Mohon tunggu...
Dennise Sihombing
Dennise Sihombing Mohon Tunggu... Administrasi - Fulltime Blogger

Panggil saya Dennise.Saya ibu dari Rachelle & Immanuelle.Saya suka berkhayal kadang yang agak nyeleneh,he...he...he...for info contact me: dennisesihombing@gmail.com WA : 087874482128

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Pilihan

Liburan Menyenangkan Bersama Click Kompasiana, Jelajah Cikarang Yuk

28 Februari 2023   09:48 Diperbarui: 11 Maret 2023   14:42 568
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pagi kompasianer...

Cerita dulu nih sejak awal 2021 aku sudah pensiun dini dari tempat kerja di bilangan Mangga Dua, Jakarta.  Pensiun di usia muda, ceile...40+++ ternyata enak ya. Selain punya waktu untuk keluarga dan teman, tubuh ini ternyata masih energik loh untuk bergerak kesana kemari tanpa lelah. Seperti yang kualami di Sabtu  25 Februari, hampir sehari penuh jalan-jalan ke Cikarang bersama ClickKompasiana. 

Kebahagiaan yang sempurna ketika terpilih untuk ikutan event JelajahCLICK mengunjungi Saung Ranggon dan Taman Buaya di Jakarta. Sejak awal terpilih salah satu syaratnya adalah membawa buku bacaan. Nah sebelum hari H nih, buku novel karya Maman Suherman aku persiapkan. Terbiasa memang hal-hal kecil satu hari di muka dipersiapkan agar jangan ada yang terlalu.

Ada 12 peserta yang ikut. Sebagian kami bertemu titik pointnya di Stasiun Manggarai  jalur 8 (kereta arah Tanggerang) jam 9 pagi sudah kumpul. Untuk bersama menuju stasiun Cikarang. 

Oh ya mengapa aku bersemangat untuk ikut acara ini? Karena jujurly selama bertahun-tahun naik kereta paling jauh ke Bekasi itupun hanya 3 kali saja. Selebihnya naik kereta jurusan Depok- Kota. Nah tentunya Depok - Cikarang transit di Manggarai memberikan kebahagiaan tersendiri untukku. 

Sepanjang dari Manggarai sampai Cikarang aku menikmati perjalanan. Mulai dari Bekasi hingga Cikarang aku menemukan pemandangan yang berbeda. kiri kanannya hamparan sawah dan kebun terbentang luas. Jadi terang ini mata. Ada bosannya juga ya setiap hari jalan bertemunya dengan gedung-gedung bertingkat. 

Sampai di stasiun Cikarang

Foto:dokpri
Foto:dokpri

Stasiun ini termasuk stasiun besar. Kembali lagi ada untungnya pensiun dini, badan ini masih lincah bergerak. Karena sesampaikan kami di stasiun tidak langsung turun menuju pintu keluar tetapi harus naik eskalator lagi ke atas dan berjalan beberapa ratus meter menuju pintu peron. Tidak selesai sampai disitu kamipun menuruni anak tangga untuk bisa keluar menuju jalan raya.

Menuju Cagar Budaya Saung Ranggon

Aha happy deh aku. Tahu gak sih udah lama aku tidak naik angkot, ada 3-4 tahunan ya. Nah, kemarin itu mencarter angkot untuk menemani perjalanan kami. Tempat pertama yang didatangi adalah Cagar Budaya Saung Ranggon. Terletak di Cikedokan, Cikarang Barat. 

Cukup jauh ya tempatnya, ada 60 menitan. Namun hal itu tidak membosankan karena sepanjang jalan kami bisa ngobrol, tawa ngakak dan tentunya melihat pemandangan yang sudah jarang ditemui hamparan sawah, kebun, jalan kelok-kelok dan tentunya area pabrik. Cikarang memang terkenal ya dengan banyaknya pabrik ya.

Foto: saya & Bu Sri/dokpri
Foto: saya & Bu Sri/dokpri
Sesampainya kami di lokasi disambut ramah oleh bu Sri Mulyati. Wanita berusia 75 tahun bercerita tentang Saung Ranggon adalah peninggalan kerajaan Mataram yang ditemukan oleh Raden Abas pada abad 16. Saung ini  berbentuk rumah panggung ini masih terlihat kokoh dibangun dengan kayu ulin sehingga sampai sekarang masih terawat (tanpa rayap) dan disini untuk tempat menyimpan rempah-rempah dan alat senjata seperti pisau, bendo ataupun keris.

Ibu Sri yang merupakan turunan ke-6 Raden Abas berbagi cerita ada satu ruangan khusus untuk berdoa dimana pengunjung yang datang bisa berdoa meminta seperti rejeki, keberuntungan maupun jodoh. Nah tentunya sebelum datang kesana menyampaikan dulu maksud dan tujuannya kepada Ibu Sri selaku juru kunci

Foto: ruang berdo'a/dokpri      
Foto: ruang berdo'a/dokpri      

Disamping ruangan tempat berdoa ada juga satu ruangan khusus untuk benda bersejarah yang tetap dirawat (termasuk dimandikan seperti keris) ada bendo-bendo (pisau besar zaman abad 16) dan aneka keris. Nah puas kami bertanya tentang sejarah Saung Ranggon kamipun pamit pulang pada Ibu Sri menuju lokasi ke-2, JelajahCikarang.

Foto: Click Kompasiana
Foto: Click Kompasiana

Taman Buaya Serang Baru Bekasi

Masih semangat 45 rombongan Click Kompasiana menuju Taman Buaya. Namun sebelumnya kami isi bensin dulu di rumah makan padang. 

Harganya cukup murah hanya Rp 16.000/ porsi untuk menu nasi rendang maupun ayam. Selesai menikmati makan siang kami melanjutkan naik angkot yang kami carter ke tempat Buaya Darat eh bukan, tetapi Taman Buaya yang berlokasi di kabupaten Bekasi. 

Foto: saya & Kak Muthia/ dokpri
Foto: saya & Kak Muthia/ dokpri

Harga tiket tidaklah mahal hanya Rp 20.000 untuk semua umur. Jujurly ini kali pertama melihat langsung buaya jarak dekat. Sebelumnya lagi zaman sekolah SD-SMP ke Kebon Binatang Ragunan. itupun jarak jauh.

Saat kami datang berjumpa dengan Pak Warsidi yang bekerja sebagai pawang sekaligus mengurus buaya. Taman Buaya  didirikan tahun 1991 di area tanah seluas 1,5 hektar, ada sekitar 500 buaya awal mulanya. Namun hingga tahun ini berkurang menjadi 320 ekor saja. Berkurang karena mati. Aku juga baru tahu loh ternyata buaya itupun bisa berantem sesama buaya, gigit-gigitan, saling menyerang sehingga tidak heran ada yang akhirnya mati ya. 

Menurut pria yang sudah lama bekerja disana buaya-buaya disana perhari makan ayam tiren (mati kemarin) 8-9 ekor. Namun kondisi pemasukan dari pengunjung yang datang tidak begitu banyak sehingga tidak memungkinkan semua buaya menikmati makan ayam tiren secara rata. Dalam artian tidak setiap hari, jadwal makan yang diberikan setiap Selasa dan Jum'at.

Ternyata oh Ternyata

Buaya itu umurnya panjang loh. Ada yang sampai 65 tahun. Wow luar biasa ya sampai jadi oma dan opa itu buaya, he...he...he... 

Lebih lanjut Pak Warsidi menjelaskan pada kami buaya yang ada disana dari Sumatera, Kalimantan dan Papua. Disanapun ada buaya putih yang terlahir seperti albino. Nah, buaya-buaya ini yang sudah mulai besar di tempatnya di satu tempat. 

Terkadang mereka berantem berebut kekuasaan. Mungkin kalau bahasa kita manusia, berebut tempat ya di kalangan preman, ha...ha...ha... karena nih saat kami kesana ada buaya yang sedang berantem, bahkan dari kulitnya mengeluarkan darah.


Buaya Memberi Rejeki?!

Sama seperti kita manusia ada yang terlahir ke dunia namun tidak sempurna. Begitu juga dengan buaya. Saat kami kesana ada buaya yang kakinya puntung dan buaya putih, seperti albinolah. Namun kondisi ini diyakini oleh sebagian orang yang berkunjung kesana memberi rejeki. 

Seperti cerita Pak Warsidi ada beberapa orang yang minta jodoh, pekerjaan, keturunan ataupun usaha berhasil dengan bernazar. Syaratnya mudah kok hanya membawa ayam ataupun bebek. Believe or not? kembali pada kitanya ya kompasiener.

Foto: dokpri
Foto: dokpri

Untuk kompasianer yang tinggal di Jabotabek atau diluar daerah pas berkunjung ke Jakarta yuk mampir ke Saung Ranggon dan Taman Buaya Serang Baru Bekasi. 

Ditempuh bisa dengan mobil pribadi atau seperti kami naik KRL jurusan Cikarang. Enaknya sih ya sama rombongan jadi kalau tidak tahu jalan bisa carter angkot. Kita tinggal duduk manis sambil lihat pemandangan sekitar yang jarang ditemui (terutama kebon dan sawah).

So sampai jumpa di cerita travelstory,  travelling Dennise berikutnya ya. Daaaggg...

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun