Bagi Rudy Octave, hal tersebut menjadi suatu kekayaan dan warisan budaya yang harus dijaga dengan baik.
Misalkan lagi  gambang kromong, tanjidor, gamelan, dan rindik. Namun tidak banyak yang tahu bahwa gambang kromong, tanjidor, gamelan, dan rindik adalah merupakan alat musik atau instrumen, bukanlah sebuah nama irama yang merupakan pola permainan dan bunyi dari instrumen tersebut.
Sedangkan nama irama, pola tetabuhan, dan pola permainan instrumen musik yang menjadi ciri khas budaya tersebut secara jelas belum memiliki nama dan tidak teridentifikasi aau terdokumentasi dengan baik dan jelas. Hal ini menimbulkan kebingungan massal terhadap identitas warisan musik budaya di Indonesia.
 Inilah yang akhirnya menginisiasi Rudy Octave membentuk sebuah wadah dan media untuk melakukan pendataan, pengarsipan, dan pengkodofikasian dengan baik dalam bentuk lembaga penelitian irama musik budaya Indonesia bernama LINI atau Lembaga Irama Nasional Indonesia.
LINI Â dibentuk untuk melakukan riset mendalam tentang seluruh irama yang ada di nusantara. Diharapkan dapat menjadi pelopor dalam dokumentasi, pelestarian, pengembangan, dan promosi irama tradisional Indonesia dan berupaya secara maksimal agar warisan budaya Indonesia berupa irama ini dapat terjaga dengan baik dan mendapatkan tempat yang berharga di mata dunia.
LINI memiliki misi :
 * Mendokumentasikan irama tradisional dari berbagai daerah di Indonesia dalam format buku, audio visual, dan lembaran musik.
 * Mengembangkan pengetahuan dan keterampilan musisi tradisional melalui pelatihan dan sertifikasi.
* Mempromosikan irama tradisional Indonesia melalui publikasi digital, buku, dan acara budaya.
* Mendorong kolaborasi antara musisi tradisional, akademisi, dan praktisi seni untuk inovasi dalam pelestarian budaya. Program kerja yang dilakukan LINI adalah berupa penelitian lapangan, produksi
Mari kita cintai irama musik Indonesia (D/s)