkan untuk mendorong digitalisasi (onboarding) bagi UMKM offline serta mendorong national branding produk UMKM unggulan di berbagai marketplace.Â
Dukungan lainnya adalah penugasan kepada LPEI/Eximbank untuk pembiayaan ekspor UMKM dengan alokasi mencapai Rp. 500 milyar. Disisi regulasi, UU Cipta Kerja turut mengatur dukungan fasilitas kemitraan Usaha Menengah dan Besar dengan Usaha Mikro dan Kecil termasuk koperasi sehingga kompetensi dan level usaha dapat meningkat.
Beragam kebijakan permodalan serta peningkatan sumber daya juga turut digulirkan melalui Kementerian Koperasi dan UKM. Tidak ketinggalan upaya BUMN yang berpatner dengan UMKM sebagai mitra kerja. Bahkan sejumlah perusahaan 'plat merah' ini membantu permodalan UMKM binaannya.
Pada akhirnya semua akan sepakat bahwa Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMkM) perlu 'naik kelas'. Bukan hanya dengan go digital tetapi UMKM wajib go internasional. Menghasilkan produk dengan branding berkualitas, mampu meningkatkan omset serta menjadi penyedia lapangan kerja. Sehingga pada akhirnya UMKM akan tetap menjadi penyangga utama perekonomian bangsa.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H