Agus Salim adalah salah satu perumus pancasila yang disebut dengan  panitia 9. Semasa hidupnya ia dijuluki sebagai "The Grand Old Man" karena dikenal sebagai politikus, jurnalis dan diplomat dan kefasihannya dalam berbahasa asing seperti bahasa Belanda, lnggris, Jerman, Perancis, Jepang, Arab, Turki (Mukayat, 1981). H. Agus Salim memiliki latar belakang pendidikan yang sangat baik karena ia belajar di Europeesche Lagere School (ELS), sebuah sekolah khusus untuk anak-anak Eropa. K.H. Agus Salim kemudian belajar di Hoogere Burgerschool (HBS) di Batavia. Karena kecerdasannya, Agus Salim menjadi lulusan HBS terbaik di Hindia Belanda pada tahun 1903
      Nama asli Agus Salim adalah Masyhudul Haq, yang berarti pembela kebenaran. Ia lahir pada 8 Oktober 1884 di Koto Gadang, Sumatera Barat. Beliau merupakan Putra Sutan Mohammad Salim, seorang jaksa dan hakim kolonial di Tanjung Pinang. Selama masa kecil, Agus Salim gemar membaca buku, terutama yang berisi informasi. Mungkin dia menyadari bahwa pengetahuan yang dia peroleh di sekolah tidak cukup, jadi dia harus banyak membaca. Oleh karena itu, Agus Salim memiliki pengetahuan yang luas, yang sangat bermanfaat bagi kemajuannya di masa depan.
      Setelah menyelesaikan pendidikannya, Agus Salim memilih untuk tidak melanjutkan studinya dan mulai berfokus pada dunia kerja. Sebagai anak bangsawan, orang tua Agus Salim sangat menginginkan putra-putranya mengikuti jejak orangtuanya. Oleh karena itu, Agus Salim menghadapi banyak tantangan, termasuk berpindah-pindah pekerjaan dan bekerja di perusahaan swasta. Salah satu faktor yang menyebabkan ibunya sakit dan meninggal adalah ketidaknyamanan ini. Pandangan Agus Salim sangat berubah sebagai akibat dari peristiwa ini. Pada tahun 1906 ia berangkat ke Jeddah, dengan berbekal bahasa asing ia untuk bekerja pada konsulat Belanda sebagai penerjemah.
      Pada saat Agus Salim kembali ke Indonesia, ia menekuni dunia jurnalistik. Agus Salim bergabung dalam Sarekat Islam (SI) bersama H.O.S Tjokroaminoto dan Abdul Muis pada tahun 1915. Salah satu upayanya untuk melawan ketidakadilan yang dilakukan pemerintah kolonial terhadap rakyat Indonesia adalah bergabung dalam organisasi pergerakan. Ia diangkat menjadi anggota Volksraad (dewan rakyat yang mewakili Sarekat Islam) pada tahun 1921. Agus Salim dan Tjokroaminoto mendirikan Partai Sarekat Islam setelah Sarekat Islam pecah, yang kemudian berkembang menjadi PSSI. Agus Salim pernah diminta untuk membuat kamus militer untuk Pembela Tanah Air (PETA) selama pendudukan Jepang. Selain itu, ia ditunjuk sebagai penasihat untuk para pemimpin Indonesia seperti Soekarno, Mohammad Hatta, dan Ki Hajar Dewantoro, yang mengelola Pusat Tenaga Rakyat (Putera). Agus Salim terpilih menjadi salah satu anggota Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) menjelang Indonesia merdeka. Dari situlah Agus Salim berpartisipasi dalam panitia 9 yang merumuskan dasar negara Indonesia, atau Pancasila Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H