Ketika bulan kemarin saya berkesempatan mengisi acara di sebuah radio dengan tema tentang kepenulisan, ada salah seorang pendengar yang mengajukan dua buah pertanyaan kepada saya. Pertama tentang mana waktu yang lebih banyak saya alokasikan untuk membaca atau menulis? Dan pertanyaan yang kedua adalah bagaimana cara menuangkan ribuan ide yang ada di kepala untuk menjadi sebuah tulisan?
Setelah sejenak terdiam dan berusaha untuk meramu jawaban yang tepat, saya sampaikan bahwa tidak ada alokasi khusus atau porsi spesial bagi saya dalam melakukan kegiatan membaca dan menulis. Bagi saya kedua kegiatan tersebut bisa dilakukan secara beriringan dan saling melengkapi. Ibarat sepasang kekasih, kedua kegiatan tersebut harus selalu seiring sejalan serta bergandengan tangan. Saya melakukan kegiatan membaca dalam menulis dan menulis dalam membaca. Mungkin sebagian orang ada yang memberikan porsi 30:70 atau 40:60 antara kegiatan membaca dan menulis, namun saya pribadi tidak memberlakukan hal tersebut. Membaca dan menulis saling bergantian mendominasi dan berbagi porsi tanpa saling mengalahkan satu dengan yang lainnya.
Dalam setiap kesempatan menulis, entah itu menulis pesan singkat, membalas email, menulis laporan atau hanya sekedar update status di media sosial. Itu semua tidak bisa terlepas dari kegiatan membaca, mulai dari mencari referensi, mengecek kebenaran data atau hanya untuk sekedar memastikan keabsahan nama dan alamat yang kita tuju. Jadi bagaimana pun gampang dan simpelnya sesuatu yang akan saya tulis, saya merasa wajib untuk membaca terlebih dahulu.
Begitu juga halnya ketika saya membaca artikel, novel atau buku, semua itu tidak bisa lepas dari kegiatan menulis. Ketika bertemu dengan sebuah kutipan atau kata-kata penting yang saya rasa perlu saya catat dalam notes, maka saya akan lakukan kegiatan menulis. Atau saat bertemu dengan istilah atau diksi baru yang selama ini belum begitu saya kenal, maka otomatis saya akan menuliskannya dalam sebuah catatan. Malah terkadang saya memasang semacam niat bahwa buku yang saya baca harus bisa memberikan ide atau inspirasi buat sebuah tulisan ketika buku tersebut selesai saya baca.
Jadi intinya saya memandang bahwa kegiatan membaca dan menulis tidak bisa dipandang secara terpisah. Dan saya juga tidak bisa memberikan porsi secara satu persatu buat kegiatan tersebut. Karena saya memandang hal tersebut sebagai kegiatan yang sudah mendarah daging dan menyatu dalam diri. Ketika saya memberikan pembagian porsi dan alokasi waktu secara tersendiri buat hal tersebut, maka saya ibarat memisah dua orang sahabat karib atau sepasang kekasih yang sudah begitu menyatu antara satu dan yang lainnya.
Mengenai pertanyaan yang kedua mengenai cara menuangkan ide yang berputar-putar di kepala untuk menjadi sebuah tulisan, saran saya hanya satu yaitu teruslah menulis dan banyaklah membaca. Karena menulis itu bukan tergantung bakat tetapi hasil dari sebuah pengulangan kebiasaan. Ibarat koboi yang berlatih menggunakan laso untuk menangkap kuda atau banteng liar. Untuk pertama kali mungkin akan terasa sulit dan melelahkan, sama seperti kuda dan banteng liar tersebut yang susah untuk dijinakkan. Ide-ide tersebut serasa berlarian dan bergerak seenaknya saja tanpa bisa kita tangkap dan tuangkan dalam bentuk sebuah tulisan. Sesuatu yang belum menjadi kebiasaan dan jarang dilakukan memang terasa sulit dan butuh tantangan besar untuk melakukannya.
Semua penulis bahkan yang senior dan sudah terkenal sekalipun, pada awalnya juga mengalami kesulitan yang sama. Tetapi berkat ketekunan untuk terus mencoba dan berlatih semua itu pada akhirnya bisa menghasilkan sebuah tulisan yang menarik serta enak dibaca.
Salah satu cara efektif untuk memulai sebuah tulisan mungkin bisa dengan menggunakan bahan bacaan sebagai ide untuk memulai tulisan. Ketika sudah menentukan tema yang akan ditulis, selanjutnya kita bisa menggunakan kutipan atau teori dari seorang tokoh yang kita temukan dari bacaan atau buku yang kita baca. Jadi memang sudah seharusnya kalau ingin menulis kita juga harus rajin membaca. Seperti yang sudah saya uraikan di atas, bahwa antara membaca dan menulis harus seiring sejalan dan saling melengkapi. Penulis yang baik adalah seorang pembaca yang baik pula, karena sejatinya menulis mempunyai keterikatan kuat dengan membaca. Orang yang jarang membaca maka akan sering mengalami kemacetan dalam menulis.
Intinya adalah jangan pernah menyerah untuk selalu berusaha menulis dalam setiap kesempatan. Selain itu jangan pernah mengabaikan serta meremehkan kebiasaan membaca. Karena hal itu akan semakin memperkaya ide, gagasan serta perbendaharaan kata yang nantinya akan sangat membantu kita dalam membuat sebuah tulisan. Siap untuk mencoba menulis dan bersahabat dengan aksara …???
Salam Aksara
Denni Candra [FB : DenniCandra, Twitter : @CandraDenni]
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H