Beberapa hari yang lalu aku ada janji dengan rekan kerja disebuah gedung perkantoran di jalan Jenderal Sudirman, Jakarta. Temanku  ini dari Medan.
"Sama ya nona ( temanku yang satu ini paling suka panggil dengan sebutan nona ). Di Medanpun untuk ruas jalan utama banyak memakai nama pahlawan. Seperti jalan Diponegoro, Â jalan Sudirman, jalan Kartini, jalan Cut Muthia. Banggalah awak bah! Nama pahlawan Nasional dijadikan nama jalan. Namun...ada yang tidak nyaman kudengar non ", ucap Bang Tigor dengan logat Medannya yang kental.
"Kenapa bang?"
"Waktu aku liburan ke Yogyakarta, awak dengan teman-teman menyelusurui sebuah jalan yang panjang sekali hingga 130 kilometer dari Bantul yang ada di Daerah Istimewa Yogyakarta sampai Cilacap"
"Wow keren dong! Menelusuri jalan panjang,sambil berkomvoi "
"Apanya yang keren. Awak tuh gak suka dengan nama jalannya. Masa sih nama kolonial Belanda yang terpampang. Daendels, itu namanya. Harusnya'kan nama pahlawan kita Diponegoro bukan kompeni", protes Bang Tigor
"Memang Bang Tigor tahu sejarahnya?"
"Taulah sikit- sikit. Coba non googling itu jalan Daeandels kaitannya dengan Diponegoro. Manalah bisa seperti itu. Macam mana bah! Nama kompeni jadi jalan utama"
Ada Apa Dengan Daendels dan Ada Apa Dengan Diponegoro ? Membuatku mencari tahu tentang sejarah jalan Deandels
Jalan Daendels yang kini sudah berusia 181 tahun memiliki sejarah sebagai jalur perjuangan Pangeran Diponegoro berperang melawan Belanda dari tahun 1825 - 1830.
Bayangkan!
Dalam perang dengan Diponegoro ada 15 ribu serdadu yang tewas dan uang kerajaan Belanda terkuras hingga 25 juta Gulden untuk membeli senjata perang. Keadaan ini akhirnya membuat Belanda terpaksa meminjam uang kepada Bank Palmer di Calcuta- India. Sebagai jaminan Belanda menjadikan Pulau Jawa jika kalah perang. cek...cek...cek...licik sekali
Tahun 1827 Pangeran Diponegoro mengalami kekalahan perang di Siluk. Dan pada tanggal 28 Maret 1830 Diponegoro ditangkap oleh Belanda.
Siapa Si A.D Daendels Itu?
A.D Daendels adalah seorang asisten residen Ambal Keresidenan Bagelen di tahun 1838. Berdasarkan sejarah cerita kolonial Hindia Belanda sudah menyematkan nama di masing - maing jalur Jawa.
Seperti Jalan Raya Pos. diberi nama De Grote Postweg. Jalan ini karya dari Herman Willem Daendels atau disingkat dengan H.W Daendels.Â
Kembali ke cerita A.D Daendels. Sebagai asisten residen ada satu daerah yang bernama Ambal berada dalam naungan administratif Keresidenan. Nah Keresidenan Bagelen ini yang membawahi beberapa daerah yang ada di Purworejo dan Kebumen.
Sebagai asisten Residen Bagelen A.D Daendels membawahi wilayah Ambal, Ledok, Kebumen dan Kutoarjo.
A.D Daendels mengetahui perjuangan Diponegoro seperti apa untuk tanah yang dikuasai Belanda. Namun dia tidak mau kisah sejarah itu diingat rakyat maka jalan itu dibuatnya menjadi jalan Daendels.
Sekarang nama itu tetap ada. Masyarakatpun tidak tahu asal muasal nama jalan Daendels. Mungkin ada juga yang bangga mereka yang berdomisili disana menyebutkan alamatnya dengan jalan Daendels. Terkesan nama elite kelondo -londoan.
Catatan sejarah perlu diketahui masyarakat setempat bahwa jalan itu dulu sebenarnya adalah jalan Diponegoro. Pahlawan perjuangan. Jangan dihilanglan sejarah perjuangan. Kebanggaan tersendiri jika nama pahlawan tertera disana.
Indonesia sudah merdeka 74 tahun yang lalu. Kisah Belanda yang kejam menjadikan bangsa Indonesia sebagai budak gratis harus dikubur. Tidak ada lagi yang perlu dikenang dari nama Daendels.Â
Harapan saya ke depannya pemerintah setempat lebih peduli untuk mengganti nama jalan Daendels menjadi jalan Diponegoro ( D/s )
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H