Mohon tunggu...
Dennis Aegi
Dennis Aegi Mohon Tunggu... -

Rindu Presiden "Nyeleneh"- Yogyakarta, Indonesia.

Selanjutnya

Tutup

Politik

Sudah Memilih, Lalu Mau Apa?

9 April 2014   23:41 Diperbarui: 23 Juni 2015   23:51 27
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pemilu legislatif baru saja selesai, dan banyak dari masyarakat Indonesia pasti sudah menggunakan hak pilihnya. Dianggap sebagai “Pesta Demokrasi” rakyat Indonesia, hajatan 5 tahunan sekali ini selalu menarik untuk diikuti. Namun layaknya pesta, kehidupan berbangsa dan bernegara tidak berhenti hanya disini, dan pertanyaan yang muncul adalah mau apa selanjutnya?

Hal pertama yang harus kita sadari warga negara adalah posisi sebagai bos, posisi kita sebagai pemegang kekuasaan.  Seperti yang dikatakan Pasal 1 ayat 2 UUD 1945 bahwa “Kedaulatan berada ditangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar”. Ini menunjukan bahwa Pemilu sebenarnya adalah sebuah seleksi, sama seperti bos menyeleksi siapa yang akan jadi calon karyawannya berdasarkan standart-standart tertentu.

Namun faktanya, kita terlalu sibuk dengan berbagai perbedaan ideologi, kepentingan, dan fanatisme partai sehingga tidak ada standart jelas untuk mengkualifikasi calon-calon pelayan rakyat tersebut. Ini berimbas pada fokus masyarakat ke hal lain di luar kredibilitas calon itu sendiri.   Alasan kita memilih kemudian dengan mudah ditarik-ulur ke berbagai bentuk yang kurang penting seperti: “Saya memilih karena dia kerabat saya, saya memilih karena dia se-agama dengan saya, atau saya memilih karena dia orang terkenal”. Jujur, saya tidak habis pikir dengan orang yang memilih calon dari kalangan artis hanya karena terkenal, sebab para artis terkenal karena kemampuannya di depan layar kaca, bukan di depan meja kerja.

Karena tidak sadar peran kita ini sebagai bos para pemangku jabatan, maka kecenderungan yang muncul berikutnya adalah pembiaran. Banyak orang berpikiran bahwa setelah pemilu usai, maka semua akan berjalan seperti biasa. Mereka beranggapan dengan memberikan hak suara sudah merupakan tanggung jawab moral sebagai warga negara. Namun hal ini jelas salah kaprah!! Tanggung jawab moral sebagai warga negara yang terpenting bukanlah saat memberi hak suara, tetapi mengawasi jalannya kuasa. Mau memilih atau tidak memilih, negara adalah urusan pemerintah yang mengaturnya, dan juga urusan rakyat yang menjalaninya. Seorang bos tentu tidak akan membiarkan karyawanya bertindak sesuka hati, mereka juga mengawasi kinerja mereka. Dari proses mengawasi ini kemudian rakyat bisa belajar dari kesalahan-kesalahan yang dilakukan pemerintah sebelumnya. Standart akan semakin tinggi, dan kinerja pemerintah pemerintahan akan semakin meningkat.

Saat ini, masyarakat kehilangan kemampuanya belajar karena banyak dari kita yang terlalu acuh dengan urusan masing-masing. Indikator paling nyata adalah banyaknya kasus korupsi yang terus-menerus berulang. Orang yang berbeda, dari partai berbeda, namun satu kesalahan yang sama. Bisa dibilang bahwa kita selama ini tidak becus menjalankan peran kita sebagai bos sekaligus pembelajar. Jika saya terkesan menyalahkan  rakyat daripada para wakilnya maka itu benar, karena pertanyaan paling mendasar adalah: Darimana para wakil rakyat berasal? Maka rakyatlah jawabannya..  Maka dari itu perubahan tidak hadir ketika kita memilih, tetapi ketika kita bertanggung jawab atas pilihan tersebut. Mampukah kita?

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun