Mohon tunggu...
Denni Candra
Denni Candra Mohon Tunggu... Penulis - Praktisi HR - Penulis - Pengajar

Praktisi Komunikasi, Personal Development serta HR – LnD Enthusiast yang suka nulis, penyuka kopi, traveling dan hobi gowes. Selain itu juga memfokuskan diri untuk memfasilitasi kegiatan pembelajaran di bidang Learning & Development, Risk Management, Kepenulisan, Public Speaking dan Tranformasi Budaya (Culture Transformation). Untuk kerja sama kegiatan fasilitasi, kepenulisan dan lainnya, boleh hubungi saya melalui media sosial atau email: info.dennicandra@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Worklife Pilihan

Like, Share, tapi Pikir-pikir: Strategi Cerdas Mengelola Identitas Digital di Dunia Kerja

3 Februari 2025   08:17 Diperbarui: 3 Februari 2025   08:30 138
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Di era digital yang serba terkoneksi ini, batas antara kehidupan pribadi dan profesional semakin kabur. Setiap orang berlomba-lomba membagikan momen kehidupan mereka di media sosial, mulai dari sarapan pagi hingga aktivitas di kantor. Namun, apakah kita sudah cukup bijak dalam mengelola identitas digital kita, terutama ketika berkaitan dengan dunia kerja?

Kasus viral yang terjadi baru-baru ini adalah contoh nyata bagaimana identitas digital bisa menjadi bumerang jika tidak dikelola dengan bijak. Seorang karyawan perusahaan pertambangan membuat konten TikTok tentang pengalamannya menggunakan layanan kesehatan yang disediakan oleh perusahaan. Dalam video tersebut, ia membandingkan layanan yang diterima oleh karyawan tetap dengan yang diterima oleh karyawan honorer. Niatnya mungkin sekadar berbagi cerita lucu atau menyoroti ketimpangan yang ia rasakan. Namun, penggunaan seragam perusahaan dan lokasi kerja sebagai latar belakang video justru mengundang kontroversi. Alih-alih mendapatkan simpati, konten tersebut malah menimbulkan reaksi negatif dari publik dan merusak citra perusahaan.

Kasus ini menjadi pelajaran berharga bagi siapa pun yang aktif di media sosial, terutama dalam konteks dunia kerja. Bagaimana kita bisa tetap eksis di media sosial tanpa mengorbankan reputasi pribadi dan profesional? Bagaimana cara mengelola identitas digital dengan cerdas? Dan yang paling penting, bagaimana menjaga keseimbangan antara kebebasan berekspresi dan tanggung jawab sebagai bagian dari sebuah organisasi?

Dunia Digital: Ruang Tanpa Batas yang Penuh Jebakan

Media sosial adalah ruang tanpa batas. Siapa pun bisa menjadi kreator konten, berbagi pendapat, atau sekadar curhat tentang kehidupan sehari-hari. Namun, di balik kebebasan itu, ada jebakan yang sering kali tidak disadari. Setiap unggahan, like, atau komentar meninggalkan jejak digital yang bisa bertahan selamanya. Jejak ini tidak hanya membentuk identitas digital kita, tetapi juga bisa memengaruhi cara orang lain memandang kita, baik secara pribadi maupun profesional.

Dalam kasus karyawan perusahaan pertambangan tadi, konten TikTok-nya mungkin terlihat seperti sekadar candaan atau curhatan biasa. Namun, karena ia menggunakan seragam perusahaan dan latar belakang tempat kerja, konten tersebut tidak lagi dilihat sebagai ekspresi pribadi semata. Publik termasuk rekan kerja, atasan, dan bahkan kompetitor perusahaan melihatnya sebagai representasi dari perusahaan tersebut. Akibatnya, apa yang awalnya dianggap sebagai konten lucu berubah menjadi bom waktu yang merusak citra perusahaan.

Inilah yang sering kali dilupakan oleh banyak orang: di media sosial, identitas pribadi dan profesional sering kali sulit dipisahkan. Apalagi jika kita secara eksplisit atau implisit mengaitkan diri dengan perusahaan tempat kita bekerja. Setiap unggahan tidak hanya mencerminkan diri kita, tetapi juga bisa berdampak pada corporate identity, citra dan reputasi perusahaan secara keseluruhan.

Personal Branding: Bukan Hanya untuk Influencer

Istilah "personal branding" mungkin lebih sering dikaitkan dengan para influencer atau public figure. Namun, sebenarnya, setiap orang memiliki personal branding, baik disadari maupun tidak. Personal branding adalah cara kita mempresentasikan diri kepada dunia, baik secara online maupun offline. Ini mencakup nilai-nilai yang kita anut, keahlian yang kita miliki, dan bagaimana kita ingin dilihat oleh orang lain.

Di dunia kerja, personal branding menjadi semakin penting. Bukan hanya untuk membangun karier, tetapi juga untuk menjaga reputasi profesional. Seorang karyawan dengan personal branding yang kuat tidak hanya dikenal sebagai "pegawai perusahaan X," tetapi juga sebagai individu yang memiliki integritas, keahlian, dan nilai-nilai yang konsisten.

Namun, membangun personal branding yang positif tidak semudah mengunggah foto atau video di media sosial. Dibutuhkan kesadaran dan strategi yang matang. Setiap konten yang dibagikan harus dipikirkan matang-matang: Apakah ini mencerminkan nilai-nilai yang ingin saya sampaikan? Apakah ini bisa merugikan diri saya atau perusahaan tempat saya bekerja? Apakah konten ini bisa diinterpretasikan secara berbeda oleh orang lain?

Dalam kasus karyawan perusahaan pertambangan, bisa saja dia berdalih bahwa itu adalah pandangan personal dan akun yang digunakan juga akun media sosial pribadi. Namun, karena konten tersebut menyertakan logo serta identitas perusahaan, maka hal tersebut menyeret perusahaan ke dalam kontroversi, personal branding-nya justru berubah menjadi negatif. Ia tidak hanya dianggap tidak profesional, tetapi juga dianggap merugikan perusahaan tempatnya bekerja.

Ketika Reputasi Perusahaan Dipertaruhkan

Corporate identity adalah cara sebuah perusahaan mempresentasikan diri kepada publik. Ini mencakup logo, slogan, nilai-nilai perusahaan, dan bagaimana perusahaan tersebut ingin dilihat oleh pelanggan, investor, dan masyarakat umum. Corporate identity dibangun melalui berbagai cara, termasuk iklan, hubungan masyarakat, dan perilaku karyawan.

Karyawan adalah wajah perusahaan. Apa yang mereka lakukan, baik di dalam maupun di luar kantor, bisa memengaruhi citra perusahaan. Itulah mengapa banyak perusahaan memiliki kebijakan ketat terkait penggunaan media sosial oleh karyawan. Beberapa perusahaan bahkan melarang karyawan untuk mengunggah konten yang berkaitan dengan pekerjaan atau menggunakan seragam perusahaan di media sosial.

Dalam kasus karyawan perusahaan pertambangan, penggunaan seragam perusahaan dan latar belakang tempat kerja dalam konten TikTok-nya secara tidak langsung mengaitkan perusahaan dengan isu yang ia angkat. Publik tidak hanya melihatnya sebagai individu, tetapi juga sebagai representasi dari perusahaan tersebut. Akibatnya, perusahaan yang seharusnya tidak terlibat justru terseret ke dalam kontroversi dan harus menghadapi reaksi negatif dari publik.

Strategi Cerdas Mengelola Identitas Digital di Dunia Kerja

Sebagai seorang karyawan, penggunaan media sosial tidak hanya sekadar aktivitas pribadi. Apa yang kita unggah atau bagikan bisa memiliki dampak yang jauh lebih besar, terutama ketika identitas perusahaan ikut terbawa. Oleh karena itu, penting bagi kita, sebagai karyawan, untuk bijak dalam menggunakan media sosial. Bagaimana caranya?

1. Pahami Kebijakan Perusahaan. Sebelum kita memposting sesuatu di media sosial, ada satu hal mendasar yang sering kali terlupakan: memahami kebijakan perusahaan terkait penggunaan media sosial. Setiap perusahaan memiliki aturan dan pedoman yang berbeda-beda. Ada perusahaan yang membebaskan karyawannya untuk membagikan pengalaman kerja, sementara ada juga yang melarang keras segala bentuk pembahasan terkait perusahaan di media sosial.

Mengapa ini penting? Karena kebijakan ini bukan hanya sekadar aturan formal, tetapi juga bentuk perlindungan bagi perusahaan dan karyawan itu sendiri. Dengan memahami kebijakan ini, kita bisa menghindari situasi di mana konten pribadi kita justru menyeret perusahaan ke dalam masalah. Misalnya, jika perusahaan melarang karyawan untuk membagikan informasi internal, maka memposting rapat kerja atau dokumen perusahaan di media sosial jelas merupakan pelanggaran. Hal ini tidak hanya merugikan perusahaan, tetapi juga bisa berdampak pada karier kita.

Jadi, sebelum memposting sesuatu, luangkan waktu untuk membaca dan memahami kebijakan perusahaan. Jika ada yang tidak jelas, jangan ragu untuk bertanya kepada HR atau atasan. Lebih baik berhati-hati daripada menyesal kemudian.

2. Pisahkan Akun Pribadi dan Profesional. Salah satu cara paling efektif untuk menghindari masalah adalah dengan memisahkan akun pribadi dan profesional. Akun profesional bisa digunakan untuk membangun jaringan, mencari peluang karier, atau membagikan konten yang relevan dengan pekerjaan. Sementara itu, akun pribadi bisa digunakan untuk berbagi momen dengan keluarga dan teman-teman dekat.

Mengapa pemisahan ini penting? Karena dengan memisahkan kedua akun tersebut, kita bisa lebih leluasa mengekspresikan diri tanpa harus khawatir akan dampaknya terhadap perusahaan. Misalnya, jika kita ingin membagikan foto liburan atau pendapat pribadi tentang isu tertentu, kita bisa melakukannya di akun pribadi yang telah diatur menjadi privat. Di sisi lain, akun profesional bisa kita gunakan untuk membangun personal branding yang positif dan relevan dengan karier kita.

Namun, perlu diingat bahwa pemisahan akun tidak sepenuhnya menjamin privasi kita. Apa pun yang kita unggah di internet, baik di akun pribadi maupun profesional, bisa saja bocor ke ranah publik. Oleh karena itu, tetap bijak dalam memilih konten yang akan dibagikan.

3. Berpikir Sebelum Memposting. Salah satu prinsip utama dalam menggunakan media sosial adalah berpikir sebelum memposting. Sebelum menekan tombol "unggah", tanyakan pada diri sendiri: Apakah konten ini bisa merugikan perusahaan? Apakah konten ini sesuai dengan nilai-nilai yang saya anut? Jika ragu, lebih baik tidak memposting.

Mengapa ini penting? Karena apa yang kita unggah di media sosial bisa memiliki dampak jangka panjang. Konten yang kita anggap lucu atau tidak penting bisa saja dianggap serius oleh orang lain. Misalnya, memposting keluhan tentang atasan atau rekan kerja mungkin terasa melegakan pada saat itu, tetapi hal ini bisa merusak hubungan kerja dan reputasi kita di masa depan.

Selain itu, kita juga perlu mempertimbangkan audiens kita. Siapa saja yang akan melihat konten kita? Apakah hanya teman-teman dekat, atau juga rekan kerja, atasan, atau bahkan klien? Dengan mempertimbangkan hal ini, kita bisa menghindari situasi di mana konten pribadi kita justru menimbulkan masalah di lingkungan profesional.

4. Menjaga Privasi. Fitur privasi yang disediakan oleh platform media sosial adalah alat yang sangat berguna untuk melindungi diri kita. Misalnya, kita bisa mengatur akun Instagram menjadi privat sehingga hanya orang-orang yang kita izinkan yang bisa melihat postingan kita. Di Facebook, kita bisa membatasi siapa saja yang bisa melihat konten kita, apakah itu teman, teman dari teman, atau publik.

Mengapa ini penting? Karena dengan mengendalikan siapa yang bisa melihat konten kita, kita bisa mengurangi risiko konten pribadi kita tersebar ke orang yang tidak seharusnya. Namun, perlu diingat bahwa fitur privasi ini bukanlah jaminan mutlak. Apa pun yang kita unggah di internet bisa saja bocor, baik melalui screenshot, unggahan ulang, atau cara lainnya. Oleh karena itu, selain menggunakan fitur privasi, kita juga perlu bijak dalam memilih konten yang akan dibagikan.

5. Membangun Personal Branding yang Positif. Media sosial adalah alat yang sangat efektif untuk membangun personal branding. Personal branding adalah cara kita membangun citra diri di mata orang lain. Di era digital, personal branding tidak hanya dibentuk melalui interaksi langsung, tetapi juga melalui aktivitas kita di media sosial.

Sebagai karyawan, kita bisa memanfaatkan media sosial untuk membangun personal branding yang positif. Misalnya, dengan membagikan konten yang inspiratif, edukatif, atau menghibur. Kita juga bisa membagikan pencapaian atau proyek yang sedang kita kerjakan, tentu saja dengan tetap mematuhi kebijakan perusahaan.

Namun, penting untuk diingat bahwa personal branding bukanlah tentang menciptakan citra yang sempurna, tetapi tentang menjadi diri sendiri yang profesional. Jangan mencoba menjadi seseorang yang bukan diri kita hanya untuk mendapatkan likes atau followers. Sebaliknya, fokuslah pada konten yang mencerminkan nilai-nilai dan minat kita, sambil tetap menjaga profesionalisme.

6. Berkomunikasi dengan Bijak. Media sosial adalah ruang di mana berbagai pendapat dan pandangan bertemu. Sebagai pengguna media sosial, kita perlu bijak dalam berkomunikasi. Gunakan bahasa yang sopan dan menghargai pendapat orang lain. Hindari debat yang tidak produktif atau komentar yang bisa menyinggung perasaan orang lain.

Mengapa ini penting? Karena cara kita berkomunikasi di media sosial mencerminkan siapa kita sebenarnya. Komentar atau tanggapan yang kasar atau tidak sopan bisa merusak reputasi kita, baik di mata rekan kerja maupun di mata publik. Selain itu, media sosial adalah ruang publik, dan apa pun yang kita tulis bisa dilihat oleh siapa saja, termasuk atasan atau klien..

Like, Share, tapi Pikir-pikir

Di era digital ini, mengelola identitas online bukan lagi pilihan tapi keharusan. Kasus viral karyawan pertambangan menjadi pengingat pentimg bahwa setiap konten yang kita bagikan bisa berdampak luas, tidak hanya pada diri sendiri tapi juga pada organisasi tempat kita bernaung.

Membangun personal brand yang kuat sambil tetap menghormati corporate identity membutuhkan keseimbangan dan kebijaksanaan. Diperlukan pemahaman mendalam tentang dampak media sosial, kesadaran akan batasan profesional, dan strategi yang tepat dalam menciptakan konten.

Yang terpenting, jadikan media sosial sebagai alat untuk berkembang, bukan bumerang yang bisa merusak karir. Ingat selalu: think before you post, karena di dunia digital, setiap klik meninggalkan jejak yang bisa berdampak panjang pada perjalanan profesional kita.

Seperti kata pepatah, "Think before you click." Di dunia digital yang serba cepat, mengambil waktu sejenak untuk berpikir bisa membuat perbedaan besar. Like, share, tapi pikir-pikir---itulah kunci untuk mengelola identitas digital dengan cerdas di dunia kerja.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun