Mohon tunggu...
Denni Candra
Denni Candra Mohon Tunggu... Penulis - Praktisi HR dan Penulis

Penulis yang fakir ilmu sehingga senantiasa menjadi pembelajar seumur hidup. Mau kenal lebih dekat, silahkan klik www.dennicandra.com atau IG: @dennicandra

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Gitu Aja Kok Repot!

3 Februari 2017   14:36 Diperbarui: 3 Februari 2017   14:52 708
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ketika saya datang ke kantor tadi pagi, saya dapati dua orang staf saya sedang berdebat. Masalah yang mereka perdebatkan adalah mengenai jadwal servis AC di ruangan tersebut. Si A bilang kalau AC tersebut sudah tidak dingin lagi karena sudah satu tahun tidak pernah di servis, sedangkan si B "keukeuh" mengatakan baru 6 bulan. Setelah saya diamkan dan amati selama lebih kurang 5 menit, diantara mereka berdua tidak ada yang mau mengalah bahkan tampaknya semakin sengit dengan argumen masing-masing. Akhirnya saya katakan kepada mereka, "Mau setahun atau enam bulan, intinya AC itu harus diservis kan? Ya udah, klo gitu nanti siang telpon tukang servis AC." Langsung keduanya tertawa dan "case closed".

Dalam kehidupan sehari-hari seringkali kita terjebak dalam kasus seperti cerita di atas. Terlalu fokus melihat situasi permasalahan dan lupa mencari solusi serta jalan keluarnya. Memperdebatkan sesuatu yang bukan substansi masalah serta saling menyerang dan menyalahkan antar sesama.

"Pokoknya kalau berbeda pendapat dengan saya maka dia salah"

"Intinya dia salah dan mesti harus dikoreksi serta diluruskan dulu"

Dan masih banyak lagi argumen-argumen lainnya yang saling menyudutkan. Begitu juga di dunia kerja, saat target belum terpenuhi sedangkan tenggat waktu sudah hampir habis maka yang pertama kali dilakukan adalah mencari siapa yang bisa dipersalahkan dan bertanggungjawab. Kalau pikiran sudah dibajak oleh emosi maka akhirnya akan terjadi saling menyalahkan. Jika antara atasan dan bawahan serta rekan kerja sudah saling curiga, apakah mungkin target akan bisa tercapai?

Makanya ada baiknya cara berpikir dan bertindak kita dalam menghadapi masalah dibenahi lagi. Lebih baik fokus kepada cara penyelesaian daripada berdebat menghabiskan energi untuk menunjukkan siapa paling benar. Ketika persepsi sudah kita samakan bahwa yang diperlukan adalah solusi untuk penyelesaian masalah, maka persoalan yang dihadapi akan terasa ringan dan semangat untuk mencari penyelesaian akan menjadi positif.

Itulah kenapa dalam beberapa waktu belakangan ini saya belajar dan berusaha untuk mengurangi menggunakan kata "mengapa" dan "kenapa". Kata-kata tersebut masih saya pakai hanya ketika akan menganalisa sebuah permasalahan. Tetapi ketika lagi fokus untuk mencari solusi maka saya lebih suka menggunakan kata "bagaimana".

"Oke, permasalahannya sekarang adalah ......, bagaimana kira-kira solusinya?"

"Ini sudah hampir akhir bulan, target kita masih kurang sekian persen lagi. Jadi bagaimana caranya agar target bisa tercapai dengan waktu yang tersisa hanya beberapa hari lagi?"

"Kemarin ada komplain mengenai pengiriman barang, bagaimana caranya agar komplain ini tidak terulang lagi dan penilaian customer terhadap kita bisa positif lagi?"

Mari mencoba untuk berorientasi kepada solusi masa depan dan jangan menghabiskan energi untuk hal yang tidak perlu. Kalau kata Gus Dur, "Gitu aja kok repot ..."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun